18. Jadi Pulang?

10.6K 507 3
                                    

Malam ini Zenda duduk sendiri di ayunan. Rama dan Ghiffar sudah tidur. Alvicha menemani mereka di kamar. Zenda menatap langit. Terdapat banyak bintang. Ia tersenyum kecut. Ia sangat merindukan Gravin. Besok adalah hari kepulangan Gravin. Ia bahkan sudah membuat kue kering kesukaan Gravin. Padahal ia juga sibuk merawat kembar. Tapi ia menyempatkan untuk menyambut suaminya. Ah rasanya tidak sabar. Udara malam terasa semakin dingin. Ia mengeratkan jaket yang dipakainya. Rasanya masih mau memandangi bintang lebih lama. Lama-lama tubuhnya menggigil. Ia masuk ke dalam rumah. Membuat coklat hangat. Ia menyesap dengan lembut.

😎😎😎

Zenda menyiapkan peralatan untuk Rama dan Ghiffar. Ia berencana untuk menginap di rumah papa mertuanya. Setelah mengantar Rama dan Ghiffar ia akan menjemput suami tercintanya. Senyumnya tak henti mengembang. Ia menyetir mobil. Ibu-ibu Pia banyak yang sedang menunggu kedatangan mereka. Ia membawa sepucuk surat dan satu botol parfum. Tak lama suara mobil militer berhenti. Pasukan melakukan upacara baru kemudian menemui keluarga yang menjemput. Zenda melihat pasukan yang satu persatu menemukan keluarga atau rekanita menjemput. Ia belum melihat Gravin.

Alvicha juga tidak kelihatan menjemput Jovan. Ah selain Gravin ia juga belum melihat Jovan. Dimana mereka. Lapangan sudah hampir sepi. Zenda duduk di tepi lapangan. Ia menunduk.

" Istrinya Gravin? "
Zenda melihat orang yang menepuk pundaknya. Seorang laki-laki dengan seragam PDL.

" Iya. "

" Ah komandan menunggu Anda. Mari saya antar, " Zenda mengikuti langkah laki-laki itu. Ia memasuki mobilnya dan mengikuti mobil yang dikendarai laki-laki itu.

😎😎😎

Zenda melempar tas tangannya asal. Ia duduk di sofa ruang tamu. Papa yang baru memberi makan ikan terlonjak. Ia menghampiri menantu cantiknya itu.

" Kenapa? Gravin mana? "

" Papa belum tahu? Abang tuh hilang gak ketemu. Mereka sudah mencari tapi gak ada pa. "

" Apa? "

" Aku gak tahu harus gimana pa? Ini mimpi apa bukan. Abang pasti pulang kan pa? Kata papa abang seminggu lalu telepon. Aku gak bisa ngehubungin abang karena tiap hari aku sibuk ini itu. Gak bisa pegang ponsel. Pa? "

Air mata Zenda yang menumpuk di pelupuk akhirnya keluar. Papa hanya mengelus pundak Zenda. Ia baru saja menerima berita jika Gravin dan Jovan hilang.

Suara tangisan Ghiffar terdengar nyaring. Zenda menghampiri dan menenangkan.

" Ini surat tanah dan rumah yang sudah Gravin bangun sebelum nikah sama kamu, " Zenda menerima map. Ia menidurkan Ghiffar yang sudah berhenti menangis.

" Terus? "

" Ya ini rumah kalian. Papa terserah kamu mau tinggal di mana. Tapi minggu depan papa mau kembali ke Jerman. Papa masih gak kuat di sini Zenda keingat mama. Kalau kamu mau di sini gapapa sama adiknya Gravin sama bibi, dan Pak Beno satpam. "

" Aku masih gak tahu mau ngapain pa. "

" Yaudah kamu simpan itu surat nya. Yuk cucu eyang jalan-jalan mau gak? " Papa membawa kembar jalan-jalan dengan stroller. Zenda duduk di taman belakang dengan map laporan perkembangan resto.

Malam penuh bintang. Ia duduk di teras rumah dinas. Ia memandangi langit yang gelap. Gravin duduk di belakang dan memeluknya. Ia menumpukan kepala pada bahu Zenda. Hangat tubuh Gravin menjalar ke tubuh Zenda. agak terkejut. Ia kemudian tersenyum setelah melihat siapa yang memeluknya. Gravin mencium pipi kirinya.

" Apa yang kamu pikirkan? "

" Tidak ada. "

" Kamu pasti bohong. " Gravin mencubit hidung Zenda pelan. Ia terkekeh saat melihat bibir Zenda mengerucut.

Cup

" Aish Abang mah main cium aja. Sana jauh-jauh ah. "

" Bener nih? Yakin gak akan kangen? Gak akan kedinginan karena gak ada yang peluk? Hm, " Gravin melepas pelukan dan sedikit menjauh dari Zenda. Ia bersandar di tembok. Meluruskan kaki jenjangnya.

" Apa benar itu kode? Haish harusnya aku gak bilang gitu dulu, " Zenda menggerutu pelan.

" Kode apa? " Papa kembali dengan kembar yang masih di atas stroller.

" Ehm gak pa. Bukan apa-apa. Oh ya pa aku minta tolong jagain kembar bisa pa? Aku mau ke resto. Ada hal yang harus kutangani. Janji 3 jam pulang pa. "

" Bukannya kamu udah ada wakil? "

" Iya pa. Dia sahabatku tapi dia juga sedang kehilangan. Calon suaminya hilang kaya bang Gravin. Dia pasti terpukul pa. Kedua kalinya pernikahan dia gagal. Pertama waktu mereka dapat tugas dan sekarang. "

" Yasudah hati-hati. "

" Oke papa. "

Zenda berada di ruang kerjanya. Ia menelungkup kan kepala ke atas meja. Tak lama telepon di atas mejanya berdering. Ia mengangkatnya.

".... "

" Hm. "

" .... " Raut wajah Zenda berubah. Mulutnya sedikit terbuka. Wajahnya menjadi merah.

" Oke, " Ia memutus sambungan telepon.

Zenda mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit. Setelah mematikan mesin mobil ia keluar dan menuju IGD. Ia melihat seorang dokter keluar dari IGD. Ia cepat menghampiri. Ia terburu-buru masuk. Alvicha terbaring dengan kepala yang diperban. Ia duduk di dekat ranjang perawatan.

" Vich, " Zenda memanggil namanya lembut. Ia memegang telapak tangan Vicha yang tidak diinfus. Wajah Vicha sangat pucat. Matanya bengkak.

" Zen, " Zenda menatap Alvicha yang sudah membuka matanya.

" Kenapa? Apa butuh sesuatu? "
Alvicha menggeleng lemah. Air matanya keluar. Bibirnya seperti akan mengeluarkan kata.

" Jovan. Mereka bohong kan? Dia lagi kasih gue kejutan kan Zen? Bilang gue Zen. Kejutannya sama sekali gak lucu tahu gak. Gue cuma butuh Jovan udah. Gak butuh kejutan lain. "

" Sabar Vich, " Zenda hanya bisa memeluk sahabatnya.

😎😎😎

" Keadaan Alvicha belum stabil. Ia mengalami syok berat dan frustasi yang sangat dalam. Saya harap Anda bisa mengajaknya ngobrol minimal satu kali dalam sehari. Jangan membahas yang membuat dia tertekan. Psikisnya masih lemah. "

😎😎😎

" Ini lebih dari 3 jam Zenda, " Papa duduk di kursi depan Zenda. Ia membawa 2 gelas teh hangat. Zenda menyambar satu gelas teh hangat. Pikiran kacau.

" Pa besok aku cari baby sitter buat kembar. Banyak yang harus aku selesaikan. Manager baru di resto belum bisa kupercaya. Alvicha masih tertekan. Butik aku juga butuh perhatian. Aku bisa gila pa. "

" Kamu yakin? "

" Aku harus bangkit. Aku akan tetap di rumah ini pa. Aku gak mau pindah. Lagian adik bang Gravin bisa ikut jaga kembar. Ya aku gak bisa jaga kembar 24 jam lagi. Tapi aku usahakan tetap memperhatikan mereka. "

" Papa akan dukung apapun keputusan kamu. Bagaimana dengan ayah dan bunda? "

" Mereka juga pasti dukung aku. Sama seperti papa. "

" Baiklah. Hubungi papa kalau butuh bantuan. "

Zenda mengangguk semangat. Ia masuk ke kamar kembar. Mereka sedang bermain dengan mainan di atas tempat tidur. Ia mencium pipi Rama dan Ghiffar. Rindu sekali dengan kedua anaknya.

Future Pedang Pora (Tamat)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt