Remah Roti

75 0 0
                                    

Ada setapak yang terbuat dari remah roti yang menyambutmu di depan pintu. Bayangkan saja itu seperti karpet merah yang menanti orang penting untuk berjalan di atasnya. Tapi itu bukan untukmu—atau siapa pun manusia yang merasa penting lainnya. Itu adalah undangan yang disebarkan oleh Rodi, bocah aneh yang tak punya teman, dengan harapan mimpinya menjadi nyata.

Tanya apa mimpinya, maka ia takkan membuka mulutnya. Ketika itu terjadi, air ludahnya seperti lem dan bibirnya hanyalah selembar kertas. Takkan pernah terbuka kecuali dipaksa dengan kekerasan, yang pastinya akan merusak kertas itu sendiri. Biarlah, sebab di matanya, warna merah tak semerah apa yang kau lihat. Sepatunya terlalu sempit untukmu dan hidupnya terlalu aneh untuk kau mengerti. Tapi ia tak masalah dengan itu semua, selama kau tak berjalan di atas remah rotinya, sebab itu bukan undangan untukmu.

Ada sebuah pesta di ujung setapak remah roti itu, yaitu di kamar yang pintunya terbuka lebar. Juga, pesta itu bukan untukmu—bukan juga untuk manusia-manusia lainnya. Tak ada balon sebab Rodi tak menyukai suara letusan balon, dan ia sedih saat itu terjadi. Juga tak ada badut sebab Rodi benci badut. Mereka tak pernah tersenyum, akunya ketika ditanya oleh ayahnya, cuma riasan yang jelas terlihat palsu. Tapi Ada kue yang punya beragam warna dan sebuah lilin menyala di ujungnya. Tak besar, hanya segenggam, tapi itu lebih dari cukup untuknya dan tamu-tamunya. Dan sebuah pisau dapur tergenggam di tangan kirinya.

Api lilin itu begitu tenang, terlihat ajaib dan penuh kehidupan ketika tangan kanan rodi menggenggamnya, duduk sambil bersila di atas ranjang seraya matanya sayu menatap jendela. Ia tak sedang menunggu, tapi sedang dihibur, oleh kehidupan dan elemen-elemennya. Kau boleh berjalan di samping remah-remah roti dan berhenti di pintu, lalu menyaksikan punggungnya menatapmu dari balik pintu. Tak perlu kau memasuki kamarnya sebab itu adalah semestanya dan kau tak bisa hidup di sana. Cukup saksikan apa yang ia lakukan maka kau akan tahu apa mimpinya semalam.

Angin yang berembus lembut masuk ke kamar dan mengelus lembut rambutnya yang mulai menyentuh bahunya. Dengan gelombang yang tak teratur, kau akan teringat lautan yang ganas setiap kali melihat kepalanya. Namun jangan merasuk terlalu jauh, sebab di dalam kepalanya lautan begitu dalam hingga cahaya tak bisa selamat. Cukup saksikan dari jauh. Cukuplah hanya matamu yang bekerja, seperti teleskop yang memata-matai galaksi tetangga. Jangan mendekat, sebab ada bintang yang begitu terang dan terlalu panas hingga bayanganmu pun bisa hangus dibuatnya.

Tapi kau akhirnya membalikkan badanmu sebab ada suara yang telah menarikmu. Di pangkal karpet merah itu ada selusin burung gereja dan seekor merpati yang masih muda. Patuk mereka begitu rakus melahap setiap remah hingga tak ada yang tersisa di belakang mereka. Kau yang peduli pun marah, berlari turun dengan gagang sapu yang begitu kokoh, berteriak kasar mengusir tikus-tikus bersayap itu hingga tanganmu yang begitu kekar berhasil melukai seekor burung gereja, sebab ia terlalu lapar, sebab remah itu terlalu lezat, sebab ia begitu rakus, sebab ia berpikir selalu positif, hingga ia tak sadar ketika teman-temannya terbang berteriak penuh peringatan dan sapumu pun jatuh meremukkan kepalanya.

Kau begitu peduli, tapi tanganmu bekerja terlalu keras. Kau lupa, terkadang ada hal yang tak perlu kau campuri sebab bagi Rodi itu bisa mengacau keseimbangan semestanya. Maka, ketika ia sadar itu terjadi, ketika mimpinya tak menjadi nyata sebab tamu-tamunya pergi ketakutan dan satu mati karenamu, jangan salahkan dia ketika ia diam-diam mendekatimu dan menggunakan ujung pisaunya untukmu alih-alih untuk memotong kuenya. Sebab kau telah mengecewakannya. Kau telah mengacaukan semestanya hingga monster yang tersembunyi di balik gelombang ganas kepalanya, yang hidup dengan mengonsumsi kegelapan, muncul ke permukaan untuk menghukummu.

Itu bukan salahnya. Ia hanya kecewa di usianya yang ketujuh tamu-tamunya kau usir. Hanya sesederhana itu.

Dalam Lipatan Origami: Kumpulan Cerita Singkat oleh Kell AllanWhere stories live. Discover now