- 17. Saat Senja Datang -

436 17 0
                                    

Kala senja hadir membawa sinar keemasan bagi banyak orang. Senja datang padaku dengan membawa titik gelap yang menyayat.

—————

Orang mengenalnya sebagai Langit yang selalu ceria, galak, gila novel, dan cerewet. Tanpa orang tau dia sebenarnya hanyalah seorang gadis rapuh dan cengeng.

Langit duduk di balkon kamarnya, menatap langit biru yang mulai berubah warna menjadi orange keemasan. Angin bertiup perlahan, seakan membuat waktu berjalan lebih lambat.

Dia memejamkan matanya mengingat sosok mendiang Reygan Pratama. Dipeluknya erat sebuah novel bergendre humor kenangan lelaki tersebut. Ada perasaan yang sulit dia artikan, hatinya sakit mengingat masa lalu mengerikannya dulu tetapi, ada sebuah kesenangan dan ketenangan saat dia menikmati senja seperti sekarang ini.

Sampai menit ini tak ada tetesan bening dari matanya, sejak dia duduk di sini. Dia membuka perlahan matanya, dia menatap lurus ke arah mentari yang mulai menghilang di ufuk barat dengan seulas senyuman.

"Senja memang ajaib, dengan mudahnya dia menghadirkan ketenangan dan keresahan dalam waktu bersamaan. Tapi terimakasih senja, karena jika kau tidak ada di dunia ini maka Langit Kykandrya ini pasti tak akan bisa mengenang laki-laki bernama Reyhan." gumam Langit pelan sebelum dia berdiri meninggalkan keindahan senja sore itu.

Dia bergegas masuk ke kamar hangatnya, tak lupa dia menutup kembali pintu kaca penghubung antara kamar dan balkon. Tanpa Langit sadari dari balik gorden tipis Al mengamatinya dari detik pertama dia berada di sana hingga akhir. Al mengacak pelan rambutnya, frustasi.

"Apa aku masih akan egois setelah mengetahui kebenaran ini, huufftt.... "

***
Memang benar-benar hari yang sial. Jadwal perlombaan pencak silat diajukan, pr segunung yang belum terselesaikan, dan ini ditambah lagi mendadak dia diikutkan menjadi panitia untuk acara anniversary sekolah. Ingin sekali dia menendang ketua kelasnya itu, Radit. Manusia super menjengkelkan setelah Al.

Dan seperti rencana, sekarang dengan malas Langit harus duduk di aula sekolah. Menyebalkan. Satu kata yang selalu dia umpatkan dalam hati. Dan jangan lupakan ekpresi Radit yang sedari tadi menahan tawa.

Langit memang terkenal dingin pada semua laki-laki di sekolah kecuali dengan Al, Elvaro, dan Radit. Karena Radit dulu adalah teman SMP nya, yaa mereka cukup akrab tapi tak sepenuhnya seakrab Langit dengan Al.

"Kalau mau ketawa, ketawa aja gak ada yang ngelarang lo," ungkap Langit sebal

"Nanti kalau gue ketawa yang ada gue bonyok kayak dulu, bhaks"

"Bodo amat Dit serah lo, sebel gue sama lo!"

"Seharusnya lo tuh berterima kasih sama gue, gue udah milih lo buat nemenin gue jadi panitia."

"Untungnya apa di gue kambing?!"

"Coba nengok ke kiri bagian belakang"

Langit mengikuti perintah Radit, dia membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Tidak percaya. Ya! Di sana tampak Al tengah menyangga kepalanya dengan tangan, jenuh. Dia membuang muka menghadap Radit tak percaya.

"Kok lo tau?! Bomat makasih pokoknya!"

Senyum Langit mengembang lebar, seperti adonan yang diberi banyak soda kue.

LANGITWhere stories live. Discover now