- 24. Box -

273 17 1
                                    

Ada rasa sesak yang ku pendam.
Entah ia mengetahuinya atau tidak.
Intinya di otakku terus terngiang kalimatnya.

_____________

"Ke mana Ngit?" Tanya Kania.

"Balik." Balas Langit singkat.

"Lo bilang mau nonton Al, tapi ini kan belum selesai."

"Gue bosen, kalo lo masih mau nonton Kak Rian gapapa gue bisa balik sendiri."

"Ngg.. gak gitu, yaudah kita balik sekarang."

Langit memutuskan kembali pada aula utama, dia mendudukan diri di samping Rena.

"Kok cepet Ngit baliknya?"

"Gak tau males."

"Dih, gak jelas lo Ngit."

"Emang gak jelas orangnya dari dulu, lo aja yang gak sadar Ren." Timpal Elvaro yang baru datang.

Tak ada balasan sepatah kata pun yang diucapkan Langit. Malas rasanya harus bertengkar dengan Elvaro saat ini.

"Oh iya, El lo gak ada kerjaan kan?"

"Gak ada,"

"Gue mau nengok bazar kali aja nemu makanan enak, laper gue."

"Terus urusannya sama gue?" Balas Elvaro sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Lo di sini dulu sama Langit, ngawasin acara di sini. Oke makasih El," ucap Rena sebelum melengos pergi begitu saja.

"Untung lo temen gue Ren," gerutunya pelan lalu duduk di samping Langit.

Tak ada percakapan di antara mereka, hanya ada suara gelak tawa dari penonton drama di aula itu. Kebetulan jadwal pertunjukan drama dan acara musik hanya berselisih beberapa menit.

"Mau permen Ngit?"

Disodorkannya sebuah permen susu rasa stoberi. Elvaro mencoba membuka obrolan dengan Langit. Namun masih saja Langit enggan untuk berbicara.

Langit mengambil permen itu, membuka bungkusnya dan langsung di masukkannya ke mulut. Kembali diam.

"Lo kenapa, baterai lo habis atau syaraf lo ada yang putus?"

Elvaro terus bertanya, tak seperti biasanya Langit menjadi pendiam. Masih tak ada balasan.

Hanya perkara Alvaro, mood Langit sekarang bisa sangat swing. Begitu besar pengaruh Al bagi kehidupan Langit. Bahkan bergerak pun malas dilakukan. Jika masih bisa tetap hidup tanpa bernafas, mungkin Langit juga malas melakukannya.

"Kak, apa omongan gue kadang bisa nyakitin hati orang ya?" Ucapnya tiba-tiba.

"Oh ternyata masih bisa ngomong lo? Gue kira udah bisu sekarang."

"Gue serius Kak,"

"Omongan yang mana dulu nih?"

"Dahlah males, gak guna ngomong sama orang rasa dinding kayak lo." Ucap Langit lalu kembali menyangga kepalanya.

"Nah kayak gitu contoh omongan yang kadang nusuk hati. Orang cakep gini dikata dinding."

"Oh, sorry kalo kadang gue asal ngomong sama Kak El."

"Dih lo kenapa deh, jangan bilang lo bentar lagi mati."

"Lo kali yang bentar lagi mati setelah gue gebukin. Gimana?"

Disodorkannya kepalan tangan lalu tersenyum manis, sweet psycho.

"Maaf gue gak main tangan sama cewek Ngit,"

LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang