3. Grasak Grusuk

30.9K 1.1K 3
                                    

Di rumah sakit
Semua menunggu di depan ruang operasi. Gifra yang pingsan harus segera dioperasi untuk menyelamatkan bayi yang dikandungnya. Gifra sepupu Zenda anak dari bude Faza. Amar sang suami terlihat cemas.
Zenda dan Gravin segera menyusul ke rumah sakit. Setelah rangkaian acara ijab qobul selesai. Mereka tidak bisa meninggalkan acara yang sedang berlangsung.

Zenda berlari ketika sudah keluar dari mobil. Gravin hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan gadis yang baru saja menyandang status sebagai istrinya.

" Abang gimana Mba Ifra? " Tanya Zenda kepada Zerva seraya mengatur napasnya yang putus-putus.

" Loh pengantin baru malah di sini. Gravinnya mana Zen? Mba Ifra masih di ruang operasi. Doain aja, " Arfey adiknya Amar yang menjawab.

" Oh Mas Gravin masih di parkiran. Habis aku khawatir. "

" Assalamualaikum. "

" Wa'alaikumsalam. "

" Kalian berdua gak capai apa. Habis acara. Nanti kan masih ada prosesi lagi. Istirahat saja. Doakan biar Ifra dan calon anakku selamat. "

Terpaksa aku dan Gravin pulang untuk istirahat karena nanti malam ada acara pedang pora. Gravin mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.

" Zen, " Suara Gravin memanggil Zenda lembut. Namun, tidak ada jawaban. Gravin menoleh  ke kursi di samping kemudi. Ia tersenyum melihat Zenda yang sudah tertidur. Ia mengulurkan tangannya menggapai kepala Zenda. Meletakkan di pundaknya.

Mobil Gravin memasuki pekarangan rumah yang sudah ada tenda dihias untuk upacara pedang pora. Ia membuka seat beltnya dan membukakan seat belt istrinya. Ia menunggu istrinya terbangun. Tanpa terasa matanya semakin berat dan ia juga ikut tertidur.

Tak berapa lama mobil Zerva terparkir di belakang mobil adiknya. Ia keluar dari mobil. Melihat mobil adiknya yang aneh ia mendekatinya. Terlihat sepasang suami istri tertidur di mobil. Posisinya lucu. Ingin dirinya tertawa terbahak-bahak tapi ia tahan. Akhirnya ia mengetuk pintu mobil adiknya.

Tuk tuk tuk
Tuk tuk tuk
Tuk tuk tuk

" Zenda, Gravin bangun kalau mau tidur jangan di mobil, "
Gravin membuka matanya perlahan diikuti Zenda. Seketika kedua sejoli itu turun dari mobil.

Zerva yang sedari tadi menahan tawa kini tertawa lebar.
Hahahaha
Hahahaha

" Hahahaha.  Kalian lagian ngapain segala pakai tidur di mobil. Kamarnya dibawa pergi sama siput apa? Hahaha, " Ucapnya memasuki rumah.

"Hish. Abang mah nyebelin. Hush sana masuk! "

" Wlekk, " Zerva menjulurkan lidahnya. Gravin hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

" Abang ih awas ya, " Zenda berlari mengejar abangnya tapi ia tersandung kursi yang berjejer di halaman rumah.

" Aduh, " Suara Zenda yang sudah terjatuh di tanah.

Gravin mengalungkan tangan Zenda ke lehernya membantu berjalan. Ia mendudukkannya di sofa kamar. Gravin keluar kamar menuju dapur mengambil es batu kemudian meletakkan dalam baskom dan mengambil handuk kecil. Ia meletakkan baskom berisi es di depan sofa. Ikut duduk di sofa. Mengambil kaki Zenda yang sakit. Menyibak celana bahan yang dipakai istrinya. Ia mengompres kaki Zenda dengan lembut.

" Sayang kamu harus hati-hati ya. Boleh sih kesal dengan abangmu. Tapi diakan hanya bercanda hmm. Jadi jatuh karena kamu terburu-buru mengejar Bang Zerva kan? "
Zenda hanya mengangguk lemah.

" Maaf. "

" Aku cuma khawatir sama kamu. Aku juga mau menceritakan hal yang mungkin belum kamu tahu. "

" Iya. Yaudah aku bisa kompres sendiri bang. "

" Gak. Biar Abang aja. Belum tentu Abang bisa memerhatikan kau seperti ini setiap hari Zenda. "

" Iya aku tahu bang. "

" Kalau tentang keluargaku. Kamu pasti sudah tahu. Tentang hubungan cintaku. Aku tidak pernah menjalin hubungan percintaan dengan siapapun. Kalau teman dekat banyak. Tapi just friend no more. Teman dekatku yang perempuan banyak sejak Pendidikan di akademi militer. Mereka menjadi sahabat abang. Ada yang memang terang-terangan mengungkapkan perasaan sukanya sama abang tapi abang tolak karena hanya menganggap sebatas teman. Sampai saat ini kami masih berteman. Mungkin nanti waktu upacara pedang pora dia datang. Namanya Wetru, Rendri, Purita, dan Alveli. Yang menyatakan suka dulu sama abang itu Alveli dan Wetru.

Dulu waktu abang masih sekolah juga ada yang menyatakan suka dengan abang namanya Sifqa. Abang juga suka dulu sama dia tapi sebelum abang menjawab dia sudah pindah ke Papua. Sampai saat ini Abang gak tahu kabarnya. Tapi rasa suka abang masih ada sedikit sama dia. Abang gak mau munafik. Dia spesial tapi kini abang telah memiliki orang yang lebih spesial daripada Sifqa namanya Zenda Aliksi Adimakayasa. "

Mendengar penuturan Gravin pipi Zenda merona. Ia menunjukkan wajahnya. Ia tahu Gravin menatapnya saat ini.

" Ish Abang jangan lihatin aku kek gitu, " Ucapnya masih menunduk.

" Jangan nunduk dong sayangnya Gravin hmm. Abang kan Ndak bisa lihat wajah cantik kou tu. "

Gravin meletakkan kompresan ke baskom. Mendekat ke arah Zenda. Ia menangkup wajah istrinya

Cup

Satu ciuman mendarat di kening Zenda.
" Semoga kamu menjadi istri yang Sholehah, kuat, sabar, ikhlas dalam mendampingiku menjadi abdi negara. Aku tidak bisa menjanjikan apapun. Tapi aku akan berusaha semampuku untuk membuatmu selalu bahagia bersamaku. Maafkan aku jika aku tidak bisa menemani setiap detikmu. Kamu tahu waktuku, hidupku, dan nyawaku sudah terikat dengan sumpah prajurit dan Sapta marga. Kamu adalah anugerah Tuhan yang aku syukuri. Ingatkan aku bila langkahku salah. Iringi aku dalam setiap bait doamu. Ikhlaskan aku bila waktuku telah tiba. Aku sangat mencintaimu istriku. Ana ukhi bukki fillah Zenda Aliksi Adimakayasa. "

Air mata Zenda mengalir. Ia terharu dengan ungkapan tulis Gravin. Gravin memeluknya. Ia balas memeluk suaminya erat. Menelusup kan wajah di dada bidang suaminya. Gravin mencium puncak kepala Zenda berkali-kali.

" Aku juga mencintaimu abang, " Ucap Zenda di sela-sela tangisnya.

Gravin mengurai pelukan setelah tangis Zenda reda.
" Duh ko bidadari abang nangis sih. Hmm? " Gravin menghapus air mata Zenda dengan ibu jarinya. Mata Zenda terlihat sembab. Hidungnya merah. Napasnya masih sesenggukan. Zenda kembali memeluk Gravin. Nyaman.

Ceklek

Suara pintu kamar terbuka.
" Kal. Buset lagi ngapain penganten baru. Hadeuh mata gue lama-lama nyekpus deh. "

" Lagian Abang tiba-tiba buka pintu ga ketuk palu. Eh ketuk pintu. "

" Duh riweuh ya manten. Dah buruan ya kalian mandi. Habis tu makan terus siap-siap. "

" Iya iya Abang tersayang uhh, " Zenda mencubit pipi Zerva.

" Duh sakit dek. Kira-kira kalau nyubit. Entar abangmu ini gak ganteng lagi gimana. Entar kan Abang mau cari cecan pas pesta pedang pora. "

" Hilih ganteng dilihat dari pucuk Monas juga kagak kelihatan ganteng. "

" Gitu ya sama Abang ngeselin jadi adik. Tak doain cepet dapat Zenda and Gravin junior deh. Aamiin, " Ucapnya ngeloyor pergi dari kamar.

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang