01.Meet Me - Niar Arleta

34.8K 1.4K 55
                                    


"Aduh mati gue," keluhku setelah melihat tumpukan barang-barang di depan mataku. Tanganku segera merogoh ponsel merah muda dari saku celana dan memijat angka satu, nomor speed dial.

Tak sampai dua dering, koneksi telepon tersambung. "Gue nggak bawa standing banner dong dengan bodohnya," cerocosku tanpa menunggu sapaan dari ujung sambungan.

"Astaga, Ta, samlekum atau apa dulu bisa kali," gerutu suara di seberang.

Aku ketawa. "Maaf Ky, panik ini gue. Nggak ada standing banner gimana cara kasih tahu pelamar booth Gemintang yang mana nanti."

"Sewa proyektor kan besok?" tanya seseorang yang dipanggil Ky alias Lucky, rekan kerjaku itu.

Aku mengangguk, lalu buru-buru menjawab Lucky setelah tersadar dia tidak bisa melihat gerakanku. "Proyektor dan layar ada sih tadi di lokasi, gue sudah cek."

"Nah ya sudah, pakai itu saja buat iklan. Ambil gambar iklan rekrutmen standar dari laptop dan proyeksikan ke arah dinding booth aja. Ambil yang desain paling baru dari marketing aja tuh kemarin, tulisan walk-in interview  dan PT. Asuransi Gemintang-nya jelas banget. Pastikan saja posisinya besar dan pas tengah-tengah ya saat ditampilkan dari proyektor"

"Benar juga, ya. Jenius deh lo," komentarku lega.

"Ya ya, anytime. Sudah ya, gue ada kandidat nih," putus Lucky.

Selepas menutup ponsel, aku mengambil laptop dan mulai mencari-cari iklan yang dimaksud Lucky tadi. Benar juga ya, kenapa nggak terpikir pakai proyektor saja sebagai pengganti standing banner. Lebih simpel dan nggak berat-berat juga dibawa-bawa, mana standing banner gampang rusak juga kalau harus check-in bagasi. Bisa sih nggak dimasukin bagasi, tapi ogah benar bawa-bawa gulungan itu banner, mirip pendekar dari Cina daratan saja nanti. 

Jadi ternyata, jadi recruiter itu nggak sekeren yang aku pikir dulu saat melamar pekerjaan ini. Dulu kepikirannya, recruiter itu pekerjaan paling dewa, karena mereka lah yang memutuskan seseorang diterima bekerja atau tidak di perusahaan impiannya. Menemui kandidat yang berharap diterima bekerja, menelpon menawarkan pekerjaan, membuat janji temu sampai bertemu muka untuk proses wawancara dan menjadi penentu kehidupannya setelah itu kan kelihatan seru banget. 

Masalahnya, nggak ada yang kasih bocoran jadi recruiter itu juga harus ribet saat persiapan job fair begini. Mengurus booth job fair dengan semua tetek bengek persiapannya agar calon pelamar kerja tertarik dengan perusahaan dan mau mampir sekedar melihat-lihat lowongan yang ada, mengisi buku tamu dan syukur-syukur meninggalkan CV. 

Persiapan job fair itu termasuk di dalamnya, menelpon penyelenggara job fair  mendaftarkan keikutsertaan perusahaan, mencetak pamflet untuk dibagikan selama acara, menghias booth, memastikan memiliki lembar formulir wawancara yang cukup kalau sekiranya ada kegiatan walk-in interview sampai memastikan semua dokumen yang diberikan kandidat tersimpan dengan baik. 

Sekarang sih sudah lumayan, beberapa kandidat mengirimkan dokumennya secara daring, namun masih ada beberapa yang memberikan dokumen manual. Kebayang kan gimana ribetnya bawa dokumen dari event job fair ke kantor pusat di Jakarta. Apalagi kalau job fair-nya di luar kota seperti sekarang, nggak ada driver yang membantu mengangkut semua dokumen ini balik ke kantor pusat. 

Ya, sekarang aku lagi di Surabaya untuk dua hari job fair di Universitas Erlangga mulai besok. Sekarang lumayan nih, sehari sebelum acara sudah tiba di kota tempat acara berlangsung. Kadang tempatku bekerja sungguh pelit soal biaya perjalanan bisnis, recruiter sebisa mungkin sampai di hari yang bersamaan dengan acara job fair. Jadi kalau acaranya besok ya, pagi tiba kemudian langsung ke lokasi acara. Iya, PT. Asuransi Gemintang yang katanya masuk tiga besar asuransi jiwa terbesar di negara ini, sepelit itu. 

Dan ini kisahku sebagai sales recruiter  di sana...


Recruiter Lyfe - (TAMAT)Where stories live. Discover now