5. Tangisan pilu Altar

107K 10.5K 777
                                    

"Om," ucap Altar memecahkan keheningan.

Sekarang Altar dan Regi berada di mobil, setelah acara tujuh bulanan Adzwa selesai lima belas menit yang lalu. Regi akan mengantarkan Altar pulang. Ia takut orang tua anak itu khawatir, karena Altar belum pulang ke rumah. Apalagi, tadi saat mengajaknya untuk ikut ke rumah Azka, ia tidak izin dulu pada orang tuanya Altar.

"Iya?"

"Alexan beluntung, ya, Om. Punya lima ayah sekaligus, apalagi semua ayah Alexan baik-baik semua. Nggak sepelti ayahnya, Altal!" ujar Altar, membuat Regi menatapnya sejenak. Lalu, kembali fokus pada jalanan.

"Memangnya Ayah Altar kenapa?" tanya Regi, terdengar ada kesedihan saat Altar berkata Ayah. Apa yang sebenarnya dirasakan anak itu mengenai ayahnya?

Anak usia lima tahun itu menundukkan kepalanya, sambil memainkan tali tas gendongnya yang ia pakai. "Altal nggak tau, kalena Altal nggak pelnah ketemu Ayah. Altal nggak tau, apakah Ayah Altal baik atau nggak," jawab Altar membuat Regi mengernyitkan dahinya, Altar tidak pernah ketemu ayahnya. Kenapa bisa?

"Kamu belum pernah ketemu sama sekali sama Ayah kamu?"

Altar menggelengkan kepalanya, tanda ia memang tak pernah bertemu dengan ayahnya selama ini.

"Altal suka nangis, kalau ditanya ke mana Ayah Altal sama teman-teman. Kenapa Altal tidak pelnah di antal Ayah kalau sekolah? Altal juga pelnah diledekin nggak punya Ayah sama teman-teman, tapi Alexan suka belain Altal sampai meleka nggak ledekin Altal lagi." Air mata Altar menetes begitu saja, ketika mengingat bagaimana teman-temannya yang suka meledeknya.

"Altal nggak belani bilang ke Bunda kalau Altal seling diledekin, Altal takut Bunda nangis lagi. Apalagi, Bunda pelnah nangis kalena ada tetangga yang bilang kalau Altal itu nggak punya Ayah, katanya Altal anak halam!" lanjutnya bercerita hingga ia tak bisa menahan isak tangisnya lagi.

Regi menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu membawa Altar ke pangkuanya dan memeluknya dengan erat. Ada rasa sesak di hatinya saat mendengar cerita Altar, apalagi saat melihat anak itu menangis.

"Sssttt ... kamu anak yang hebat, Altar. Kamu anak yang kuat, jangan pernah dengarkan orang lain yang berbicara seperti itu," ucap Regi sambil mengelus punggung Altar lembut.

"Altal mau ketemu Ayah, Om. Altal lindu Ayah, mau digendong Ayah, mau main sama Ayah, Altal mau di antelin sekolah sama Ayah. Altal nggak minta Ayah yang banyak, cuma minta satu Ayah untuk Altal, bial Altal nggak diledekin teman-teman lagi. Bial semua olang tau, kalau Altal juga punya Ayah," isaknya, saat merasakan kesakitan di hatinya setiap kali ia merindukan sang Ayah. Namun, yang dirindukannya tidak pernah datang menemuinya.

Air mata Regi menetes begitu saja, sesak di dadanya semakin menjadi. Ada rasa perih di hatinya, seperti baru saja ada benda tajam yang menusuk tepat di ulu hatinya. Kenapa? Regi hanya mendengarkan cerita Altar yang ingin bertemu dengan ayahnya, tapi kenapa hatinya begitu sakit saat mendengarnya? Ia hanya mendengarnya, tidak merasakan apa yang dialami Altar.

"Setiap Altal tanya Bunda ke mana ayah, Bunda selalu bilang kalau Ayah lagi kelja di tempat yang jauh. Tapi waktu Altal tanya kapan Ayah pulang? Bunda nggak pelnah jawab, Bunda diam aja. Setelah itu, Bunda selalu nangis di kamal sendilian. Apa peltanyaan Altal bikin Bunda nangis, Om? Apa Altal nakal udah bikin Bunda nangis?" tanya Altar yang langsung dibalas dengan gelengan Regi.

"Kamu nggak nakal, kamu anak yang baik. Sudah, jangan menangis lagi," jawab Regi sambil menghapus jejak air mata yang membekas di pipi Altar. Lalu, mencium kelopak mata Altar secara bergantian.

Cupp

Cupp

Regi mematung saat Altar melakukan hal yang sama padanya, Altar baru saja mencium kelopak matanya secara bergantian. Sekarang hatinya menghangat setelah mendapat ciuman dari Altar, meskipun hanya di kelopak matanya.

Altar >< Altarik ✓Where stories live. Discover now