《6》

26.7K 7.4K 2.3K
                                    

Seminggu telah berlalu. Jinyoung yang sudah bebas dari masa skorsnya kembali masuk sekolah dengan segala keberanian untuk menghadapi cacian para murid setelah berita rekaman tersebut menyebar luas.

Seperti saat ini, Jinyoung nggak tenang duduk sendirian di kantin. Semua atensi mengarah padanya.

Walaupun sebenarnya sudah biasa dia dilihatin seperti itu, tapi kali ini berbeda. Hanya tatapan tak suka yang dilayangkan kepadanya.

"Gak usah dipeduliin, Young."

Jinyoung yang lagi asik makan mendongak, menatap Hyunjin yang tersenyum padanya.

"Bawa santai aja, sebentar lagi lo gak bakal diliatin kayak gitu lagi, kok."

"Maksud lo apa?"

Jujur, Jinyoung nggak ngerti sama apa yang dimaksud Hyunjin. Tapi yang dapat dia simpulkan, ada sesuatu dibalik ucapan temannya itu.

"Gue boleh duduk sini, kan?"

Jinyoung menatap Hyunjin curiga. "Lo gak berniat apa-apa, kan?"

Hyunjin yang baru duduk terkekeh. "Gue gak bakal bunuh lo kayak yang lain elah, santai aja."

"Hah?"

Hyunjin yang keceplosan refleks mengatupkan bibir rapat-rapat. Dengan senyum canggung, dia menggeleng.

"Lo aneh, Jin."

"Gue? Haha, biasa aja tuh."

"Sikap lo berubah semenjak yang lain meninggal, termasuk temen-temen lo."

"Apaan sih, Young. Gue biasa aja. Lagipula, gue-"

"Lo terlibat dalam kematian mereka?" Ucap Jinyoung memotong ucapan Hyunjin.

"Lo nuduh gue? Gue tau lo lagi gak disukain banyak orang, lo jangan mengada-ngada buat gue dicap jelek kayak lo juga," sarkas Hyunjin, mencoba mengelak.

"Oh ya? Terus maksud lo nyebut-nyebut bunuh orang di jalan apaan?" Suara Jinyoung meninggi, mereka tak sadar kalau sekarang mereka menjadi pusat perhatian orang-orang karena obrolan mereka.

"Ternyata begini ya sifat asli lo. Gue gak nyangka," ujar Hyunjin.

Jinyoung mengepalkan tangannya geram. Jadi ini maksud Hyunjin mau ngobrol dengannya, supaya dia semakin dibenci orang-orang.

"Lo jangan pernah main-main sama gue ya, lo gak tau lo berurusan sama siapa," desis Jinyoung, dengan telunjuk yang berada tepat di depan wajah Hyunjin.

Hyunjin menepis tangan Jinyoung kasar sampai membentur meja.

Jinyoung yang tersulut emosi bangkit dari duduknya dan menatap Hyunjin geram.

"Lo licik, ya. Emangnya gue gak tau kalo selama ini lo terlibat dalam kematian temen-temen lo itu?! Gue tau, Jin. Gue tau!"

"Heh, lo jangan nuduh gue, ya. Mending lo urusin masalah lo sendiri!" Hyunjin yang juga emosi berdiri dari duduknya.

Jinyoung mendecih, muak dengan manusia di depannya itu. "Lo jangan nyari ribut sama gue ya, njing."

"Siapa yang nyari ribut? Gue ngomong baik-baik, lo nya aja yang ngajak ribut."

Jinyoung membulatkan matanya. Bisa-bisanya Hyunjin memutar balikkan fakta. Tapi, yang dia lakukan adalah tersenyum sinis.

"Ohh, jangan-jangan lo orang yang ngirim email aneh ke gue belakangan ini?" Jinyoung terkekeh sarkas.

"Tuh kan, lo nuduh gue lagi. Seharusnya lo dikeluarin aja dari sekolah, daripada harus nuduh orang dengan kesalahan yang gak orang itu lakukan."

"Lo bener-bener ya."

"Bae Jinyoung~!"

Tangan Jinyoung yang hampir aja mau nonjok Hyunjin terhenti begitu ada yang memanggilnya.

Begitu menoleh, dia melihat Woojin berjalan menghampirinya dengan senyum lebar.

"Mending lo ikut gue dari pada diliatin sama orang-orang yang suka percaya sama berita yang belom bener," ajaknya lantang, sengaja supaya murid-murid disana dengar.

Jinyoung menatap Hyunjin sesaat, lalu berbalik badan untuk pergi.

Belum jauh dia melangkah, Jinyoung berhenti berjalan. Dia berbalik menatap Hyunjin dengan datar. Dan ucapannya selanjutnya, membuat semua orang yang ada disana terpaku.

"Lo mau tau sesuatu, gak? Beberapa hari yang lalu, arwahnya Felix dateng ke rumah gue. Dia bilang, lo ngelakuin hal yang paling buruk selama hidup lo."

[2] E-mail | 00Line ft. 99Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang