36.Meet Red Signs

3.2K 351 15
                                    




Oke, jadi sekarang aku punya dua hal menyenangkan dalam hidup yang tengah terjadi.

Pertama, surel dari Ilen meningkat pasti menjadi tiga kali sehari: pagi, siang, sore. Kalah pokoknya minum obat. Walau belum final, tapi gambaran angka jumlah kandidat yang lolos untuk periode bulan Maret sudah tergambar. Tentu saja angkaku masih jauh dari target yang diharapkan, karenanya Ilen mempunyai alasan untuk menerorku lebih sering. Apalagi, ingat, bulan April ini targetku 35 kandidat. Catat dan hapalkan.

Kedua, Malik Ibrahim Lubis alias Ibra alias user terbaikku untuk cabang Metro bagian Jakarta Timur ternyata tidak mau kalah dengan Ilen. Sehari setidaknya ada empat kali pengingat yang kuterima dari pria itu, bisa berupa panggilan telepon (ponsel atau meja), pesan singkat atau surel. Mana saja yang menurut Ibra lebih cepat menarik perhatianku tentunya. Tidak perlu dijelaskan lagi kan apa isi pengingatnya?

"Lama-lama pekerjaan gue berkutat antara Ilen dan Ibra saja ini," ujarku sambil membenamkan kepala pada bantal kursi yang kuletakkan di atas meja kerja. Aahhh, nyaman sekali rasanya.

"Masalah lu nggak kreatif ya Let?" respon Nindon seketika. Mbak Riesta tertawa mendengar komentar Nindon.

Saat ini sudah pukul setengah tujuh malam, hanya ada aku, Mbak Riesta dan Nindon di area Sales Recruitment. Lucky dan Lista sedang ada tugas luar kota, biasanya mereka juga ikutan lembur bareng. Kami sedang kejar target memasukkan data final kandidat, yang lolos mengikuti pelatihan di Sales Academy senin depan. Sepertinya Mabeth juga belum pulang, karena komputernya masih menyala, tapi entah di mana keberadaan admin kami yang centil itu. Ilen? Mana mungkin supervisor kami masih di kantor di atas pukul enam sore.

"Memang masalah kalian beda?" tanyaku tanpa melepaskan diri dari pelukan sang bantal kursi, hanya menolehkan muka ke arah Nindon dan Mbak Riesta.

"Kalau gue, semua user punya keribetan masing-masing sih, tapi nggak ada yang spesial gue bahas terus macam elu bahas Ibra," ujar Nindon setengah serius setengah bercanda. Nada suaranya memang terdengar serius, tapi raut mukanya menggodaku.

Aku melempar post-it yang telah kuremas ke arah Nindon, Mbak Riesta kembali ketawa melihat tingkah kami berdua. "Kalau gue mungkin karena pegang syariah ya, jadi nggak terlalu banyak masalah sih, Let," jawab Mbak Riesta. "Rata-rata mereka sabar saja menunggu giliran siapa yang mendapat kandidat mana," lanjutnya.

"Enak banget sih, Mbak," ujarku iri mendengar penjelasan Mbak Riesta. Produk serta nasabah syariah milik Asuransi Gemintang memang belum banyak, sehingga cukup Mbak Riesta yang mengurus semua rekrutmen FC untuk seluruh area di Indonesia. Tapi tetap saja, menurutku sama ribetnya dengan kami di asuransi konvensional. Karena persyaratannya sama saja, mungkin sedikit berbeda untuk kandidat FC perempuan yang wajib mengenakan hijab.

"Yah Let, kayak nggak tahu Mbak Riesta saja. Semua juga dibilang mudah kali," seru Nindon. "Padahal kemarin Rahayu, user area Metro Syariah, komplain ke Ilen langsung karena Mbak Riesta lama kasih kandidat, tetap saja disenyumin sama dia."

"Itu salah gue juga, Nin," potong Mbak Leta. "Ada kandidat yang gue janjikan ke Rahayu peleset jadwal."

"Itu karena lu terlalu baik, Mbak," tungkas Nindon cepat. Kali ini aku cepat mengangguk menyetujui komentar Nindon. Terkadang Mbak Riesta memang memanjakan user-usernya. Sementara Nindon, semua usernya bagaikan musuh untuknya.

Kalau begitu, kenapa di kasusku, hanya Ibra yang menjadi masalah?

***

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Where stories live. Discover now