ثَمَانِيَةٌ

2.1K 134 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

8. Lomba Menghafal


Di bawah pohon taman samping sekolah, seorang gadis dengan tumpukan bukunya serius membaca deretan kata. Sampai titik jenuh mulai menyerang, dalam dirinya terjadi perang. Antara mengikuti hawa napsu atau lanjut membaca. Malas adalah kesesatan, sebuah awal kehancuran. Mungkin itu sebabnya muncullah doa untuk menghilangkan malas, yang dibaca setiap selesai salat di masjid.

Pulang sekolah sengaja tidak langsung ke asrama, karena dia ingin menenangkan diri dulu. Kejadian kemarin dengan David sukses membuat pikirannya berkecamuk. Dan suasana taman samping sekolah berhasil mendamaikan hatinya kembali.

Lembar demi lembar disingkap, hanya dibaca sekilas. Sampai di pertengahan halaman, Veli tak kuasa melanjutkan. Akhirnya ditutup hingga ukiran huruf di sampul memberitahukan itu buku kimia kelas 11. Veli buka lagi halaman pertamanya, di sana tertera tanda tangan David. Dengan isengnya Veli, dia mengambil bolpoin lalu mengukir namanya di bawah tanda tangan. Senyumnya merekah, memancarkan cahaya indah.

Di sela tawanya yang tak bersuara, Veli terkejut dengan kehadiran seseorang di sampingnya. Jarak tiga senti dari buku, sebuah jus alpukat tersodor di depannya. "Dasar kamu, ngagetin aja." Bolpoin tadi mendarat di kepala laki-laki itu, membuat dia meringis. "Eh, ngapain di sini? Pengurus OSIS masih ada di sekolah, nanti kalau ketahuan gimana? Kamu bakal dihukum gara-gara masuk madrasah putri loh."

"Nggak bakal, nggak ada orang kok." Kepalanya celingukan, mata tajam itu menelusuri sekitar. "Minum, nih." Sedotan itu di arahkan ke bibir Veli, tapi gadis itu langsung menghindar.

"Veli puasa," ujarnya menatap kesal ke laki-laki itu.

"Sorry."

Veli manatapnya curiga, kenapa Alvin tidak puasa? Ini kan hari Senin. Santri diharuskan puasa sunah kecuali bagi orang yang udzur. Puasa dan tidaknya laki-laki itu, bukan urusan Veli. Husnudzon saja kalau dia punya alasan kuat kenapa tidak berpuasa.

"Vin, gimana hafalannya?" Veli memecah keheningan.

"Nggak tahu," jawabnya sambil menyandarkan punggung ke batang pohon, dia duduk membentuk sudut 90 derajat dengan Veli. "Gue males ngafalinnya, ribet banget."

"Terus, hukuman kamu?"

"Gue nggak peduli," jawabnya santai. "Lagian gue nggak bakal hafal satu juz dalam waktu tiga minggu."

"Kok gitu, sih? Pengecut, nggak ada usaha banget. Kalah sebelum bertanding."

Perkataan Veli bagai samurai yang ditebaskan ke hatinya, mungkin ini yang dinamakan luka tak berdarah. Rasanya ingin memaki, tapi Alvin tak kuasa menyakiti, terlebih perempuan itu Veli.

"Pesimis hanya akan membuatmu tertinggal, ujungnya putus asa. Saran dari Veli, coba deh tanamkan kata 'saya pati bisa!' insyaAllah, kamu akan bisa. If you can dream it, you can do it. Semangat!" Veli meninggalkan laki-laki itu untuk merenung, membiarkannya terkurung oleh rasa penyesalan. Karena dengan penyesalan, seseorang mendapat spirit untuk bangkit. "Oh iya, Veli juga akan menghafal juz amma. Seandainya Veli lebih cepat menghafalnya daripada kamu, nanti saat libur pesantren kamu harus bawa Veli ke tempat liburan. Begitu pun sebaliknya. See you." Veli melanjutkan langkah, meninggalkan Alvin dengan mulut terbuka.

Dinamika Hati [SELESAI ✔]Onde histórias criam vida. Descubra agora