03.Meet the Typical Saturday Nite

14.2K 870 30
                                    

Aku mengambil tumpukan resume lamaran kerja dari atas meja dan memindahkannya ke lantai. Sambil bersandar pada kaki tempat tidur, tumpukan tersebut terbagi menjadi beberapa bagian lagi di hadapanku. Melalui lembar-lembar post-it warna-warni, aku menempelkan tulisan: lolos, disimpan, dan ditolak di atas setiap tumpukan. Tumpukan kertas dengan label disimpan dan ditolak segera masuk ke dalam kotak besar bekas boks kertas HVS. Sementara tumpukan lolos segera terbagi lagi menjadi: psikotes dan tidak bisa dihubungi.

Satu per satu lembaran resume kandidat dari bagian psikotes aku ambil untuk diketikkan data-data penting di dalam resume itu ke kolom-kolom excel dalam laptop: nama, nomor ponsel, alamat surel, alamat rumah, pendidikan terakhir, tanggal lahir dan status aplikasi. Saat ini aku hanya fokus pada status aplikasi psikotes dan tidak bisa dihubungi. Sambil terus memasukkan data, aku mengecek kotak masuk di surel kantor, memastikan para kandidat yang telah masuk tahap psikotes telah menerima surel. Hasil wawancara dua hari terakhir ini menghasilkan 15 kandidat masuk ke tahap psikotes, dari total 65 pelamar. Wuri tersenyum sumringah selepas berakhirnya job fair hari ini, berharap setidaknya sepuluh orang lulus psikotes. Biasanya aku hanya meloloskan maksimal 10 kandidat saja untuk psikotes soalnya, kemudian yang lulus paling setengahnya.

Ponselku kelap-kelip menandakan ada panggilan masuk. Sengaja memang nada deringnya aku matikan, karena ingin fokus dengan berkas lamaran yang harus selesai semua malam ini. Besok seharian aku harus psikotes di cabang dan malamnya balik Jakarta. Sampai Jakarta, kerjaan lain pasti menunggu.

"Boooookkkkk, balas kenapa di grupchat," teriak Nindon tak lama setelah tombol hijau di ponsel kutekan.

"Ampun deh, Ndon, berisik tahu," jawabku sambil mencari-cari tombol untuk mengecilkan volume suara.

Nindon ketawa ngakak*, macam habis menang taruhan satu RT. "Kita tuh khawatir tahuuuuu... ada jomlo, baru beres kerja rodi dua hari di kota asing, malam minggu begini nggak balas chat. Takut kenapa-kenapa."

"Eh sialaaaann," gerutuku sambil mengubah mode suara menjadi speakerphone. Sembari mendengarkan Nindon menceritakan apa saja kekhawatiran (tanpa alasan) yang dia pikirkan, aku mengecek groupchat dan menemukan puluhan pesan belum terbaca. Setelah sekilas dibuka, aku kembali menggerutu. "Apaan nih, isinya perang stiker doang."

"Itu mah kerjaannya Mutia, baru bikin stiker tuh dia. Langsung pamer, terus biasa deh, Lucky nggak mau kalah."

Aku ketawa. Kami, para recruiter PT. Asuransi Gemintang, memiliki groupchat sendiri yang isinya tentu saja super nggak penting, seperti nama groupchat-nya Sampahnya Gemintang (Sagem). Ada aku, Lucky, Nindon, Mutia dan Mbak Riesta sesama recruiter, serta Mabeth admin kami. Pastinya bukan ngobrolin kerjaan, itu mah ada di groupchat satu lagi yang isinya nambah satu orang aja, Ilen, supervisor kami. Kenapa tidak ada Ilen di Sagem? Yah, masa perlu dijelaskan sih kenapa tabu hukumnya memasukkan atasan ke groupchat happy-happy.

"Sedih banget gue, Ndon, malming begini stuck sama berkas-berkas lamaran," curhatku tak tertolong selepas Nindon berhenti merangkum apa saja yang baru saja mereka bahas di Sagem.

"Yah makanya kita tadi mau group call buat ngehibur elo yang tukang galau begini. Mana besok Minggu masih ada sesi psikotes kan lo."

"Aduh jangan bikin gue ingat lagi deh, baru saja kelar input data buat besok. Habis ini masih harus prepare alat tes pula. Besok mulai jam sem-bi-lan pagi, Kak. Mau cryyyyy gueee."

"Jangan sedih, Lucky juga lagi rekap kandidat tuh," Nindon mencoba menghiburku.

"Ya iyalah, sesama tim regional sama ngenes**nya kita." Aku dan Lucky adalah sales recruiter area non Jakarta, sehingga waktu kami memang banyak di luar kota, terutama saat akhir pekan. Karena job fair-job fair berkualitas banyak diadakan di akhir pekan. Walaupun nantinya akan diganti libur di hari biasa sih, tapi tetap saja, waktu berkumpul santai dengan teman-teman kan biasanya akhir pekan. Libur hari biasa mah sama saja bohong, teman-teman kerja semua.

"Ya sudah, gih elo beres-beres alat tes dulu, jangan sampai ada yang kurang. See you di Jakarta ya lusa. Dahhh." Nindon menutup telpon sebelum aku sempat membalasnya, khas dia banget. Kembali aku mengalihkan perhatian pada kesemrawutan di depan mataku.

Aduh, jadi ingat. Ini lembar jawaban PAPI Kostick*** dan IST**** menipis pula... semoga Wuri simpan cadangan di cabang. Alamat tidur jam berapa ini.... batinku melihat angka 23.50 di ponsel.

***

catatan

*ngakak: (bahasa gaul) tertawa terpingkal-pingkal

**ngenes: (bahasa gaul) sedih/sengsara

***PAPI Kostick: tes psikologi untuk melihat kepribadian, terdiri dari 90 soal

****IST: intelligence structure test yang terdiri dari bermacam soal seperti deret angka, bangun ruang, pengetahuan umum, hubungan dan kesamaan kata.

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt