[13]

1K 139 6
                                    

Tuh orang udah kayak hantu, bisa muncul di mana-mana. Bisa-bisanya dia nelepon pakai nomor lain. Nggak habis pikir deh sama jalan pikirannya dia. Ngapain juga nanya-nanya, aku mau pindah ke mana? Jadi apa? Lokasi kantornya di mana? Bla...bla...bla. Hellow! Emang lo siapa?

"Bay, ngapain sih masih ngurusin gue? Kita itu udahan, udah nggak ada hubungan apa-apa lagi."

"Saki, Please! Kasih aku satu kesempatan lagi. Aku janji akan jadi lebih baik dan nggak pernah nyakitin kamu lagi," rengek Bayu.

"Maaf ya. Nggak ada kata balikan di kamus gue. Yang lalu biar jadi bagian masa lalu. Nggak akan bisa berubah. Sorry, Bay, gue capek, gue mau tidur."

"Sak,..."

Tanpa nunggu Bayu menyelesaikan kalimatnya, aku langsung memutus sambungannya, bahkan mematikan ponselku sekalian. Niat mandi air hangat pun terlupakan. Lelah jiwa-raga sepertinya.

***

Setelah lobi sana-sini, akhirnya Bu Evy menyerah. Dia pun membubuhkan tanda tangan di sample produk sebagai persetujuan.

"Ingat ya, Mbak Saki, saya mau hasil produksinya sama persis dengan contoh yang ada tanda tangan saya. Satu lagi, saya tidak menoleransi perbedaan lebih dari tiga persen. Harusnya malah nol persen. Mbak Saki tahu, kan, produk ini akan dipasarkan di Asia dan Eropa. Jadi nggak mungkin packingnya sembarangan ...,"

Aku menggangguk dan memasang senyum di wajah. Bu Evy ini sama Kezia itu sebelas-dua belas. Sama-sama nggak punya rem kalau udah ngomong. Seru kali ya, kalau mereka ketemu dan bahas proyek. Kira-kira siapa yang akan menang ya?

"... Saya juga sudah bilang Pak Andy, kalau saya akan keliling Asia dan Eropa untuk sounding produk ini selama dua bulan."

Fyuh! Untung Bu Evy nggak ngeh aku nggak mendengarkan omongannya tadi. Saki, kebiasan lo kenapa sih makin parah aja? Omelku. Well, sebelum diusir, aku sebaiknya pamit, jadi bisa langsung kasih info ke bagian produksi, terus susun jadwal.

***

"Saya tahu bisa mengandalkan kamu. Sayang, kamu nggak lama lagi di sini," puji pak Andy.

Seandainya topeng Joker ada di sini, berani sumpah, bakal aku pinjam dan aku pakai saat ini juga. Si Bos tahu aku berguna buat perusahaannya, tapi dia nggak pernah nganggap aku penting. Thats a huge mistake, Sir. Waktu kuliah dulu sering bolos ya? Jadi nggak tahu, kalau karyawanmu itu asset perusahaan.

Aku nggak mau berlama-lama di ruangan Pak Andy. Toh aku cuma mau laporan tentang persetujuan Bu Evy. Setelah ini, aku masih harus menghitung jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Lanjut ngecek ke gudang, materialnya tersedia atau nggak, kalau ada bagus, tinggal buat perintah kerja untuk bagian produksi, kalau nggak, rangkaian pekerjaanku makin panjang. Argo Bromo pun kalah panjangnya. Aku harus berkoordinasi dengan bagian pembelian, memastikan mereka mendapatkan bahan baku yang sama persis, baik jenis dan kualitasnya.

Label marketing support membuatku berlari ke sana-sini, untuk menangani sebuah proyek. Dari segi pengalaman, aku yang baru tiga tahun, bisa disandingkan dengan sales senior. Bedanya, para sales itu mendapat gaji dan komisi, sedangkan aku hanya gaji dan terima kasih. Perih, Jendral!

Aku terkesiap saat di depan mukaku terpampang gambar bunga matahari, ah, lukisan bunga matahari tepatnya. Kemudian gambar itu berganti wajah Kezia yang menyeringai lebar.

"Bagus, kan? Gue lho yang lukis itu. Tau nggak bareng siapa?"

Aku menggeleng. Kezia cemberut.

"Nggak seru ah!" rajuk Kezia.

Another World [Completed]Where stories live. Discover now