خَمْسَةٌ

2.8K 179 11
                                    

5. Kebaikan Hati


Alvin terlalu lama di kamar mandi, menyebabkan dia telat untuk ke masjid menunaikan salat ashar. Dari ribuan santriwan Darul Ulum Albaar, dia sendirian di tengah wilayah pondok, menelusuri selasar asrama. Sarung hijau garis-garis hitam dibelit ke leher, membuat kolor selututnya terlihat. Sandal jepit yang biasa dijual sepuluh ribuan dipakai terbalik, yang kiri dipakai di kanan, pun sebaliknya.

Keluar dari gedung asrama, dia menemukan tali plastik di tepi danau buatan yang terletak di sebelah utara masjid. Entah untuk apa tali itu diambil, yang jelas asal ambil saja. Sesampai di teras masjid, ketika melihat sandal berbaris rapi, ide jahilnya muncul. "Seru, nih." Kekehan kecil keluar diiringi senyum jahil yang mengembang.

Dengan gesit dia menalikan tali plastik ke setiap sandal, dari ujung selatan sampai utara tidak ada yang terlewat. Di saat satu orang memakai sandal, semua sandal yang berada di barisan depan ikut terbawa. Alvin membayangkan kejadian itu, pasti akan heboh.

Laki-laki itu masuk ke masjid ketika semua orang bersujud di hadapan Tuhannya. Ketika itu, Alvin juga ikut sujud di barisan paling belakang, tanpa takbiratul ikhram terlebih dahulu. Padahal barisan di depan Alvin masih ada yang kosong. Harusnya dia memenuhi shaf itu terlebih dahulu.

"Allahu Akbar."

Alvin ikut duduk tawaruk mengikuti santri lainnya. Laki-laki itu masih terjebak dalam kegelapan, satu bulan lebih tinggal di pondok belum menemukan titik terang. Miris memang, harusnya minimal dia tahu bab salat karena laki-laki itu sudah bukan lagi santri baru di sini. Paling minimal-minimalnya dia tahu hukuman bagi orang-orang yang meninggalkan salat. Namun, Alvin masih buta akan hal itu.

"Assalamualaikum warahmatullah."

Semuanya serempak menoleh ke sebelah kanan.

"Assalamualaikum warahmatullah."

Lalu menoleh ke kiri.

Alvin segera berpindah duduk ke barisan depannya yang kosong. Kemudian tersenyum kepada santriwan di sampingnya. "Materi buat sekarang apaan?"

Laki-laki yang sedang wirid itu menghentikan gerakan bibirnya. "Tahsin," jawabnya lalu kembali melanjutkan wirid.

Alvin mengusap-usap dagunya, sorot mata tajam bak elang dengan alis tebal itu menatap kubah masjid yang didesain seperti langit. "Kenapa gue nggak sembunyi aja di kamar mandi, sih? Ah, nyesel gue," ungkapnya dengan pelan.

Dulu Alvin mendapatkan didikan agama yang baik, sebelum akhirnya terbawa arus menyesatkan. Lingkungan baru membawa dampak luar biasa dengan keimanan laki-laki itu. Sebelum tinggal di Depok, Alvin tinggal di daerah pedalaman di Kabupaten Bandung. Sampai dua belas tahun tinggal di sana, sekolah berbasis islami. Sampai pada akhirnya dia harus pindah karena perusahaan papahnya bangkrut karena ditipu.

Dan seperti inilah Alvin sekarang. Awal dari kenakalannya dimulai dari bolos sekolah saat kelas 8 SMP, lalu pulang sekolah sering nongkrong, kemudian membantah perintah guru kecil-kecilan, seiring berjalannya waktu dia nekat membuat masalah di sekolah. Masih untung guru SMP meluluskan dia, sudah nilai di bawah KKM, sering bolos, selalu buat ulah lagi.

SMA lebih parah, dia iseng masuk geng motor.

Sebelum wirid selesai, Alvin berlari keluar untuk menghindari materi tahsin. Dia trauma dengan materi itu. Baru tiga hari tinggal di pondok ini, sudah ditanya ada berapa huruf alif lam syamsiyah. Karena tidak bisa menjawab, sebagian santriwan tertawa. Saat itu Alvin malu, dia tidak mau lagi bertemu dengan materi itu lagi. Sejak hari itu, dia mengobarkan api permusuhan dengan tahsin, padahal tidak tahu saja hukum mempelajarinya fardu a'in.

Dinamika Hati [SELESAI ✔]Where stories live. Discover now