53.Meet Winning?

3.1K 374 44
                                    




Kemarin aku memutuskan untuk bekerja dari rumah. Salah satu keuntungan bekerja di Asuransi Gemintang memang kebijakan work from home (wfh) yang lumayan membantu. Sebenarnya untuk Sales Recruitment, sedikit susah untuk dapat menikmati keuntungan wfh, mengingat banyaknya wawancara tatap muka yang harus dilakukan. Namun aku berhasil meyakinkan Nindon, menitipkan beberapa kandidat untuk diwawancara Nindon. Tentu saja ditukar dengan janji, aku mengerjakan laporan mingguan untuk area Nindon juga.

Sebenarnya bisa saja aku mengambil cuti, tapi jelas saja bukan pilihan yang bijak mengingat target yang cukup banyak menjelang bulan puasa. Satu hari jauh dari kantor sebenarnya sudah cukup membuatku segar, sedikit melupakan diskusiku dengan Bu Rani dan obrolan singkat bersama Mbak Andin yang cukup mengejutkan. Entah mengapa obrolan dengan Mbak Andin lebih mengusikku, dibanding ketika aku bertemu Bu Rani.

Ibra dan Ilen pacaran?

Informasi itu terus-menerus memenuhi pikiranku, seperti berusaha menjalin seluruh kepingan puzzle yang terserak selama ini. Kalau memang mereka pacaran, berarti Ilen memang berhak cemburu akan kedekatanku dengan Ibra. Tentu saja kondisi itu juga membenarkan perbuatan Ibra yang seakan membela kelakuan Ilen.

Kalau memang kenyataannya seperti itu, tetap tidak membuat keduanya bisa seenaknya memperlakukanku. Sudah benar aku berani berbicara dengan Bu Rani tentang masalah ini, yakinku dalam hati.

Walaupun tetap saja, aku masih cemas menantikan tindakan Bu Rani selanjutnya. Nindon dan anak-anak yang lain sudah tahu aku memutuskan untuk menghadap Bu Rani, tapi sejauh ini tidak ada informasi apapun yang mereka ceritakan padaku kemarin saat aku tidak masuk kantor. Mungkin belum, pikirku berusaha menenangkan diri.

"Mbak Leta sudah masuk?" sapa Lista ketika aku baru saja meletakkan tas di atas meja kerja.

"Pagi, Lis. Tumben lagi di Jakarta," balasku cepat, tidak menjawab pertanyaan Lista, karena jelas-jelas aku ada di kantor saat ini kan.

Lista cemberut, "Dari kemarin, Mbak. Kangen juga aku sama kantor. Keliling Indonesia terus kulit jadi hitam nih, pacarku sampai protes."

Aku tergelak, Lista memang hiburan baru untukku akhir-akhir ini. Gadis itu selalu mampu membuatku tertawa.

"Ada kabar yang aku terlewat nggak nih? Group chat sepi banget," tanyaku sembari menyalakan laptop.

"Nggak tahu ini penting atau nggak, tapi kemarin Mbak Ilen juga nggak masuk kerja."

"Eh, Ilen nggak masuk kemarin?"

"Iya, Mbak. Mabeth bilang sih dia izin sakit. Kita nggak tahu benar atau nggak, karena sepertinya hanya info ke Mabeth saja. Aku sama Mas Lucky yang kemarin seharusnya diskusi untuk proposal job fair luar kota saja, sampai harus ke Bu Rani langsung."

"Aneh ya, dia kan jarang izin sakit," gumamku lebih ke diri sendiri daripada ditujukan ke Lista. Ilen memang tergolong rajin masuk kerja, jangankan sakit, cuti saja sering tidak diambil. Dia lebih suka menguangkan cutinya, kebijakan lain yang dimiliki Asuransi Gemintang. Propaganda perusahaan sih menurutku. Cuti seharusnya hak karyawan untuk dinikmati, namun perusahaan ini memberi opsi diuangkan, tentunya dengan tujuan karyawan memilih masuk dan menerima tambahan uang sebagai gantinya.

"Kabarnya Mbak Ilen resign, sih Mbak Leta," kali ini suara Mabeth tiba-tiba terdengar, berhasil membuatku dan Lista berpaling ke arahnya. "Soalnya hari ini pun, dia nggak masuk, nggak ada info apapun. Baru saja aku tahu dari Bu Rani, karena Ibu minta aku kasih laporan harian semua langsung ke Ibu mulai hari ini."

"Masak begitu saja diartikan dia resign, Beth?" tanyaku sangsi.

"Ih belum selesai ceritanya, Mbak," tambah Mabeth gemas sambil mengibaskan rambutnya. "Ada Mbak Nindon juga di dalam tadi. Sebelum keluar, aku sempat dengar Bu Rani minta Mbak Nindon pegang semua pekerjaan Mbak Ilen sampai ada pengganti."

Aduh, benarkah Ilen sampai resign hanya karena ceritaku ke Bu Rani? Seharusnya ini yang kuinginkan, tapi mengapa terasa ada yang mengganjal?

***

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Where stories live. Discover now