Quentin [10]

8.8K 1.5K 105
                                    

Quentin tidak tahu jika rasanya akan begini kesepian tanpa keberadaan Cybil di rumah. Setelah acara peluncuran tyang berjalan sukses dan menempatkan Nyanyian Teror sebelum Tidur itu menjadi salah satu buku terlaris di situs-situs penjualan online, Cybil harus meninggalkan Jakarta. Perempuan itu mengikuti serangkaian acara bedah buku di beberapa kota besar di Jawa dan berakhir di Bali.

Di Jakarta, Quentin sedang mematangkan rencana untuk perjalanan ke Wakatobi. Kali ini, dia takkan terlibat dalam pengambilan gambar. Pekerjaan itu diserahkan pada timnya. Dia mungkin akan menyusul menjelang berakhirnya proses syuting.

Cybil akan pulang beberapa hari lagi. Namun kali ini Quentin tak sabar hanya menunggu. Setelah semua pekerjaan yang dirasa penting berhasil dibereskan, lelaki itu memutuskan untuk terbang ke Bali dan mengejutkan istrinya.

"Quentin? Kamu ngapain di sini?" tanya Cybil saat membuka pintu kamar hotelnya. Perempuan itu hanya mengenakan piama tidur dengan rambut diikat satu. Namun di mata Quentin yang dibutakan oleh cinta, inilah penampilan terbaik istrinya.

Lelaki itu maju dua langkah, meraih pinggang Cybil sebelum menghadiahi perempuan itu ciuman di bibir. Suara tertahan dari arah punggung istrinya membuat Quentin tersadar. Beberapa meter dari ambang pintu, Gilda mematung. Kekagetan terpentang jelas di wajah perempuan itu.

"Halo, Gilda. Kirain Cybil cuma sendirian di sini," sapa Quentin dengan santai. Bukan salahnya jika Gilda seolah baru saja melihat Hitler bangkit dari kematian. Wajah perempuan itu sempat memucat sebelum berubah kemerahan.

"Gil, Quentin ini..." mulai Cybil. Namun Quentin tak memberi kesempatan istrinya untuk memberi penjelasan.

"Maaf ya Gil, malam ini Cybil mau saya bajak dulu." Tatapannya dialihkan pada Cybil. "Aku pesan kamar di sini, dua lantai di bawah. Pindah, yuk! Bawa barang-barang yang penting aja. Besok pagi kamu bisa balik ke sini."

Cybil menyeringai tak berdaya, mengerling sekilas ke arah Gilda yang masih bergeming. Quentin sempat cemas jika Cybil akan menolak ajakannya. Namun dia bisa menarik napas lega karena sang istri mengangguk. "Sebentar ya, kamu tunggu dulu. Aku ngambil hape dan dompet."

Sepeninggal Cybil, Quentin berbasa-basi dengan Gilda yang akhirnya mampu menguasai diri dengan baik. "Saya kira kamu nggak ikut ke sini, Gil."

"Saya baru nyampe tadi siang, Mas. Karena lusa Mbak Cybil ada pertemuan sama calon donatur di sini. Saya sekalian mau bantuin nyiapin datanya. Itung-itung liburan juga." Gilda mempersilakan Quentin untuk duduk. Kamar yang ditempati Cybil adalah tipe suite, dengan ruang tamu terpisah dari ruang tidur. "Baru nyampe ya, Mas? Ada urusan kerjaan?"

"Ini langsung dari bandara," aku Quentin sembari duduk. "Nggak ada urusan kerjaan, sengaja ke sini mau ketemu is ... eh ... Cybil." Quentin menutupi lidahnya yang keseleo dengan senyum lebar, sembari berharap Gilda tidak mendengar kata "istri" yang nyaris diucapkannya.

"Saya nggak tau kalau Mas Quentin jalan sama Mbak Cybil," gumam Gilda lagi.

Sesaat, Quentin ingin meralat kata-kata orang kepercayaan Cybil itu dan memberi tahu Gilda bahwa dirinya dan Cybil sudah menjadi suami istri. Namun dia belum sempat melakukan itu karena Cybil sudah keluar dari kamar. Perempuan itu membawa tas tangannya.

"Gil, kutinggal dulu, ya," pamitnya.

Mereka berjalan bersisian meninggalkan lantai dua puluh itu. Tangan keduanya saling bergenggaman. Meski sudah menikah beberapa bulan, Quentin tak pernah bisa melawan rasa mulas di perutnya tiap kali bersentuhan dengan Cybil. Entah bagaimana, entah dengan cara apa, perempuan ini memiliki kekuatan semacam itu atas diri Quentin. Setelah mereka berada di kamar yang dipesan Quentin, barulah Cybil membuka mulut.

The Sexy Secret [Terbit 19 Januari 2022]Where stories live. Discover now