14. Bersama Rendi dan Faren

11.4K 537 0
                                    

" Yaudah Vich ke sini lah. Aku lagi di rumah mama. "

" Oke-oke. Lo mau gue beliin apaan nih? Biasanya bumil suka gitu kan? "

" Apa ya? Gak deh. Lagi gak pingin apa-apa. "

" Oke otw. "

Sambungan telepon terputus. Zenda berjalan membuka pintu balkon. Ia duduk di ayunan. Menatap langit yang masih terik. Ia makan kue kering buatan mama. Ia bahkan selalu mual selama tinggal di rumah bunda jika melihat dapur.

Alvicha segera ke kamar Gravin karena Zenda di sana kata mama mertuanya. Ia mengetuk pintu kemudian masuk. Tidak ada orang. Tapi pintu balkon terbuka.

" Hallo bumil. "

" Eh... Vicha. Hai. "

" Ngelamun Lo? Kenapa kangen Ama laki lu ya? Sampe ke sini segala. "

" Kangen lah. Belum ada kabar lagi. Terakhir juga sebulan lalu. Sampe spam nih chatku. "

" Sabar ya. Kan tahu sendiri begimane dia. Gue juga kan nikahan gue mundur. Sebelum tugas ini Jovan dinas. Nah pas mau pengajuan eh dapat tugas lagi. Yaudah gue ke WO dll lagi sendiri. Strong harus mah. "

" Haha sip. Oh ya Bang Zerva mau naik pangkat dia katanya. Setelah penyematan tanda dia bakal langsung lamar cewek. "

" Kapan? Belum tahu juga. Tapi dia bakal pindah lagi baru naik pangkat ya pas pindahnya itu. "

" Gimana rasanya jadi bumil Zen? Muntah-muntah kek orang-orang gitu gak sih lo? "

" Engga sih kalau muntah. Gue mual kalau lihat dapur. Makanya gak pernah ke resto. La ngapain gue ke resto kalau gak di dapur kan? Cuma ya itu berapa jam sekali makan. Nyemil tiap 30 menit. Berasa lapar terus. "

" Udah gede ya perut lo kalau pakai baju rumahan gini. Kalau pakai baju resmi kagak kelihatan cuy. "

" Haha iya. Ada dua nih aunti Vicha. "

" Eh serius? Kirain bohong. "

" Ya perkiraan sih twin gak tahu deh gue yang penting sehat. "

✈✈✈

Zenda kembali ke rumah dinas. Ia merindukan suasana rumah dinas. Alvicha menemaninya di rumah. Ia tidak pulang ke kontrakannya. Pagi ini Alvicha telah berangkat ke resto. Tinggal Zenda sendiri di rumah. Ia duduk menonton TV. Karena bosan ia memutuskan untuk jalan-jalan keliling kompleks. Ia melihat tentara yang masih muda di depan barak bujang. Banyak yang menyapanya. Ia duduk di bawah pohon untuk beristirahat.

" Loh bu kapten? " Rendi yang baru selesai berdinas menghampiri Zenda. Zenda menoleh dan tersenyum singkat.

" Wah bu Gravin sendiri? Biasanya sama Mbak Vic. "

" Haha iya dia lagi di resto, "
Hening. Hanya suara angin menerbangkan dedaunan yang berguguran.

" Ren sudah selesai dinas? "

" Eh... Oh iya. "

" Boleh minta tolong? "

" Iya kalau saya bisa. "

" Temani jalan-jalan mau gak? Kamu ajak satu lagi teman. Emm gak papa kan jalan sama bumil? "

" Seriusan bu Gravin? "

" Iya tapi kalau gak bisa sih gapapa. "

" Bisa-bisa. Kebetulan saya dinas malam jadi sekarang sudah di barak ini. Yasudah saya ajak Faren saja. Nanti bu Gravin saya jemput. Tak pinjam mobil Bang Arya hehe, " Zenda belum menjawab Rendi sudah berlari pergi. Zenda kembali ke rumah. Jalan sebentar saja membuat dia ngos-ngosan. Ia menatap taman di depan rumah. Taman dengan tanaman yang disusun dalam pot kecil. Membentuk kata Vinda gabungan dari nama Gravin dan Zenda. Ia tersenyum dan masuk ke dalam rumah untuk bersiap. Pintu depan ia biarkan terbuka.

Zenda baru saja menambah tanaman kaktus mini menjadi hiasan di meja ruang tamu. Juga beberapa keripik dan camilan.

" Assalamualaikum bu Gravin. "

" Wa'alaikumsalam. Wah sudah datang. Mau minum dulu atau makan? "

" Tidak bu. Baru saja makan, "
Rendi duduk di belakang setir dengan Faren di sampingnya dan Zenda duduk di belakang. Zenda menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Ia mengelus perutnya. Taman bermain di tengah kota menjadi pilihan. Rendi berdiri antre di depan tempat penjualan tiket. Faren menemani Zenda menunggu. Mereka melihat lalu lalang pengunjung.

Bruk

Zenda agak terdorong ke belakang. Beruntung ia memiliki keseimbangan bagus sehingga tidak terjatuh. Seorang anak laki-laki yang menabraknya terjatuh di depannya. Ia mengulurkan tangan untuk membantu. Anak itu hanya diam menatap uluran tangan Zenda kemudian meraihnya. Zenda berjongkok menyamakan tinggi dengan anak itu. Anak itu hanya menunduk.

" Maaf, " Satu kata terucap dari bibir mungilnya.

" Iya. Kenapa kamu lari hm? "

" Arsenal! " Seorang wanita menghampiri anak di depan Zenda.

" Bunda, " Anak itu menggumam lirih.

Wanita itu menatap Zenda. Tersenyum ke arahnya. Zenda balas tersenyum. Ia ikut berjongkok dan memeluk anak laki-laki.

" Ah apa Arsen membuat masalah denganmu...? " Tanya wanita itu setelah melepas pelukan.

Mereka bertiga berdiri. Wanita itu menyalami Zenda.

" Ah tidak. "

" Oke. Aku Difa bunda Arsenal. Dia Arsenal anakku. "

" Oh cakepnya. Aku Zenda. "

" Makasih ya aku duluan buru-buru. "

" Ah ya. "

Rendi mengajak masuk ke taman bermain karena telah mendapat tiket. Zenda merasa seperti membawa dua bodyguard. Ia tidak bisa menaiki wahana ekstrim. Jadinya ia hanya melihat dan menyuruh kedua bawahan suaminya yang naik wahana. Ia tertawa melihat Faren yang teriak dari atas wahana. Ekspresi ketakutan dan mulut yang menganga lebar. Faren dan Rendi menghampiri Zenda yang masih dengan sisa tawanya.

" Hahaha Faren lucu. Haha. Masih mau naik gak? "

" Gak deh. Heh mending juga latihan lapangan daripada naik begitu. Kek pingin muntah ini, "
Rendi dengan sigap membelikan air mineral dan memberikan kepada Faren. Wajahnya masih pucat. Mereka duduk di bangku yang tersedia.

Zenda memakan batagor dengan lahap. Ia baru saja menyuruh Rendi untuk membelikannya di kios-kios yang berjejer menjual makanan. Ia berhuh-hah karena kepedasan. Faren yang sudah tidak sepucat tadi mengambil susu kotak dan memasang sedotan memberikan kepada Zenda.

" Huh masih pedas. "
" Habisin susunya bu kapten. Haha. Lucu banget sampai keringatan gitu, " Faren tersenyum mengejek dan memakan snacknya sendiri. Ia juga meminum jus buah.

Zenda mengajak keduanya ke restoran cepat saji di kawasan taman bermain. Mereka duduk di meja bundar. Zenda memainkan ponselnya menunggu pesanan.

" Bu Gravin. "

" Hm apa? "

" Kenapa ngajak kita berdua main? Ditraktir lagi? Aneh aja gitu. "

Zenda meletakkan ponsel di atas meja. Menatap keduanya bergantian.

" Pingin sekali-kali main sama kalian. Seru haha. Lagian aku kangen sama abang. Abang belum bisa dihubungi. Sebenarnya aku belum boleh kembali ke kompleks lagi sama bunda dan mama. Tapi ya di sini setidaknya aku bisa lihat kalian pakai seragam. Sedikit mengobati rindu sama abang hehe. "

" Siap salah. Maaf menanyakan itu. "

" Gapapa. Oh ya makasih ya udah nemenin. Ngomong-ngomong jangan panggil bu Gravin. Zenda panggil Zenda aja. "

Future Pedang Pora (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora