25. Aduh

9K 524 16
                                    

Gravin berjalan di belakang Verina. Ia hanya mengikuti perempuan itu pergi tanpa ingin berjalan di sisinya.

" Ayo Vin. Lelet banget sih kamu sekarang, " Gravin mempercepat langkahnya. Mereka masuk ke toko sepatu. Gravin duduk di kursi yang telah disediakan tidak berniat melihat-lihat. Verina dengan mata berbinar segera ke bagian sepatu perempuan. Ia mengambil salah satu sepatu dengan merk terkenal.

Gravin keluar dari toko karena ia mendapat telepon dari atasannya. Ia berjalan menuju parkiran dan masuk ke mobil. Setelah selesai menelepon ia mengendarai mobilnya menuju batalyon. Ia bahkan lupa jika tadi sedang pergi bersama Verina.

👌👌👌

Sudah dua minggu Gravin tidak bertemu dengan Rama dan Ghiffar. Ia merasa ada yang kurang dalam dirinya ketika tidak bertemu mereka. Rama yang selalu diam namun sekali berkata kata-katanya harus dipatuhi. Ghiffar yang jail selalu seenaknya sendiri. Selalu membuat Gravin tertawa terpingkal-pingkal. Ia tidak tahu ke mana mereka pergi.

Saat masih bisa bertemu mereka ia bahkan belum sempat meminta nomor ponsel Zenda. Ia terlalu terbuai karena selalu bisa bertemu Rama dan Ghiffar. Ia bahkan sudah bertanya dengan orang yang selalu menyebut dirinya orang tua Gravin tetapi mereka tidak mau memberitahu. Ia mengacak rambutnya yang pendek. Menggebrak meja yang ada di depannya. Faren yang baru akan mengetuk pintu terlonjak kaget. Ia mengelus dadanya dan mengetuk pintu.

" Masuk. "

Faren masuk dengan membawa berkas dalam map. Ia meletakkan di atas meja Gravin.

" Siap ini laporan pasukan yang akan dipindah ke Kota Palembang pak. Mohon untuk ditandatangani, " Gravin mengambil pena dan membuka berkas. Ia bahkan tidak melihat isinya. Langsung membuka, menandatangani dan menyerahkan pada Faren. Faren heran biasanya Gravin paling detail dalam memeriksa sampai hal-hal kecil. Ia menggelengkan kepala pelan dan pamit keluar.

Gravin yang suntuk keluar ruangan. Ia berjalan menuju taman melewati parkiran. Badan Gravin terantuk mobil karena Rendi sedang memposisikan mobil untuk parkir. Badan Gravin limbung ke belakang. Kepalanya terantuk sudut beton.

Belum selesai parkir Rendi turun dari mobil. Ia melihat Gravin telah jatuh. Kepalanya mengeluarkan darah. Ia tidak sadarkan diri.

" Pot bantu! " Ia berteriak ke arah Iyan. Iyan berlari membantu membawa Gravin ke dalam mobil. Ia mengemudi ke rumah sakit tentara. Faren memegang kepala Gravin yang berdarah. Ia menahan darah dengan seragamnya. Tadi setelah masuk mobil ia melepas seragam PDLnya sehingga hanya menyisakan kaos doreng.

Penampilan Faren berantakan. Pakaiannya kotor oleh darah. Ia mengambil brankar dan memanggil petugas medis. Faren dan Iyan menunggu di kursi tunggu. Faren mengetuk-etukkan sepatunya sehingga berbunyi tuk tuk. Ia cemas. Bagaimana bisa saat ia memundurkan mobil ada Gravin di belakang mobil.

" Ren. "

" Hm? " Rendi menoleh ke arah Iyan. Sedari tadi mereka hanya duduk diam dengan suara berisik sepatu Faren.

" Kenapa si Gravin sampai berdarah gitu kepalanya? "

" Tadi kan pagi gue pergi. Nah pas balik gak tahu si Gravin datang dari mana eh gue mundurin mobil mau parkir ketabrak dia. Terus kepalanya terantuk sudut beton parkiran. "

" Semoga gak papa deh. Kasihan gue sama dia. Sejak Zenda sama anak-anaknya pindah tambah serem aja. Tapi diam mulu kek banyak pikiran. Kalau Zenda di sini lebih kasihan lagi gue. Tiap hari Gravin jalan mulu sama Verina. "

" Gue juga heran kesambet apaan pas tugas dia sampai gitu. Gak habis pikir. Jovan dia malah benar-benar meninggal. Tahu gak lo sahabat Zenda? Namanya Alvicha udah tunangan sama Jovan. Tapi ya takdir berkata tidak. "

😭😭😭

Tiga hari Gravin di rumah sakit. Ia belum sadarkan diri sama sekali. Ibu dan ayah datang menjenguk bergantian. Verina sedang menjaga Gravin di ruang perawatannya. Ia bermain ponsel. Membuka akun sosial medianya. Bosan melihat akun sosial media ia duduk di kursi samping ranjang perawatan Gravin.

" Vin, bangunlah. Aku kangen tahu sama kamu. Kata kamu kita bakal nikah hm? Zenda sama kembar juga dah pergi gak ada yang akan ganggu kita lagi. Vin, tapi sayangnya kalau nikah sama kamu tu ribet. Statusmu masih suami si bitch itu. Kesel kalau ada yang gangguin. "

Gravin masih dengan posisi sama. Matanya terpejam belum ada pergerakan.

" Vin, salahmu sih gak nanya aku. Aku tahu loh di mana istri kamu itu. Sengaja sih gak aku kasih tahu. Bahkan kalau kamu nanya aku. Lama Vin nunggu kamu bisa sama aku. Aku gak nyangka aja ketemu lagi sama kamu. Tapi ya baguslah kan kamu gak ingat apapun. Jadi kita bisa bareng. Vin, Zenda tuh sekarang sekota sama kakanya. Siapa ya namanya samaan deh namanya. Ze apa gitu. Iya di kota kakaknya tugas. "

😭😭😭

Gravin membuka matanya perlahan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada siapapun. Kerongkongannya kering. Ia berniat mengambil gelas berisi air. Tapi tangannya terlalu lemah. Sebuah tangan menyodorkan segelas air dan sedotan. Gravin menatapnya lama. Matanya memancarkan kerinduan. Ia tersenyum tulus.

" Sayang. "
" Iya. Sebentar biar aku naikkan dulu nanti abang nyaman yah? " Zenda menaikkan ranjang agar Gravin dapat berposisi duduk. Zenda membantu Gravin minum. Gravin menatap bingung ke arah Zenda. Kenapa perempuan itu hanya diam.

" Abang.... "

" Gravin udah bangun? " Bunda bertanya dengan khawatir.

" Ayah mana bu? "

" Sebentar lagi juga ke sini, " Gravin mengangguk lemah. Ia menatap Zenda yang telah duduk di kursi samping ranjangnya. Ia tidak membawa Rama dan Ghiffar. Papa menjaga mereka di rumah. Ia kembali kemarin setelah mendengar kabar dari Faren jika Gravin kecelakaan.

" Vin kamu ingat siapa perempuan ini? Kamu ingat siapa bunda? "

" Iya ingat Bun. Zenda Aliksi Adimakayasa istriku. Bunda adalah ibu mertuaku. "

" Abang bener ingat? Kalau Verina? "

" Verina temanku dulu pas sekolah. Udah lama gak ketemu, " Zenda yang tadi berdiri sebentar jatuh terduduk.
Bunda meninggalkan ruang perawatan Gravin.

" Bang, abang tahu gak berapa lama Abang sakit? Abang gak ingat siapa aku, bunda, ayah, papa, Bang Zerva, Faren, Rendi, Rama, Ghiffar. Dan abang teganya tunangan sama Verina, " Zenda menghirup napas cepat. Kemudian melanjutkan bicara.

" Berapa luas hati ini bang tiap hari Abang jemput anak kita. Tapi bukan denganku bang dengan Verina. Teganya dirimu bang. Ayo tanding Yong Moo Do bang kalau abang udah sehat. Kesal sekali aku sama abang. Lama tugas gak pulang. Pulang gak ingat siapa pun cuma ingat kalau abdi negara. Pingin kutonjok aja kamu bang. "

Gravin tertawa sambil menahan sakit karena pergerakan.

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang