Quentin [1]

22.9K 2.3K 72
                                    


Dua belas tahun kemudian.

Quentin memperhatikan dengan saksama gerakan ribuan penguin yang berjarak puluhan meter di depannya. Udara dingin yang menggigit diabaikannya meski pria itu bisa merasakan kulit wajahnya membeku. Saat itu suhu udara di Teluk Atka, Antartika, entah berapa derajat Celcius di bawah nol. Musim semi baru saja tiba, matahari yang sudah absen selama berbulan-bulan pun kini bersinar lagi.

Bagi Quentin dan timnya, kondisi hari ini jauh lebih baik dibanding saat Antartika berada di puncak musim dingin. Apalagi saat badai tiba. Suhu udara bisa merosot hingga minus enam puluh derajat Celcius. Meski saat ini pun masih sangat jauh dari hangat.

Quentin berjalan ke arah salah satu kamerawan yang sedang mengambil gambar dengan tekun. Berhenti selama kurang lebih lima menit dan merasa puas dengan apa yang dilihatnya, Quentin berpindah tempat. Untuk misi kali ini, Quentin membawa serta lima orang kamerawan dan tiga orang kru. Total, timnya berjumlah sembilan orang.
Satu jam kemudian, lelaki itu memberi isyarat agar semua orang mengemasi perlengkapan. Quentin luar biasa lega saat akhirnya tiba di pusat penelitian Neumayer yang menjadi tempat tinggal timnya selama tujuh bulan terakhir.

Pengambilan film dokumenter tentang kehidupan penguin ini bukan proyek main-main. Ini adalah impian Quentin sejak kecil. Jika dulu ayahnya hanya membuat film dokumenter yang gambarnya diambil di wilayah Indonesia, Quentin justru ingin memperluas jangkauan produksi One World. Mungkin karena dia terbiasa menonton saluran televisi luar yang menayangkan acara sejenis.

Setelah pulih dari kehilangan orangtuanya, Quentin berusaha fokus untuk menyelesaikan pendidikannya. Dia bersekolah hanya sampai SMA. Setelahnya, Quentin memilih untuk langsung belajar mengelola One World. Orang-orang kepercayaan almarhum ayahnya memberi bantuan yang luar biasa. Entah karena mereka melakukannya dengan tulus atau atas perintah kakeknya. Yang mana pun alasannya, Quentin bersyukur.

“Tin, besok gimana?” tanya Salman, salah satu kamerawan. “Dino dan Yogi kayaknya bakalan tepar. Flunya makin parah.”

Quentin yang sedang melepaskan jaket terluarnya, menoleh ke kiri. “Kamu tetap ngambil gambar. Nanti kubantuin biar bisa jalan empat kamera. Kan bisa diedit kalau yang kurekam kurang oke.”

Salman menyeringai. “Kenapa suka rendah hati gitu sih, Bos? Yang ada, skill-mu lebih oke dibanding Dino. Cuma kalau mau nyuruh kamu yang pegang kamera, kok kayaknya nggak sopan.”

“Hush! Nanti Dino jadi stres kalau dengar omonganmu,” Quentin mengingatkan. Dia mulai menggantung satu per satu pakaian yang dikenakannya. Untuk cuaca seekstrem Antartika, mereka diharuskan memakai minimal lima lapis pakaian jika ingin keluar. Semuanya peredam dingin yang dibuat khusus.

“Aku kan nggak mengada-ada,” Salman bersikeras, tapi suaranya direndahkan. “Udah kubilang sejak awal, mestinya kamu bawa Joel. Lebih tahan banting. Dino sih payah, bolak-balik sakit. Mana hasil gambar juga nggak bagus-bagus amat.”

Quentin sudah mengenal Salman selama bertahun-tahun. Dia terbiasa menghadapi kritik dari pria itu. “Pertimbanganku bukan itu, Man. Dino itu disiplin. Joel? Lagian, mana betah dia kerja di sini selama berbulan-bulan. Emangnya kamu lupa gimana dia waktu di Masai Mara? Bolak-balik merengek pengin balik duluan.”

“Iya, sih,” balas Salman.

Quentin menunggu hingga semua orang berkumpul di ruang ganti itu sebelum membuat pengumuman. “Semuanya istirahat dulu. Dino dan Yogi, jangan lupa minum obat. Kalau ada apa-apa, balik ke dokter aja. Nanti kita lihat lagi hasil rekaman hari ini setelah makan malam.”

Gumaman persetujuan terdengar. Quentin pun menuju ke kamarnya setelah merasa tidak ada yang perlu ditambahkan lagi. Lelaki itu langsung menyalakan laptop untuk mengecek lagi pekerjaan timnya. Kemarin, dia terlalu letih hingga tertidur saat mereka berdiskusi. Quentin terbiasa memeriksa gambar yang diambil sesegera mungkin. Sehingga dia bisa langsung menemukan bagian mana yang sebaiknya dihapus atau sebaliknya.

The Sexy Secret [Terbit 19 Januari 2022]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant