29.Meet Heart to Heart

4.6K 503 8
                                    


Aku sedang mengangkat satu kardus penuh cv hasil job fair di UPW, ketika Ibra tiba-tiba berada di sebelahku dan mengambilalih kardus tersebut dari dekapanku, tanpa sepatah kata pun.

"Saya bisa bawa sendiri," teriakku sia-sia, karena Ibra sudah melesat cepat ke arah Mobilio hitam miliknya. Akhirnya kami kembali ke Jakarta menumpang mobil Ibra, setelah Lucky dan Lista mendorongku untuk mengiyakan tawaran Ibra. Well, tidak bisa dibilang tawaran juga sih kalau Lucky yang pertama keluar dengan ide tersebut.

"Lelah sekali ya, Mbak. Dua hari job fair pinggangku seperti mau copot," tukas Lista di sebelah kananku dengan satu kardus di tangannya juga. "Mbak Leta enak ya punya user baik hati, sigap sekali membantu," tambahnya sambil melirik ke arah Ibra yang tengah memasukkan kardus yang tadi kuangkat ke bagasi mobil.

"Eh, kata siapa dia baik?" ujarku mencibir, teringat semua kelakuan Ibra sebagai user selama ini. 

"Jadi dia jahat?" tanya Lista dengan mulut ternganga. 

"Siapa yang jahat?" tanya Ibra yang sudah kembali di tengah-tengah kami berdua. Tanpa menunggu jawaban, ia dengan sigap mengambilalih kardus dari tangan Lista dan berlalu dari pandangan kami.

"Awww... baik banget Mas Ibra," seru Lista sambil memandang ke arah Ibra tak berkedip. "Masak dia jahat, Mbak?" tanyanya ke arahku dengan pandangan menuduh, seolah-olah aku membohonginya.

"Saya nggak bilang dia jahat," tiba-tiba pertemuanku dengan Ibra saat makan siang terputar kembali di otakku. "Tapi bukan user yang baik hati seperti kamu kira," tambahku cepat sebelum terhanyut dengan kenangan siang itu.

"Nggak baik hati, tapi nggak jahat juga?" ulang Lista menatapku bingung.

"Sudah yuk, kita naik sekarang, biar cepat sampai Jakarta," pungkasku malas membahas lebih lanjut. 

Sesuai pembagian tempat duduk yang diatur Lucky, aku dan Lista duduk di bangku tengah sementara Lucky menemani Ibra di depan. Sial untukku, posisi dudukku tepat di belakang Ibra, sehingga beberapa kali aku beradu pandang dengannya melalui spion tengah. 

"Pas nih kita jalan sekarang, sebelum magrib sudah sampai tol dalam kota seharusnya," seru Lucky saat kami baru saja melewati gerbang tol Pasteur. 

"Semoga saja," pekik Lista girang. "Sudah dua minggu aku nggak sempat pacaran. Hari ini aku minta pacarku mampir ke rumah sebentar nanti."

"Memang minggu lalu kamu kemana?" tanyaku penasaran.

"Minggu lalu ikut Mbak Leta ke kantor setengah hari saja, capai banget. Jadi aku hibernasi saja di rumah," jawab Lista polos. Aku dan Lucky bertukar pandang sambil berusaha menahan tawa kami. 

Astaga, baru saja masuk kantor setengah hari saat akhir pekan sudah hibernasi seharian. Jangan-jangan selepas job fair ini bisa pingsan ini anak. 

"Mbak Leta nggak pacaran?" tanya Lista tiba-tiba. 

Aku tersedak mendengar pertanyaan Lista dan tawa Lucky langsung meledak seketika. 

"Tanya dulu Lis, punya pacar atau nggak si Leta?" seru Lucky tanpa ampun. Melalui sudut mataku, aku melihat Ibra memperhatikanku dari balik kemudi. 

"Kerja di sini bisa punya waktu luang buat ke salon saja sudah mewah, Lis," jawabku pelan.

Lista menatapku lekat, kedua bola matanya nampak membesar. "Aku nggak mau putus sama pacarku, Mbak," ujarnya pelan seperti menahan tangis.

"Eh, siapa bilang kamu harus putus sama pacarmu?"

"Itu Mbak Leta tadi bilang susah sekali cari waktu kosong, nanti kalau pacarku minta putus karena aku nggak punya waktu untuk dia bagaimana?" 

"Eh," ujarku bingung, melirik ke arah Lucky mencari bantuan. Tapi Lucky pun sama clueless-nya denganku. Tanpa sengaja, kembali aku beradu pandang dengan Ibra melalui kaca spion tengah. 

"Sebenarnya kalau seseorang itu sangat penting untuk kita, sesibuk apapun, kita pasti akan berusaha meluangkan waktu untuk bersama dengannya," jawab Ibra datar tanpa melepas pandangannya ke arahku.

Entah mengapa, aku merasa Ibra tidak berbicara itu untuk Lista saja. 

***

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Where stories live. Discover now