9. Kisah: Lelah Hati Ini

900 65 1
                                    

Suatu hari, seorang anak mengeluh kepada ibunya yang sedang bekerja.

"Ibu, boleh aku bicara?" kata sang Anak.

"Ada apa, nak?" tanya sang Ibu.
Sang Ibu kemudian duduk disamping anaknya dan berkata, "ayo ceritakan nak, Ibu akan mendengarkan."

"Aku lelah, sangat lelah hati ini, ibu..."

"Aku lelah karena Aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus, sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek ... Aku mau menyontek saja! Aku lelah, sangat lelah."

"Aku lelah karena aku harus terus membantu Ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu. Aku ingin Kita punya pembantu, bu!"

"... Aku lelah, sangat lelah..."

"Aku lelah karena Aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung ... Aku ingin jajan terus!"

"Aku lelah, karena Aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku..."

"Aku lelah, sangat lelah karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai Aku sakit hati..."

"Aku lelah Ibu, menahan diri seperti ini ... Aku ingin seperti mereka ... mereka terlihat senang. Aku ingin bersikap seperti mereka, bu!" sang Anak mulai menangis.

Sang Ibu hanya tersenyum
dan mengelus kepala anaknya sambil berkata, "Anakku ayo ikut ibu, Ibu akan menunjukkan sesuatu kepadamu."

Lalu sang Ibu menarik tangan sang Anak. Kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek dan berbatu, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang.

Sang anak pun mulai mengeluh.
"Ibu mau kemana Kita? Aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah karena ada banyak ilalang. Aku benci jalan ini bu."

Sang Ibu hanya diam.

Akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat Indah, airnya sangat jernih dan segar, hawanya begitu sejuk, ada banyak kupu kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang sangat rindang.

"Wwaaaah ... Tempat apa ini bu? Aku suka! Aku suka tempat ini!"

Sang Ibu hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.

"Kemarilah anakku, ayo duduk di samping Ibu," ujar sang Ibu.

Lalu sang Anak pun ikut duduk di samping Ibunya.

"Anakku, tahukah Kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah?"

"Tidak tahu Ibu, memangnya kenapa?"

"Itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa Bersabar dalam menyusuri jalan itu."

"Ooh ... berarti Kita termasuk orang yang Sabar ya bu, Alhamdulillah..."

"Nah, akhirnya Kau mengerti."

"Mengerti apa? Aku tidak mengerti."

"Anakku, butuh Kesabaran dalam belajar, butuh Kesabaran dalam bersikap baik, butuh Kesabaran dalam Kejujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan, agar kita mendapat Kemenangan, seperti jalan yang tadi."

"Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melewati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga. Dan akhirnya semuanya terbayar 'kan?"

"Ada telaga yang sangat Indah. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa apa. Oleh karena itu, bersabarlah anakku."

"Tapi Ibu, tidak mudah untuk bersabar."

"Ibu tahu. Oleh karena itu, ada Ibu yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat. Begitu pula dalam hidup ini, ada Ayah dan Ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu."

"Tapi ingatlah Anakku ... Ayah dan Ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri, maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri. Seorang pemuda beragama yang kuat, yang tetap tabah dan sabar maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang, maka kau tau akhirnya 'kan?"

"Ya Ibu, Aku paham ... Aku akan dapat Surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih Ibu, Aku akan tetap SABAR dan TEGAR saat yang lain TERLEMPAR..."

"Ibu sangat menyayangimu, Anakku. Kelak jika kau dewasa, maka jadilah seperti air yang ada di telaga ini. Begitu indah dan bersih. Ia menjadi sumber kekuatan dan kehidupan bagi apapun dan siapapun yang ada disekitarnya.
Air inilah yang menjadikan bunga itu tampak begitu cantik dan begitu banyak pohon rindang disini. Jadilah kau kelak seperti itu."

"Menjadi sumber kekuatan dan kehidupan bagi orang-orang di sekelilingmu..."

Semangat BerhijrahWhere stories live. Discover now