ten : fortis in arduis

127K 18.4K 2.6K
                                    

strong in difficulties

_________________________

"You are my sunshine, my only sunshine

You make me happy, when skies are gray

You'll never know dear, how much I love you

Please don't take my sunshine away ..."

Kusenandungkan lagu itu terus-menerus sambil menimang Attaya di buaianku, me-nina-bobo-kannya. Aku tidak tahu pasti sejauh apa anak bayi seumurnya memahami arti sebuah lagu, tapi berdasarkan eksperimen yang aku lakukan, Attaya lebih tenang dan cepat tertidur saat aku menyanyikan lagu ini atau didengarkan murottal. Dan benar saja, perlahan kelopak mata Taya menggeletar sebelum akhirnya ia benar-benar terpejam.

Tersenyum bangga -karena berhasil menidurkan bayi orang- aku kembali memperhatikan wajah bayi mungil ini, kali ini untuk mencari kemiripan Attaya dengan orang tuanya. Karena sampai hari ini aku masih merasa kecolongan bagaimana aku tidak bisa mengenali Taya adalah anak dokter Reno. Aku lalu meraih handphone yang ada di meja dan mencari foto ibunya di internet, kemudian menyandingkannya di sisi wajah Attaya.

"Saya kok baru tau kamu fans Cessa."

Suara bapak si bayi tiba-tiba muncul dari belakangku, membawa carseat Attaya untuk tempatnya duduk di mobil saat pulang. Matanya terarah pada handphoneku yang satu layar penuhnya terpampang wajah finalis Putri Indonesia slash aktris slash ibunya Taya itu.

"Cessa?"

"Mamanya dia." Jawab dokter Reno santai sambil mengedikkan kepala ke arah Attaya. Aku mengangguk-angguk sambil membulatkan bibirku mengetahui nickname mantan istrinya itu.

"Lagi liat-liat Attaya mirip siapa. Fotokopian mamanya banget ya, Dok?" tanyaku sambil perlahan memindahkan Attaya dari box bayi ke carseat.

"Banget. Saya cuma kebagian idung kayanya. Makanya ... berat."

Aku menatapnya, yang sedang menatap Attaya tetapi dengan pandangan mata kosong, seperti sedang menerawang jauh ke masa lalu.

"Berat gimana?"

"Tiap liat Attaya ini, aku ngerasa diingatkan kalo aku pernah nikahin Mamanya, ... dan gagal."

Kalau yang sedang curcol denganku ini adalah perempuan, ini adalah saat ketika aku akan menggenggam tangannya dan mengucapkan kata 'sabar ya ...'

"Dokter, boleh tanya sesuatu nggak?"

"Tanya aja."

"Dokter masih kontak nggak sama Mamanya Taya?"

Dokter Reno mengerucutkan bibirnya,

"Not really ..."

"Not really itu maksudnya nggak yang gimana?"

"Yaaa ... maksudnya aku berulang kali nyoba hubungin Cessa tapi dia masih nggak mau ngomong sama aku."

"Karena apa?" tanyaku penasaran.

"Karena ... terlalu kepo sama hidup orang itu nggak baik, Nadia." Ucap dokter Reno sambil memalingkan wajahnya padaku dan menyunggingkan senyumnya ketika sadar aku sedang memancingnya untuk bercerita lebih jauh.

Sial ... ketahuan deh.

Aku tertawa kecil dan mengencangkan sabuk pengaman di carseat.

"Udah siap, Dok. Bisa diangkut pulang yang ini." candaku tepat ketika ia mengangkat jarinya sebagai isyarat untukku menunggu karena ia sedang menerima telepon yang baru saja masuk.

Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)Where stories live. Discover now