15

9.9K 1.1K 33
                                    

Gue memarkirkan mobil gue di garasi. Setelah melirik kearah jam tangan, gue pun segera turun dan masuk ke rumah untuk membersihkan diri.

Akhirnya, gue wisuda guys! Tepat setahun lalu gue lulus dari kampus dan alhamdulillah diterima bekerja di sebuah perusahaan konsultan di kota. Di awal sempat gue ngerasa jenuh dan rada pusing sama kerjaan yang menumpuk tapi gue bisa beradaptasi dan bertahan.

Punya duit sendiri tu enak juga ya. Sekarang nggak perlu mikir nggak enak sama orang tua kalo gue pengen beli lipstick baru atau baju baru. Kan duit gue sendiri hehe.

"Baru pulang, Dek? Lembur?"

Gue menatap Johnny yang tengah bersandar di sofa dengan Lydia, istrinya.

6 bulan yang lalu, Johnny menikah dengan kekasihnya. Mereka sudah pindah kerumah sendiri, tapi karena Mama dan Papa lagi pergi keluar kota, mereka meminta Johnny dan istrinya untuk menjaga gue dan Yuta.

Apa banget dah padahal kan gue sama Yuta udah sama sama gede.

"Kalian tuh nggak ada yang bisa masak. Kalo nggak ada Mbak Lidya kalian mau makan apa hah?"

Ucap Mama sebelum berangkat kemarin sore. Gue sama Yuta meringis dan kemudian mengiyakan ucapana Mama.

"Mas Yuta belom pulang, Mas?" tanya gue ke mas Johnny.

"Ada tuh di kamar. Lagi nelpon kekasih hati kayaknya."

Beda lagi tentang Yuta. Yuta kini sudah bertunangan dengan Lily. Padahal baru tiga bulan kenal dan Yuta sudah memohon kepada Mama dan Papa untuk melamar perempuan itu.

"Daripada ditikung ma, yaAllah kapan lagi aku nikahnya masa aku keduluan Adek."

Oh iya ngomongin tentang gue sama Doyoung.

Setahun ini sebenarnya kami masih biasa saja. Hanya saja semenjak aku kerja, hubungan kami jadi agak renggang. Kami jarang bertemu, berkabar sesempatnya. Belum lagi Doyoung yang sering keluar kota sehingga mengurangi waktu kami untuk bersama.

Sebenarnya gue nggak masalah. Toh dia juga pergi pergi demi pekerjaannya. Hanya saja beberapa waktu lalu ketika gue bertemu dengan Taeyong, ada satu ucapan Taeyong yang membuat gue agak nggak tenang.

"Kemaren pas gue balik dari Bali, ketemu Doyoung mau berangkat ke Makassar tapi bareng cewek. Dan nggak cuma sekali gue berpapasan sama dia di bandara berdua sama cewek itu."

Gue sebenarnya nggak masalah sih. Gue pikir cewek itu adalah partner kerjanya. Doyoung juga cerita kadang sama gue kalo dia berangkat sama temen ceweknya, namanya Sejeong.

Tapi, dua hari yang lalu, ketika gue mendengar kabar dari Taeyong, Doyoung nggak ada ngabarin sama sekali kalo dia berangkat ke Makassar saat itu.

Malam ini gue mencoba untuk menghubungi Doyoung duluan setelah sejak seminggu ini kami jarang berkabar. Kangen sih. Jadi setelah mandi dan berganti pakaian serta makan, gue pun mencoba menelpon Doyoung.

Panggilan pertama, tidak diangkat.

Gue mencoba menelpon lagi. Jari tangan gue mengetuk ngetuk meja rias dan menggigit bibir gue dengan resah. Kemana sih tu orang?

Dua panggilan tidak ada yang dijawab sama sekali. Gue mendengus kasar kemudian meninggalkan hp gue diatas meja dan memutuskan untuk main di kamar Yuta.

***

Jam 10 malem gue bangun dari kamar Yuta karena tadi gue ketiduran disana abis cerita cerita. Bukannya ngebangunin, Yuta malah ikut molor sambil meluk gue. Setelah susah payah membebaskan diri, akhirnya gue pun kembali ke kamar dan ketika mengecek hp, 25 panggilan tak terjawab dari Doyoung menghiasi notifikasi hp gue.

Gue pun menghubungi Doyoung dan pada deringan pertama, langsung dijawab seketika.

"Ha-,"

"KEMANA AJA SIH?!"

Gue tersentak ketika mendengar Doyoung menjawab panggilan gue dengan nada tinggi.

"Maaf tadi aku ketiduran di kamar mas Yuta," jawab gue pelan.

"Kamar Yuta? Yang bener? Bukan kamar Taeyong?"

Gue baru saja akan memaki laki laki yang sedang berbicara dengan gue kalo saja gue lagi nggak mood buat bertengkar.

"Mas, ngomong apasih?"

"Kamu tu akhir akhir ini izin ketemu Taeyong terus Taeyong terus. Lalu kemaren sore kamu ketemu Taeyong lagi kan? Terus kamu kenapa nggak izin aku? Udah ngerasa keenakan aku bebasin?"

"Mas Doyoung kenapa sih bawa bawa Kak Taeyong?" gue balik menghardik dia. "Mas juga nggak ngabarin kan kalo hari kemaren mau ke Makassar sama Mbak Sejong?!"

"Aku kan ke Makassar untuk kerja, Dek."

"Aku juga ketemu Taeyong untuk urusan kerja, Mas," jawab gue nggak kalah tegas.

"Aku nggak tau hubungan macam apa yang kalian sembunyiin di bela-,"

"Aku nggak ada nyembunyiin apa apa, Mas! Demi Tuhan!"

Gue udah capek buat sabar sabaran lagi. Bukan ini yang gue harapin ketika menghubungi Doyoung. Gue pengen Doyoung bisa nenangin gue disaat lelah seperti ini. Seperti yang biasa dia lakukan.

Namun untuk malam ini, sepertinya tidak.

Doyoung menghela nafas sebelum akhirnya ia berbicara. "Terserah. Aku mau ngurusin kerjaan dulu sama Sejeong. Kita-,"

"Wah, jam segini? Sama Mbak Sejeong? Dimana?! Kamarnya hah?!" tanya gue sesarkas mungkin.

Gue udah nggak peduli lagi. Air mata gue udah mengalir sejak tadi. Marah. Itu yang gue rasain. Gue udah nggak bisa mikir yang baik baik lagi sekarang.

"Mas aku udah berusaha percaya sama kamu. Beberapa bulan ini kita jarang bareng. Kamu keluar kota terus. Aku berusaha maklumin kamu. Aku berusaha diem. Tapi rupanya diem nya aku bikin kamu berbuat seenaknya sama hubungan kita."

Gue menggigit bibir keras, berusaha sekuat tenaga agar Doyoung tidak mendengar dengan jelas isak tangis gue.

"Jadi kamu mau apa? Mau kita udahan?"

Tangis gue pun akhirnya pecah. Udah nggak kebayang lagi sakit yang kayak gimana ketika gue mendengar Doyoung seenaknya menyudahi hubungan kita.

"Mas menyerah sama hubungan kita?" tanya gue dengan terbata.

"Percuma, Dek. Percuma kalo ngelanjutin hubungan kita kalo kamu nggak percaya sama aku."

"Aku bukannya nggak percaya, Mas!" gue mengelak. "Kamu bilang aku nggak percaya selama ini? Apa selama ini diamku belum cukup menunjukkan seberapa besar kepercayaanku sama Mas, hah?!"

Ada hening yang cukup panjang dari seberang sana sementara daritadi gue sudah berteriak dan menangis kencang. Gue ngga perduli apakah harus mengganggu tidur Yuta, Johnny, atau Lidya. Gue ngerasa nggak beres saat itu.

"Aku mau kerja dulu. Besok aku hubungi lagi."

Pip.

"Halo? Mas?! MAS??!"

Gue melempar hp gue dengan kasar kemudian mengacak rambut gue frustrasi.

"SIALAN!"

***

[✔]Mas Doy.Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon