14

9.6K 1.2K 20
                                    

"HATCHIM!"

"BANDEL SIH DIBILANGIN JANGAN MAEN UJAN!"

Gue memandang Yuta dengan sebal sebelum menerima obat dan air putih dari tangannya, kemudian menenggak air dengan obat sebelum meletakkan gelas kosong diatas nakas.

Yuta menempelkan telapak tangannya diatas dahi gue, kemudian dahinya mengrenyit.

"Panas banget, Mas," lapor Yuta pada Johnny yang berdiri di belakangnya.

"Lanjut makan lagi ya, Nak?"

Mama yang lagi duduk di tepi kasur dengan semangkuk bubur yang mengisi setengahnya mengaduk buburnya pelan, namun gue menggeleng.

"Ayo, Nak. Makan dulu. Nanti kamu malah lemes kalo nggak makan."

Harusnya hari ini gue dan keluarga gue menghadiri acara pertunangan sepupu gue, Mas Taeil. Sekalian jalan jalan gitu. Mumpung hari Sabtu dan Papa pulang dinas. Tapi apalah daya gue yang mendadak demam karena terkena hujan seminggu berturut.

Bahkan pagi ini sudah turun gerimis  ringan. Musim hujan sudah datang. Aku senang.

"Kamu beneran nggak papa ditinggal sendiri?" tanya Johnny khawatir.

"Ya mau gimana," gue mengedikkan bahu. "Nggak papa, aku cuma demam kok. Aku bawa tidur besokannya juga sembuh."

"Minta temenin Doyoung deh," usul Yuta, namun gue menggeleng.

"Repot. Jangan sampai dia tau kalo aku lagi sakit. Bisa ngomel dia."

"Kenapa kamu lebih takut sama pacarmu sih dibanding sama Mas mu sendiri?!"

Johnny, Mama, dan Papa tertawa mendengar omelan Yuta dengan muka kesalnya. Gemas. Emang asyik ngejahilin Yuta.

"Doyoung hari ini lembur soalnya. Katanya banyak kerja- eh bentar. Mas tolong ambilin hp aku."

Yuta menoleh kearah hp gue yang berdering diatas meja belajar. Ia berjalan mendekat dan meraih hp gue untuk melihat siapa yang menelpon. Gue yang udah mengulurkan tangan melotot ketika ia menggeser tombol "jawab" dan menempelkannya ke telinganya sendiri.

"Doy, dimana lo?"

"..."

"Adek gue sakit nih. Orang rumah pada mau ada acara. Lo kosong nggak? Boleh gue minta tolong jagain Adek?"

"Mas dia lembur loh!" gue memekik kesal dan bangkit dari tempat tidur untuk mengambil hp gue dari tangan Yuta.

"Halo, Mas? Nggak papa aku bisa sen-."

"Kamu sakit?"

Gue menelan ludah mendengar suara Doyoung yang terdengar dingin dari seberang sana.

"Mmm nggak sakit kok. Kecapean aja. Gak papa mas Doy kan lembur ha-."

"Aku kesana sekarang."

Setelah itu panggilan berakhir.

Gue menghela nafas kesal sebelum gue memandang Yuta kesal dan meninju lengannya kuat.

"MAS YUTAAAA!"

***

"Doy, tolong titip Adek ya. Maaf kalo jadi ganggu jam kerja kamu."

Doyoung menggeleng kepalanya cepat. "Nggak, Om. Aku nggak lembur hari ini. Kerjaan ku udah selesai kemarin. Biar aku yang jagain Adek."

Papa mengangguk sebelum mengalihkan pandangannya ke gue dan mengelus rambut gue lembut.

"Istirahat. Jangan banyak pegang hp. Ngobrol aja sama Doyoung. Ya?"

Gue mengangguk. Mama tadi sempat masuk kekamar dan bilang ke Doyoung kalo ada makanan di dapur jika kami lapar nanti. Setelah itu keluarga gue pamit pergi dengan diantar Doyoung sampai depan pintu. Sedangkan gue menunggu di kamar.

Doyoung kembali dengan tatapan datarnya. Gue paham dia marah. Sejak kemaren ketika gue mulai tidak enak badan, gue tidak sama sekali menghubungi Doyoung. Gue tidur dari jam 7 dan pagi tadi suhu badan gue makin panas. Kalo aja Yuta nggak tiba tiba masuk kamar dan membangunkan gue untuk meminjam buku, mungkin keluarga gue gak akan ada yang tau kalo gue sakit.

"Kamu kemaren pergi naik apa?" tanya Doyoung.

Gue masih tidak berani menatapnya, menjawab dengan mata gue kearah jendela. "Naik motor."

Doyoung mendecak, kemudian ia mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa nggak naik mobil sih?"

"Dipake Mas Yuta."

"Kenapa nggak nelpon aku?"

Gue memandang wajahnya, kemudian menghela nafas. "Mas kan di kantor."

Semenjak Doyoung kerja, gue meminimalisir diri gue untuk tidak terlalu bergantung kepada Doyoung. Karena gue paham kerjaannya akan menyita sebagian besar waktunya. Pun sekarang gue sedang sibuk skripsi. Jadi kami jarang menghubungi satu sama lain.

Giliran berkabar taunya gue sakit. Mana nggak ngomel itu orang.

"Kenapa nggak bareng Jaehyun sih?"

"Sama pacarnya dia."

Gue juga lagi kesel sama Jaehyun. Kami jadi jarang main bareng karena dia sekarang sudah punya pacar. Chaeyeon namanya, anak kedokteran. Emang dasar Jaehyun itu bucin sejak dulu, sekarang dia kemana mana bareng pacarnya mulu. Gue juga jadi jarang ketemu sama dia.

Doyoung yang lagi duduk di tepi kasur menghela nafas kemudian beringsut mendekat kearah gue, menempelkan telapak tangannya di kepala gue.

"Panas banget. Kamu nggak pusing?"

Gue mengangguk pelan. "Dikit sih."

"Tidur aja gih kalo pusing."

"Nggak bisa tidur, mas."

Doyoung mengelus dahi gue pelan, namun berulang. Nyaman banget. Ini yang selalu dilakuin Doyoung kalo gue lagi sakit dan susah istirahat.

"Kamu tu punya tipes. Jangan kecapean. Aku nya khawatir," gumam nya pelan.

Gue memiringkan posisi tiduran gue sehingga menghadap Doyoung. Tangan Doyoung masih setia mengelus dahi gue.

"Kenapa?" tanya Doyoung ketika menyadari mata gue nggak lepas dari dia.

"Kangen," ucap gue tanpa sadar.

Gue emang sebulan ini jadi jarang komunikasi. Gue ngejar sidang awal bulan depan, jadi gue gencar banget buat nyelesain tugas akhir gue dengan cepat. Bahkan sebulan ini gue nggak ada ketemu Doyoung sama sekali, hanya sekedar bertukar kabar melalui chat. Itupun tidak intens. Betapa gue sadari hubungan gue dan Doyoung merenggang karena kami terlalu sibuk dengan urusan masing masing.

"Sini," Doyoung mendekat dan membaringkan dirinya di sebelah gue, kemudian menepuk nepuk lengannya yang ia bentangkan diatas bantal.

Gue tertawa sebelum akhirnya membaringkan kepala gue diatas lengan Doyoung, kemudian memeluk nya.

Bau parfumnya menyeruak meskipun nggak dengan jelas terserap di hidung gue. Bau yang menjadi kesukaan gue semenjak gue mengenal dia. Sangat menenangkan.

"Kangen juga aku sama kamu," ucap dia sambil mengelus dahi gue, membiarkan mata gue perlahan mengantuk.

"Cepat sembuh, kesayangan aku."

Gue sempat mendengar bisikan Doyoung dan merasakan dirinya mengecup puncak kepala gue sebelum akhirnya gue tidak sadarkan diri.

[✔]Mas Doy.Where stories live. Discover now