- 16. Bukan Kencan -

437 20 0
                                    

Embun tak perlu berwarna untuk membuat daun jatuh hati padanya.

_______


[ pukul 15.30 ]
Karena ini akhir pekan, jalanan agak macet. Jalanan dan mall penuh sesak, beruntung karena Elvaro telah membeli tiketnya. Jika tidak, Langit akan menyerah pulang. Tipikal seperti Langit kan selalu mager, jika saja bukan karena traktiran kakel menjengkelkan itu dia tidak akan mau ikut.

Bagaimana bisa di sini seolah-olah seluruh penduduk negeri ini menjadi satu ditempat ini. Itulah uneg-uneg yang berada di kepala Langit. Ya jujur, dia sedikit geram pasalnya dia tidak begitu suka dengan keramaian.

Sambil menunggu film ditayangkan, mereka memanfaatkan waktu yang ada untuk mencari tujuan utama mereka di sini. Setelah beberapa kali memutari mall, Langit mengajak Elvaro untuk berbelok ke sebuah stand jumpsuit.

"Eum... Kak El, kira-kira sepupu lo itu suka pakek jumpsuit kayak gini gak?" Tanya Langit sambil menenteng salah satu jumpsuit.

"Suka-suka aja sih sepupu gue, tapi dia anaknya yaa radak kecewean banget gitu,"

"Ohh oke kak! Lo tunggu aja di situ, nanti gue cari dulu terus gue tunjukin sama lo," ucap Langit menunjuk sebuah kursi panjang di sudut ruangan.

Ketika Langit pergi mencarikan beberapa jumpsuit untuk kado sepupu Elvaro, tiba-tiba ponsel Elvaro berdering. Elvaro terkejut saat menerima panggilan tersebut,

"Iya ada apa?"

"Lo pokoknya harus tetep ngejalanin rencana kita, gue gak peduli apapun yang terjadi rencana kita harus berhasil!" ucap seseorang dari panggilan tersebut.

"Oke, tapi apa rencana lo itu gak keterlaluan Ra? Kayaknya Kykan gak orang yang sejahat itu dan... "

"Maksud lo apa hah?! Lo udah sepakat sama gue, DAN INGET! PENYEBAB REY MENINGGAL ITU LANGIT KYKANDRYA!" perempuan itu menekankan kata-katanya.

"Iya gue inget, tapi hati gue bilang kalau Langit gak bersalah,"

"Gue tau alesan lo sekarang bilang gini ke gue, jangan-jangan lo suka sama Langit?"

"Hahaha suka? Gak akan lah, gue kan sukanya sama.... "

Buru-buru Elvaro mematikan sambungan telepon itu saat dirinya melihat Langit berjalan ke arahnya.

"Menurut lo bagusan yang mana Kak?"

"Yang ini aja deh, kayaknya cocok sama sifat kecewean banget sepupu gue." kata Elvaro menunjuk sebuah jumpsuit putih dengan sentuhan telinga kelinci di antara sakunya.

Setelah membayar barang, mereka keluar dari area stand tersebut dan berjalan menuju arah bioskop di mall ini.

Langit melirik jam tangan yang melinggar di pergelangan tangan kirinya, "Masih ada waktu sekitar 15 menit, mau kemana lagi nih?"

"Mau main timezone dulu?" Saran Elvaro spontan.

"Oke boleh juga, tapi nanti kalo lo kalah dari gue jangan ngambek, hahahaha" ejek Langit lalu berlari menuju tempat yang dimaksud.

"Ye dasar lo! Lo kalik tukang ngambek kalo kalah!" Teriak Elvaro berlari mengikuti Langit.

*

Hosh...hosh...hosh

Mereka berdua mengatur nafas, karena insiden saling mengejek dan berlari beberapa menit lalu.

Langit mulai menggesek kartu pada mesin bermain. Kali ini mereka memilih basket, cara kerja permainan ini adalah mencetak skor dengan memasukkan bola sebanyak mungkin ke ring. Sesekali Langit mengedarkan pandangannya ke sekitar, entah mengapa dia merasa sedari tadi ada seseorang yang mengikutinya.

"Kak, " panggil Langit di sela-sela permainan berlangsung, tangannya masih terus mencetak skor walau pikirannya tengah tak karuan.

Tak perlu terheran, Langit memang piawai bermain basket. Tapi dia tak pernah menunjukkan kelebihannya ini pada orang lain karena beberapa alasan.

"Ya ada apa?" jawab Elvaro dengan pandangan serius berusaha mengungguli skor Langit.

"Gue ngerasa kayaknya kita diuntit seseorang deh dari tadi."

"Gue juga ngerasa gitu sih, tapi bagus lah," ucap Elvaro lalu membuat simpul di sudut bibirnya.

Langit menoleh ke arah Elvaro, menaikkan sebelah alisnya.
"Maksud lo kak?"

"Yaa bagus dong, misal yang nguntit kita itu cowok yang suka sama lo. Dia pasti cemburu dan bakal mundur soalnya lo udah sama gue, hahaha"

Langit yang sebal karena gombalan kaleng menjitak kepala Elvaro.

Elvaro hanya bisa mengaduh memegangi kepalanya yang dijitak Langit.

"Kok lo KDRT sih sama gue Ngit, "

"KDRT pala lo! Mimpi lo ketinggian! Gila gue lama-lama punya suami macem lo! Mit amit Ya Allah!"

"Ihh lo mah gitu Ngit, baperan hahaha. Oh iya btw lo menang tuh"

Langit segera menghadap layar skor, dan benar saja dirinya menang. Sebuah senyuman terbit di wajahnya.

"Rey bila kamu lihat aku menang sekarang, kamu pasti akan bahagia karena sekarang aku bisa bermain basket."

Dewi batin Langit berucap, wajahnya mendung seakan akan ada hujan deras yang turun dari pelupuk matanya. Tak sadar beberapa butiran putih mulai jatuh dari pelupuk matanya.

Elvaro yang melihat kejadian itu segera menarik Langit masuk ke dalam dekapanya; mencoba menenangkan perempuan itu dipelukannya.

*
Selepas pulang dari mall, Langit tak seperti biasanya. Dia menjadi sangat pendiam berbeda dengan dirinya yang biasanya selalu berisik dan usil. Sebab dia menjadi seperti ini adalah sembuarat bayang masa lalu yang berputar di pikirannya layaknya kaset rusak.

Dia berdiam diri di kamar–enggan keluar, dipangkuannya terdapat beberapa potongan kenangannya–berupa foto. Dipandanginya foto itu dalam-dalam, dia hanya bisa tersenyum getir kala menatap bagian dari kenangannya itu.

"Sepertinya baru kemarin kita berbincang, bersenda gurau bahkan,  berkelahi dan sekarang takdir dengan kejam merenggutmu dariku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sepertinya baru kemarin kita berbincang, bersenda gurau bahkan,  berkelahi dan sekarang takdir dengan kejam merenggutmu dariku." gumam Langit

Dia tak ingin gelapnya malam menyaksikannya terisak (lagi), tak akan membiarkan senyum yang dulu susah payah dia dapatkan kembali lenyap dari wajahnya.

*

TBC

LANGITWhere stories live. Discover now