5

12.5K 1.5K 39
                                    

Mas Doyoung

Pulang sama aku. Tapi aku rapat dulu.
Abis kelas nanti nyusul ke ruang himpunan ya?

Iya. Aku kesana ya?

Gue yang baru kelar kelas membaca chat dari Doyoung setelah memasukkan laptop ke dalam tas.

"Balik gak? Yuk," gue menoleh kearah Jaehyun yang sudah berdiri didepan pintu kelas.

"Gue ke ruang himpunan nih. Nyamperin Doyoung. Duluan aja."

"Yaudah. Gue duluan ya!"

Gue melambai kearah sohib gue itu sebelum melangkahkan kaki kearah kantin basement yang kebetulan terletak di depan pintu himpunan.

"Wih, ada pendamping bapak kadep nih."

Gue menoleh kemudian nyengir melihat siapa yang berbicara.

"Eh ada Kak Taeyong."

"Nungguin Doyoung ya, dek?"

Gue mengangguk kemudian duduk di kursi menghadap Taeyong. "Masih lama ya rapatnya?"

"Gak tau. Kayaknya bentar lagi. Mau gue panggilin?"

Gue menggeleng namun kemudian gue melihat seseorang menampakkan kepalanya dari ruang himpunan.

"Yong itu Jen- ehh nungguin Doyoung ya? Bentar. YOUNG INI BINI LO DIDEPAN!"

Gue menggeleng heran melihat Ten yang berdiri didepan pintu. Kemudian Doyoung keluar dari ruang himpunan. Tapi nggak nyamperin gue.

"Nggak buru buru kan? Mau nunggu didalem aja?" Tanya Doyoung dari depan pintu.

Gue menggeleng. "Disini aja."

"Oke." Dia mengangguk kemudian memandang kearah Taeyong tajam. "Masuk buru. Izin nyebat ampe sejam lebih lo ngehabisin sekotak?"

Taeyong cengengesan sebelum bangkit dari kursi.

"Gue masuk ya?"

"Oke kak."

Setelah ditinggal Taeyong, gue memutuskan untuk berkutat dengan hp karna gue ngerasa mati gaya. Di kantin gaada yang gue kenal dekat. Apalagi banyak banget kakak tingkat yang masih enggan pulang dan memilih untuk nongkrong dan ngerokok disini.

Gue lagi membaca materi untuk tugas yang rencananya mau gue kerjain nanti malem ketika gue merasakan kehadiran seseorang di depan gue. Gue menoleh dan melihat Doyoung berdiri memandang dengan muka datarnya. Tanpa senyum.

"Yuk."

Gue mengangguk dan memandang kearah temen temen Doyoung yang baru keluar dari ruang rapat.

"Duluan kak."

"Hati hati! Doyoungnya lagi mood senggol bacok dek. Jadi jangan heran kalo dia jadi galak!"

Gue ketawa mendengar perkataan Taeyong sementara Doyoung melengos berjalan meninggalkan gue menuju parkiran.

"Ada mau mampir gak?"

Gue menoleh ke arah Doyoung yang gak mengalihkan pandangannya ke jalan.

"Enggak."

"Langsung pulang ya?"

Gue mengangguk kemudian hanya memandang kearah luar jendela. Doyoung dari masuk mobil sampe sekarang gak ada ngeluarin suara sedikitpun. Tipikal Doyoung kalo lagi bete atau lagi banyak yang dipikirin.

Sampai didepan rumah, gue duduk menghadap Doyoung yang masih memandang jalan didepannya.

"Aku turun ya, mas? Hati hati pulangnya."

Dia menghela nafas sebelum akhirnya menoleh kearah gue. "Sini, peluk dulu."

Gue pun mendekat kearah Doyoung dan membiarkan tangan panjangnya mengitari badan gue. Kepalanya dia letakkan di atas bahu. Gue mengelus punggungnya pelan. Berusaha memberikan ketenangan. Biasanya kalo udah kayak gini dia bakal-

"Aku tuh kesel sama tim pelaksana prokerku. Udah h min 2 minggu, persiapan masih jauh dari kata siap. Orang orangnya gak kompeten. Yang ikut rapat dikit. Tiap rapat gak ada hasilnya. Dan aku baru tau sekarang. Kesel aku kenapa mereka jarang ketemu buat ngelaporin progress tapi giliran udah deket hari h acara malah banyak banget yang harus dibenahi."

Tuh kan. Dia bakalan cerita semuanya. Gue membiarkan dia mengeluarkan seluruh kekesalannya sampai dia akhirnya berhenti. Tapi dia nggak melepaskan pelukannya sama sekali.

"Udah? Masih ada lagi yang mau dikeluarin hm?"

Dia menggelengkan kepalanya yang masih berada diatas bahu, kemudian dia menghela nafasnya.

"Maaf ya tadi aku jadi diemin kamu. Aku bete banget daritadi kepikiran gimana caranya ngerampungin persiapan buat acara itu."

Gue mengangguk kemudian menarik badan gue dari pelukannya.

"Mas sekarang pulang ya? Mandi, makan, biar tenang mikirnya juga enak. Mikirnya satu satu, apa aja yang kurang. Lalu cari solusinya satu satu. Ya? Kalo butuh bantuan, mas bisa telpon aku. Oke?"

Dia mengangguk kemudian ujung bibirnya naik sepersekian senti.

"Makasih ya, sayang."

Gue pelan pelan menarik tangan gue dari pundaknya, kemudian menundukkan kepala. Setelah mengangguk, gue turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa melambaikan tangan kearah Doyoung.

Pipi gue panas. Jantung gue kenceng banget berdetaknya. Setahun pacaran sama Doyoung, dipanggil sayang aja masih degdegan gini?

Gue masih berdiri di ruang tamu sampai tiba tiba mas Johnny lewat dan memandang kearah gue aneh.

"Kenapa mas?"

"Muka kamu kok merah?"

Aduh.

[✔]Mas Doy.Där berättelser lever. Upptäck nu