Quentin [8]

9.4K 1.7K 51
                                    

Quentin tidak memiliki ketertarikan khusus pada detik-detik matahari terbit atau terbenam. Minatnya lebih ditujukan pada pengambilan gambar film dokumenter yang detail. Setelah berbulan-bulan berlalu pun dia belum bisa melupakan hari-hari yang dihabiskan di pusat penelitian Neumayer.

Adegan saat ribuan penguin membuat inkubator raksasa demi menjaga tubuh tetap hangat, menempel di kepalanya. Atau saat penguin betina kembali dari laut dan mengambil alih tugas menjaga anak-anaknya. Quentin pernah melihat si induk yang baru menyadari bahwa anaknya tidak bertahan hidup, memilih merebut bayi penguin dari betina lain.

Nah, pemandangan unik seperti itu membetot perhatian dan konsentrasi Quentin. Namun, hari ini, di pagi pertama menjadi suami Cybil, Quentin tahu bahwa merekahnya pagi memang salah satu pemandangan paling menakjubkan yang pernah dilihatnya. Dari ujung cakrawala, matahari perlahan menampakkan diri dengan warna cantik yang sulit dilukiskan.

Semuanya makin sempurna dengan Cybil berada dalam dekapannya. Mereka benar-benar berendam di bathtub raksasa itu, dengan sang istri bersandar pada Quentin. Mereka nyaris tak bicara selama bermenit-menit, menyaksikan matahari muncul.

"Pemandangannya cakep banget," gumam Cybil dengan suara lirih. Meski tadi Quentin menggoda istrinya tentang "berendam tanpa baju lengkap", nyatanya mereka masih mengenakan pakaian.

"Aku belum pernah ngeliat matahari terbit detik demi detik kayak gini," aku Quentin. "Memalukan nggak, sih?"

Cybil tertawa kecil. "Nggak. Justru unik. Aku senang aja karena pengalamanku lebih banyak dibanding kamu. Minimal soal ngeliat sunrise."

Gurauan Cybil membuat Quentin lega. Sebenarnya, belakangan ini dia sangat takut jika Cybil akan bersikap kaku dan menjaga jarak. Jika itu yang terjadi, Quentin tahu dia akan menyesal menawari perempuan itu pernikahan. Tadi malam, Cybil memang agak tegang. Namun tidak ada bahasa tubuh yang bisa diindikasikan sebagai penolakan.

Quentin kesulitan menggambarkan perasaannya. Jika ada kata yang maknanya lebih kuat dari sekadar "bahagia", dia akan memilih itu. Lelaki itu paham, dia adalah orang bodoh jika sudah berkaitan dengan Cybil. Memeluk istrinya sembari berendam di air yang mulai dingin, ditingkahi embusan angin yang cukup kencang, sudah membuatnya seolah mabuk dan nyaris kehilangan kesadaran.

"Aku bahagia banget, Cy. Makasih karena udah mau jadi istriku." Quentin tidak bisa menahan diri. Dia mencium telinga kanan Cybil, membuat perempuan itu menggelinjang karena geli.

"Tin..."

"Hmmm," balas Quentin pelan. Tangan kanannya mengelus lengan Cybil. Sementara bibirnya mulai bergerak lambat di garis rahang istrinya.

"Mataharinya udah terbit dan aku... kedinginan."

Mata Quentin terbuka seketika. Lelaki itu mengutuki diri sendiri karena nyaris kehilangan kendali. "Oke, sesi berendamnya berakhir. Maaf, aku... terlalu terbawa suasana."

"Aku juga. Bedanya, aku yakin bathtub ini cuma nyaman untuk berendam doang."

Kata-kata itu mengejutkan Quentin. Sekaligus membuat semangatnya kembali berkobar. "Kita udah tau tempat yang lebih nyaman dibanding bathtub ini, kan?"

oOo

Hingga tengah hari, mereka harus mengantar satu per satu tamu yang akan kembali ke Jakarta. Imelda sudah meminta pasangan pengantin baru itu tetap di vila utama, tapi ditolak mentah-mentah. Quentin sangat ingin menuruti permintaan neneknya, tapi Cybil sebaliknya.

"Jangan ah, aku nggak mau tamunya mikir yang aneh-aneh," argumen Cybil, menggelikan. Quentin pun tertawa mendengarnya.

"Memangnya mereka bakalan mikir apa? Mereka pasti tau apa yang terjadi sama para pengantin baru," candanya. Cybil malah merespons kata-katanya dengan bibir cemberut.

The Sexy Secret [Terbit 19 Januari 2022]Where stories live. Discover now