《12》

25.2K 6.9K 1.6K
                                    

"Gak mungkin, gak mungkin dia Felix."

Hyunjin mengucek-ngucek matanya, berharap kalau yang dia lihat salah.

Begitu dia membuka mata, laki-laki yang dia yakini adalah Felix sudah menghilang dari pandangannya.

Apa jangan-jangan dia arwahnya Felix yang nggak tenang dan pingin gagalin rencana Hyunjin?

Nggak boleh!

Hyunjin nggak boleh berhenti gitu aja. Dia udah susah payah ngatur rencana buat bunuh targetnya. Dia nggak bisa berhenti cuma karena ngeliat arwah temennya sendiri.

Dia harus tetap melanjutkan rencananya. Dia nggak bakalan tenang sampai targetnya mati.

Iya, dia harus bunuh targetnya.

"Hyunjin, lo ngapain disini?"

Hyunjin terlonjak kaget. Begitu menoleh ke belakang, dia melihat kakak kelasnya yang sedang menatapnya heran.

Park Jihoon.

"Eng-enggak, gue cuma lagi mikir aja," jawab Hyunjin gelagapan.

"Oh, gue kira lo mau ngelakuin hal yang enggak-enggak disini," ujar Jihoon asal sambil mengangguk-angguk. "Oh ya, lo liat Woojin, gak?"

"Woojin kembaran lo? G-gak liat tuh."

Jihoon menghela nafas pelan. Namun raut wajahnya kesal. "Si buluk itu kemana, sih? Padahal gue ada perlu sama dia."

Hyunjin cuma bisa senyum. Dia pengen cepet-ceper pergi. Dia harus siap-siap buat bunuh targetnya.

"Ehm, kak. Gue pergi dulu, ya. Ada urusan."

Jihoon yang lagi bingung sambil ngeliatin sekitarnya buru-buru mencegah.

"Nanti dulu! Gue mau ngomong satu hal sama lo."

Hyunjin mengernyit. "Ngomong apaan?"

Jihoon menatap sekitarnya waspada lalu menunjuk Hyunjin dengan tatapan tajamnya.

"Semalem lo apain Lucas?"









































Yeji menggaruk kepalanya kesal. Dia udah nyari Hyunjin kemana-mana tapi nggak ketemu.

Sebenarnya kembarannya itu kemana, sih?

Dia itu penasaran, belakangan ini Hyunjin sering banget yang namanya ngomong sendiri. Udah gitu mukanya serem banget.

Yeji kan jadi takut kalau Hyunjin udah nggak waras alias gila.

Mana mau dia punya kembaran yang masuk rumah sakit jiwa.

"Sampe ketemu awas aja, gue bakal lapor ke mama papa biar gak dikasih uang sebulan," gerutunya.

Yeji terus mencari Hyunjin. Mulai dari kamar mandi sampai taman. Tapi dia nggak ketemu sama kembarannya itu.

"Aduh, capek banget nih. Gue beli minum dulu, deh."

Yeji berbalik arah menuju kantin untuk membeli minum. Namun, saat dia berbelok ke koridor menuju kantin, dia nggak sengaja ketemu sama laki-laki dengan wajah datarnya.

"Eh sorry, gue gak sengaja," ucap Yeji karena menabrak laki-laki itu.

"Iya gak apa-apa."

Yeji mengernyit. "Lo lagi gak kesambet 'kan, Young?"

Jinyoung, laki-laki yang ditabrak Yeji barusan menggeleng. "Gue lagi gak enak badan, gue mau pulang."

Pas Jinyoung mau pergi, Yeji buru-buru menghadang Jinyoung. "Bentar, gue mau nanya sesuatu. Lo liat Hyunjin, gak?"

Wajah Jinyoung semakin datar. Bukannya menjawab, Jinyoung malah terkekeh sarkas lalu menyuruh Yeji untuk minggir.

"Buat apa lo nyariin kembaran lo yang gak bener itu? Minggir, kepala gue pusing."

"Heh, apa-apaan lo ngatain Hyunjin gak bener?!" Bentak Yeji nggak terima.

Jinyoung berdecak lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Taman belakang, cari aja kesana," ucapnya lalu melangkah pergi begitu saja.

"Eh nanti dulu! Maksud lo bilang Hyunjin gak bener apaan?! Apa karena lo lagi dibenci banyak orang lo malah benci Hyunjin?" Tanya Yeji setengah berteriak.

Jinyoung berhenti melangkah. Tapi badannya nggak berbalik untuk menatap Yeji sedikit pun.

Dia cuma berdecak lagi dan lanjut melangkah, mengabaikan Yeji yang mulai terpancing emosi karenanya.

Yeji yang udah terlanjur emosi berjalan menghampiri Jinyoung dan menarik tangannya untuk berhenti.

"Lo punya telinga gak, sih?! Kalo orang nanya dijawab!"

"Lepasin tangan gue!"

Yeji tersentak. Badannya langsung membeku. Namun buru-buru dia menormalkan ekspresi wajahnya dan memasang wajah angkuhnya.

"Lo pikir gue bakal takut sama lo? Enggak bakal! Sekarang jawab pertanyaan gue!"

Jinyoung menepis tangan Yeji dari lengannya dan menatapnya dingin. "Lo mau tau?"

Yeji meneguk salivanya kasar. Jinyoung mendadak jadi seram. Apalagi Jinyoung menatapnya intens dengan jarak yang cukup dekat.

"Bilangin ke kembaran lo itu, berhenti atau dosanya akan bertambah banyak," ucap Jinyoung final lalu pergi dari sana.

Meninggalkan Yeji dengan berbagai pertanyaan yang muncul di benaknya.

"Hyunjin ngelakuin apa sampe Jinyoung bilang kayak gitu? Apa Jinyoung cuma mau gue ikutan benci sama Hyunjin?"







































"Waduh, muka lo kenapa bonyok gitu?" Sindir Woojin ketika melihat wajah Lucas yang penuh lebam.

"Lo gak perlu tau," balas Lucas sinis sambil mengalihkan pandangannya.

Bukan Woojin namanya kalau nggak kepo. Dia memilih duduk di depan Lucas sambil berpangku tangan, mencoba meneliti wajah temannya itu.

"Lo habis dipukulin sama siapa? Itu sudut bibir lo juga berdarah."

"Ini semua gara-gara lo! Mending lo diem atau gue bakal teriak."

"Ck, anceman lo kayak cewek aja. Lagipula salah gue apa? Dari tadi gue ada di kamar mandi," balas Woojin sambil berdecak.

"Haha, lucu lo! Mending lo pergi, gue lagi mau sendiri," usir Lucas sambil mendorong Woojin.

Woojin yang hampir jatuh refleks memekik. "Si anjir, santai napa sih! Gue kesini cuma mau mastiin lo baik-baik aja."

"Halah, gak usah sok baik. Lo mau mukul gue lagi? Ayo pukul, banyak juga yang ngeliatin."


BRAK!


"Lo tuh tau terima kasih dikit gak, sih?! Gue bela-belain kesini cuma karena khawatir sama lo! Gue harus diem-diem ketemu sama lo, atau enggak sesuatu bakal terjadi sama gue! Itu semua juga demi lo!"

Woojin yang emosi menggebrak meja sampai seluruh atensi di dalam kelas berpusat padanya.

"Ya udah sih, gue gak butuh lo yang khawatir sama gue," ketus Lucas.

"Oh ya? Terus kenapa lo khawatir kalo nyawa gue bakal terancam karena tugas ecek-ecek lo itu?! Kenapa lo gak biarin gue mati aja?!"

Lucas yang nggak terima berdiri dari duduknya. "Pergi lo sekarang! Gak usah bongkar semuanya disini, anjing!"

Woojin terkekeh sinis. "Panik kan lo? Haha, oke gue pergi. Semoga hari lo menyenangkan, Wong Lucas."

Lucas mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap Woojin yang perlahan menjauh dan menghilang dari pandangannya.

"Untung udah amanah gue buat ngelindungin lo, kalo enggak udah gue bunuh lo sejak dulu."

[2] E-mail | 00Line ft. 99Line ✓Where stories live. Discover now