Epilogue

4.2K 552 36
                                    


Terima kasih karena percaya padaku

::Hear Our Heart Epilog::

.

.

.

“Aku akan kembali, karena aku sudah berjanji.”

Dan Yoongi melakukannya. Kembali ke tempat di mana ia seharusnya, menepati janji manis yang ia lontarkan pada semua orang. Walau kenyataan bahwa pendengarannya tak pulih 100%, tapi ia memilih untuk kembali bersama BTS dan ARMY, merancang semua hal indah di masa mendatang.

Beberapa bulan yang lalu, hampir setahun setelah operasi terakhir yang ia lakukan.  Yoongi sempat memikirkannya dalam-dalam tentang kembali menjalani kehidupannya semula sebagai member BTS ataukah harus meninggalkannya lalu membangun kehidupan baru. Operasinya tidak gagal, semuanya berlangsung dengan sangat baik tapi resiko yang ditanggung seperti ini adanya. Dokter mengatakan tuli ringan, ia masih bisa mendengar bahkan tanpa alat bantu. Namun saat berada di kebisingan, ia akan mulai kehilangan konsentrasi untuk menangkap suara di sekitarnya. Kenyataan yang sedikit mengiris perasaannya.

Yoongi pun masih menulis lagu dan menciptakan melodi-melodinya, kemampuannya tak berkurang sedikit pun bahkan ia terus berusaha membuat lagu yang lebih indah dari sebelumnya. Namun semuanya tetap terasa tak sama baginya, satu yang pasti bahwa Yoongi hanya bersyukur bahwa ia memiliki banyak orang di sisinya. Keluarga, member, staff dan tentunya fansnya.



HYUNG!”

Yoongi berbalik, pandangannya bertubrukan dengan pemilik mata bulat lucu itu. Jungkook kini mencebikkan bibirnya hendak protes, lelaki itu pasti ingin segera tiba di kawasan camp yang sudah disewa perusahaannya lalu melakukan banyak hal. Tapi Yoongi malah berhenti dan terdiam memandangi sungai mengalir tak jauh darinya.
Yoongi tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya, merangkul Jungkook dan berjalan bersama. Sudah sangat lama mereka menginginkan untuk menikmati suasana seperti ini, menghabiskan waktu bersama member lain dan para staff mereka. Tanpa kamera yang mengikuti dan media yang memberitakan. Hanya mereka saja.

“Lihatlah, Jimin dan Taehyung berdebat lagi,” Namjoon yang tak jauh darinya bergumam dengan senyum tenang yang terukir di bibirnya.

Melihat Jimin dan Taehyung berdebat sebenarnya sudah menjadi hal yang terlalu sering terjadi. Mereka akan mendebatkan banyak hal, Jimin akan terus mengomel seperti anak kecil dan Taehyung akan memprotes Jimin habis-habisan. Dua lelaki dengan umur sama itu kadang membuat Yoongi iri. Andai kelahiran Seokjin ditunda 26 hari lagi, ia tak perlu memanggil lelaki itu dengan sebutan hyung. Dan ia akan bernasib sama dengan Jimin-Taehyung juga Namjoon-Hoseok.

Yoongi sekali lagi tersenyum, membayangkan bahwa Seokjin benar-benar menjadi teman seumurannya. Ia prediksi mereka akan lebih sering berdebat dibanding yang lain.

“Kenapa tersenyum seperti itu, hyung?”

Yoongi menoleh menatap Jungkook, ia kemudian mengusap rambut Jungkook pelan dengan senyum semakin lebar, “Kita senasib.”

Jungkook menaikkan sebelah alisnya, “Apa? Maksudnya hyung?”

Yoongi menggeleng, sepertinya ia harus mensyukuri bahwa ia tak seumuran dengan Seokjin dan membuat lelaki paling muda ini sendirian, “Lupakan!”

Jungkook menghela napas hendak mempertanyakannya lagi, namun teriakan Jimin dan Taehyung yang begitu semangat karena telah tiba di tempat camp membuat Jungkook seketika memilih berlari dan mengikuti dua kakaknya, mengelilingi tempat tersebut dengan berlari kecil sambil merentangkan tangan. Benar-benar seperti anak kecil. Yoongi bahkan sempat berpikir mereka bertiga adalah anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa, sungguh... Yoongi kadang merasa sangat gemas dengan tiga adiknya itu.

Helaan napasnya terdengar, lelaki itu kemudian memilih duduk sejenak di atas rerumputan, mendongak ke atas sembari menatap langit yang tak seterang sebelumnya. Langit sore yang begitu indah dan garis-garis awan yang perlahan memudar. Tangannya kemudian membuka restleting dari tas kecil yang ia bawa, merogohnya untuk mencari ponsel miliknya. Namun bukan ponsel, ia malah mendapati benda lain yang belakangan ini selalu ia bawa.

Yoongi menunduk menatap benda itu dalam diam, sebuah alat bantu pendengaran khusus untuknya. Terkadang ia membutuhkannya, namun kadang pula tidak. Dan kali ini ia tak ingin menggunakannya, ia hanya ingin mendengar suara yang alam yang masih mampu ia dengar dengan seksama. Ia hanya ingin mendengar suara hati yang masih terus menggenggamnya walau dalam ketidaksempurnaan yang ia miliki.

Ppak

Tubuh Yoongi terguncang tepat saat sebuah tangan melingkari bahunya, ia melirik ke samping dan mendapati Jimin yang kini ikut terduduk di sampingnya.

“Udaranya benar-benar bagus ‘kan, hyung?”

Yoongi mengangguk.

“Sayang sekali kita hanya semalam di sini, aku ingin lebih lama. Tapi kita punya schedule.”

“Kita bisa datang lain kali.”

Jimin mengangguk, “Tentu saja.”

“Kita akan melakukannya sampai 10 tahun 20 tahun 30 tahun yang akan datang.”

Jimin kembali mengangguk, “Hyung...”

“Hm?”

“Kau mungkin sudah bosan mendengarnya. Tapi... terima kasih sudah kembali.”


FIN

Hear Our Heart! ✅Where stories live. Discover now