8. Benar-benar hancur

99.6K 8.5K 136
                                    

Dengan langkah gontainya Ayanna masuk ke rumahnya. Rumah sederhana, tapi membuatnya nyaman saat berada di dalamnya. Ayanna bukanlah gadis yang terlahir dari keluarga kaya, ia hanya gadis biasa dari keluarga sederhana.

Ayanna memilih untuk memenuhi kebutuhannya, daripada keinginannya setiap kali ia memiliki uang. Karena kebutuhannya sehari-hari lebih penting, daripada keinginannya yang terkadang harus mengeluarkan uang lebih banyak dari kebutuhannya.

Sejak kecil Ayanna sudah diajarkan mandiri oleh kedua orang tuanya, ia tidak boleh menghamburkan uang untuk membeli sesuatu yang tidak penting, ia harus selalu berhemat. Jajan saja, sudah ditentukan batas maksimal uang sakunya. Jangan lebih dari uang saku yang diberikan ibunya, tapi boleh kurang untuk ditabung sisanya.

Ayanna berhenti melangkah saat melihat ayahnya berdiri di depan pintu kamarnya. "Ayah," ucapnya bingung.

"Milik siapa ini, Ayanna?" tanya ayahnya sambil menunjukkan beberapa testpack yang membuat Ayanna terdiam kaku.

Ia lupa membuang semua testpack-nya, dan malah menyimpannya sembarang di atas kasur tadi. Ayahnya pasti baru dari dalam kamarnya, dan menelihat testpack itu. Ayanna menggigit bibir bawahnya, apa yang harus dikatakannya sekarang? Ia bingung, apalagi Alta tidak mau bertanggung jawab padanya.

"Jawab Ayah, milik siapa ini, Ayanna?" desak lagi pria setengah baya itu.

"Ma-maaf, A-ayah."

"Ayah tidak membutuhkan maafmu, Ayah membutuhkan jawaban dari kamu. Milik siapa ini?"

"Maaf, Ayah. Ma-"

"JANGAN MINTA MAAF. DAN KATAKAN INI MILIK SIAPA AYANNA?!" bentak pria setengah baya itu, membuat Ayanna tersentak kaget. Detik itu juga, tangis Ayanna kembali pecah di hadapan ayahnya. "Katakan milik siapa, Ayanna!"

"Mi-milik Ay-Ayanna, Ayah," jawabnya sambil menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata ayahnya.

"Astaghfirullah, kenapa bisa terjadi, Ayanna? Kenapa kamu melakukan hal terlarang itu? Kamu tahu, kan, itu dosa besar," ucap ayahnya tak percaya dengan fakta yang baru ia dapatkan tentang anaknya.

Ayanna berlutut di hadapan ayahnya, lalu memeluk kaki pria paruh baya itu dengan erat. "Maafkan aku, Ayah. Aku tidak bermaksud untuk mengecewakan, Ayah. Maafkan Ayanna," sesalnya dengan isak tangisnya yang semakin pecah.

"Apa yang harus Ayah katakan pada kedua orang tuamu, Ayanna? Ayah memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga kamu, mendidik kamu menjadi gadis yang baik dan salihah, tapi apa yang sudah kamu lakukan, Ayanna?"

"Ayah telah gagal Ayanna, Ayah telah gagal menjaga kamu, gagal mendidik kamu. Orang tua kamu pasti kecewa sama Ayah, Ayanna. Kecewa karena tidak bisa menjaga putrinya dengan baik. Apa yang harus Ayah lakukan sekarang, Ayanna? Ayah hanya Ayah tiri kamu, tapi meskipun begitu, Ayah sayang sama kamu selama ini. Ayah tidak pernah menginginkan ini terjadi sama kamu, tapi kenapa kamu melakukannya?"

"Maafkan Ayanna, Ayah. Ayanna salah, tapi ini juga bukan yang Ayanna inginkan. Ayanna dijebak, Ayah. Maafkan, Ayanna." Sesak rasanya dada Ayanna, semuanya karena Alta. Cowok tidak bertanggung jawab itu, telah menghancurkan semuanya.

"Percuma! Seberapa banyakpun kamu meminta maaf. Permintaan maaf kamu tidak akan mengubah semuanya, kamu tetap mengandung anak di luar nikah, Ayanna!" hardik Ayah Ayanna. Ia sudah percaya jika anak tirinya itu adalah gadis yang baik, penurut, mandiri dan sabar. Lalu, kenapa kejadian ini terjadi pada anak tirinya itu?

Ayanna memang anak tirinya, sedangkan Ayah kandung Ayanna meninggal saat Ayanna kelas satu SMP. Sebelum meninggal, Ayah kandung Ayanna memintanya untuk menjaganya dan menikah dengan Ibu Ayanna. Ia mengiyakan permintaan terakhir ayah kandung Ayanna, karena bagaimanapun Ayah kandung Ayanna adalah sahabat terbaiknya yang selalu membantunya. Tidak ada salahnya jika ia membalas semua kebaikannya dengan menjaga Ayanna dan menikahi ibunya.

Selang satu tahun, Ibu Ayanna meninggal dunia karena kecelakaan. Dari sana, ia berjanji untuk menjaga Ayanna meski seorang diri, berusaha memberikan yang terbaik untuk Ayanna. Tetapi, sekarang anak tirinya itu telah meruntuhkan kepercayaannya.

"Siapa? Siapa Ayah dari anak yang kamu kandung, Ayanna?" tanya ayahnya, namun dibalas dengan gelengan Ayanna. Bukan tandanya ia tidak tahu, tapi ia tidak ingin mengatakannya. Apalagi, Alta tidak peduli padanya dan bayi yang dikandungnya. Alta tidak mau bertanggung jawab.

"Katakan siapa dia, Ayanna?"

Ayanna kembali menggelengkan kepalanya, membuat pria setengah baya itu meradang dan menariknya untuk berdiri.

"KATAKAN SIAPA LAKI-LAKI ITU, ATAU PERGI DARI RUMAH INI AYANNA!" desak ayahnya membentak, membuat Ayanna semakin takut. Tetapi, ia tak mau menyebutkan nama Alta pada ayahnya.

Ia bukannya melindungi Alta dari ayahnya, tapi ia sudah terlalu kecewa pada Alta dan ia sudah tak ingin berurusan dengan Alta lagi.

"AYANNA KATAKAN SIAPA AYAH DARI ANAK YANG KAMU KANDUNG!"

Lagi dan lagi Ayanna menggelengkan kepalanya, membuat pria setengah baya itu masuk ke kamar Ayanna. Hanya selang beberapa menit, pria itu kembali keluar dari kamar Ayanna sambil membawa tas jinjing berukuran sedang dan melemparkannya di hadapan Ayanna.

"Pergi! Pergi dari rumah ini, saya tidak mau menahan malu dengan apa yang telah kamu perbuat, Ayanna. Saya sudah cukup malu kepada almarhum kedua orang tua kamu dengan kegagalan saya menjaga dan mendidik kamu. Dan, saya tidak ingin menanggung malu karena kamu hamil di luar nikah, Ayanna. Jadi, lebih baik kamu pergi dari sini!" usir ayahnya itu, meski sebenarnya dalam hatinya ia tidak tega melakukan ini.

"Ayah, maafin Ayanna. Maafin Ayanna, Ayah. Ayanna mohon ... Maafin Ayanna."

"Pergi dari sini, Ayanna."

"Ayah, Ayanna mohon. Ayanna tidak punya siapa-siapa lagi selain Ayah, jangan usir Ayanna dari sini Ayah. Ayanna mohon."

"Itu kesalahanmu Ayanna, kamu yang melakukan hal terlarang itu. Dan, kamu harus menanggung semuanya."

"Ayah maafkan, Ayanna."

"Pergi, saya tidak mau melihat kamu di sini lagi."

"Ayah ...."

"PERGI DARI RUMAH INI SEKARANG JUGA, AYANNA! PERGI DAN JANGAN KEMBALI KE RUMAH INI!"

Hati Ayanna semakin perih, setelah tadi Alta mengusirnya dan tidak mau bertanggung jawab. Sekarang ayahnya juga mengusirnya dari rumah. Harus ke mana ia sekarang? Ia tidak punya siapa-siapa lagi selain Ayah tirinya, ia tidak punya uang banyak untuk pergi sejauh mungkin.

Ayanna mengambil tas jinjing yang dilemparkan ayahnya tadi, lalu ia pergi dari rumah itu. Meski ia tidak tahu harus pergi kemana.

"Kenapa kamu datang di waktu yang tidak tepat? Bukannya aku tidak menginginkan kamu hadir di hidupku, tapi waktunya belum tepat untuk kamu hadir di hidup aku sekarang," batin Ayanna masih dengan isak tangisnya yang sudah sesegukan.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mempertahankan kamu atau menggugurkan kamu? Aku tidak mau menanggung dosa lagi dengan membunuh kamu yang tidak bersalah, tapi aku tidak mau kamu menderita nanti jika aku mempertahankan kamu. Apa yang harus aku lakukan? Aku sendiri sekarang. Ayahmu tidak mau bertanggung jawab, dia tidak peduli sama kita."

Ayanna semakin bingung, orang-orang yang melihatnya berjalan sambil menangis. Menatapnya aneh. Apalagi, Ayanna berjalan dengan tatapan kosongnya.

"Aku akan mencoba mempertahankan kamu. Aku akan berusaha agar kamu tetap hidup, aku ingin bersama kamu nanti. Hidup berdua bersama kamu, hanya berdua. Tidak akan ada yang lain. Dan, maafkan aku jika suatu saat nanti kamu harus merasakan pahitnya hidup di dunia bersama ... Bunda."

***

Altar >< Altarik ✓Where stories live. Discover now