《11》

24K 7K 2K
                                    

Jujur, Jinyoung bingung harus gimana.

Percaya sama Woojin.

Atau percaya sama Lucas?





































New email!

Bae Jinyoung, lo ada waktu buat ketemu?

Jinyoung yang baru aja nyalain ponsel mengerutkan alisnya bingung. Ini orang kenapa tiba-tiba ngajak ketemuan ya?

Kalau dia bilang enggak, takutnya ada hal penting yang mau dikasih tau. Tapi kalau dia bilang iya, nanti kalau dia ditipu gimana.

Dia yang terlanjur kepo setuju aja deh. Saat dia hendak membalas, ada email masuk.

Gue gak terima penolakan. Besok pagi di taman belakang sekolah. Jangan ajak siapapun!

Jinyoung mencibir. "Maksa banget, untung gue penasaran."

Gue gak akan bunuh lo, tenang aja.

"Kok gue jadi ragu? Gue dateng gak, ya?" Tanyanya pada diri sendiri. "Dateng aja lah."

Oke, tapi jangan bunuh gue. Gue tau lo licik.

Ck, iya. Gue cuma mau ngobrol.

"Bentar deh, kan udah ketahuan kalo pelakunya Bang Lucas. Tapi apa yang mau diomongin sampe kasih taunya lewat email? Kayaknya dia takut banget. Gue jadi curiga."

"Jinyoung."

Karena kaget, Jinyoung sampai nampar orang yang bikin dia kaget itu. Pas noleh, ternyata ada Woojin.

"Ngapain lo?" Tanya Jinyoung sinis.

Woojin dengan muka memelasnya berlutut sambil memegang kedua tangan Jinyoung.

"Young, dengerin penjelasan gue dulu."

"Apaan sih, lepasin tangan gue. Gak usah drama, deh." Dengan kesal Jinyoung menghempaskan tangan Woojin lalu segera membuang muka.

"Sumpah, bukan gue yang nyuruh Lucas. Demi squidward yang mukanya datar sedatar hidup gue, gue gak pernah mau ngehancurin hidup lo."

Jinyoung ngelirik Woojin, tapi temannya itu terus-terusan masang wajah memelas.

Lama-lama jijik juga sih kalau diliat. Karena itu Jinyoung langsung meraup muka Woojin lalu mendorongnya.

"Najisin banget sih muka lo, iya gue percaya."

Mendadak raut wajah Woojin berubah sumringah. "Percaya apa? Lo percaya sama gue? Yang bener? Ahhh, Bae Jinyoung doang emang temen gue yang paling baik. Jangan diemin gue lagi, gabut gue tanpa lo," cerocosnya.

"Mulai deh lebaynya. Udah ah, gue mau ke kantin."

Woojin langsung merangkul Jinyoung. "Ke kantin? Ayok, gue ikut! Gue traktir apa aja yang lo mau. Itung-itung sedekah."

"Cuih, sedekah dari mana. Ada uang takziah aja bayarnya gope terus."

Woojin cuma bisa nyengir memperlihatkan gingsulnya.












































"Argh! Jinyoung emang harus disingkirin!"

Dengan marah Hyunjin menendang batu di depannya. Masa bodo kalau teriakannya mengundang perhatian orang lain.

Hyunjin mulai kalut. Dia kira kalau semua tindakannya berjalan mulus tanpa ada gangguan. Tapi apa, ternyata beberapa hal yang dia lakuin ketahuan sama temannya sendiri.

Jinyoung.

Temannya, ah bukan teman, tapi musuhnya, atau yang lebih tepatnya targetnya, dia harus cepet-cepet singkirin Jinyoung sebelum semua kedoknya kebongkar.

Dia nggak mau Jinyoung bongkar semuanya dan dia masuk penjara. Membunuh udah menjadi bagian hidupnya. Dia nggak bisa hidup di penjara yang hampa tanpa berbuat apa-apa.

Membunuh itu udah jadi kewajiban baginya. Asal kalian tahu, setiap malam Hyunjin berhasil membunuh satu orang untuk kesenangannya.

Ujung-ujungnya jasadnya dia buang ke hutan atau dia bakar. Dia juga nggak lupa buat ngehapus semua sidik jarinya.

Iya, Hyunjin udah seprofesional itu.

Dia udah anggap itu sebagai keahlian tersembunyi yang nggak diketahui orang lain.

Karena udah ada satu orang yang tahu, dia nggak bakal biarin orang itu hidup dengan tenang.

Dia harus bunuh Jinyoung.

Apapun caranya.

"Liat aja, Young. Gak lama lagi lo bakal nyusul temen-temen lo itu," desisnya, sambil menatap sebilah pisau digenggamannya.

Tak ingin ketahuan orang, Hyunjin segera menyembunyikan pisau tersebut dibalik almamater sekolahnya.

Namun, tatapannya tak sengaja bertemu dengan laki-laki yang berdiri tak jauh di depannya.

Laki-laki dengan rambut hitamnya, laki-laki yang menatapnya penuh kebencian.

Dan Hyunjin mematung di tempatnya.

"F-Felix?"

[2] E-mail | 00Line ft. 99Line ✓Where stories live. Discover now