21. Memulai

96.3K 8.1K 728
                                    

"Ayah ... kemalin waktu Altal ikut lomba mewalnai, Altal jadi juala satunya, lho," ucap Altar yang kini duduk di atas perut Regi yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit yang seharusnya ditempati Altar.

Ini hari ketiga Altar dirawat di rumah sakit, lukanya memang tidak parah. Namun, Regi tetap ingin putranya itu dirawat sampai benar-benar sehat. Apalagi, Altar masih sering mengeluh sakit di kepalanya.

"Oh, ya? Hebat banget anak Ayah, jadi juara satu," ujar Regi sambil mencubit gemas hidung mancung Altar.

"Iya, tapi pialanya udah nggak ada."

"Lho, ke mana emangnya?"

Altar menundukkan kepalanya, mengingat kejadian saat lomba hari itu.

"Altal buang pialanya, kalena Ayah nggak datang buat liat Altal lomba. Altal pikil buat apa Altal masih pegang pialanya, Ayah nggak bangga liat Altal jadi juala satu, Ayah juga nggak bahagia liat Altal jadi juala satu. Ayah nggak datang waktu itu," jelasnya, membuat Regi merasa bersalah sekarang. Saat itu, ia tidak jadi pergi ke sekolah Altar karena harus melihat Assyifa yang kritis.

Regi menarik Altar ke dalam dekapannya, sehingga Anai itu tidur tengkurap di atas tubuhnya. Lalu, ia mencium puncak kepala Altar berkali-kali, rasa bersalahnya sangatlah banyak pada putranya itu.

"Maafin Ayah, sayang. Maaf, bukannya Ayah nggak bangga sama Altar, bukannya Ayah nggak bahagia lihat Altar jadi juara satu. Tapi, saat itu Ayah beneran nggak bisa datang karena harus jagain Syifa. Padahal, waktu itu Ayah mau banget liat Altar lomba," ucapnya menjelaskan alasan kenapa ia tidak bisa datang saat Altar ikut lomba, sekarang ia tidak ingin berbohong pada Altar. Jadi, ia menjelaskan yang sebenarnya.

"Syifa itu siapa, Ayah?" tanya Altar yang merasa asing dengan nama itu.

"Keponakan Ayah."

"Telus sekalang kenapa Ayah nggak jagain Syifa lagi? Apa kalena Ayah halus jagain Altal di sini?"

Regi menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum pedih. "Syifa udah nggak perlu dijagain lagi sama, Ayah. Syifa udah pulang."

"Pulang ke mana, Ayah?"

"Ke rumah Allah. Dia sudah tenang, aman, di sisi Allah."

Altar terdiam, dan memeluk Regi semakin erat. Entah kenapa ia merasa jika ayahnya itu sedang tidak baik-baik saja sekarang.

"Ayah sayang banget sama, Altar."

"Altal juga sayang, Ayah."

Krek!

Suara pintu yang terbuka itu, membuat Regi mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Di sana, ia bisa melihat Ayanna yang kembali masuk bersama keempat sahabatnya.

"Yang sakit itu, Altar. Lo ngapain tiduran di sana?" tanya Aldi sambil memukul lengan Regi.

"Altar aja nggak masalah tempat tidurnya gue tempatin," balas Regi.

"Altar apa kabarnya sekarang?" tanya Adzwa.

"Alhamdulillah, Altal udah baik, Tante."

"Syukurlah, ini Tante bawain buah buat Altar. Dimakan, ya, biar cepat sembuh."

"Iya, makasih, Tante."

"San, si Azka dua bulan lagi bakalan punya anak, si Regi tau-taunya udah punya anak umuran Lexan. Terus kita kapan, San? Gue jadi pengen punya anak kandung sekarang," bisik Aldi pada Sandy, agar tidak ada yang mendengarnya selain Sandy.

"Lo ngapain nanya ke gue, Bego? Gue kagak bisa tekdung kayak, Adzwa!" ujar Sandy yang membuat Aldi ingin melipatnya, pasalnya Sandy berbicara tidak berbisik seperti dirinya. Sehingga, yang lainnya ikut mendengar ucapannya.

Altar >< Altarik ✓Where stories live. Discover now