BAB 3: Vano.

270K 18.5K 1K
                                    

"Hiks..."

"Eva udah dong nangisnya."

Eva menurunkan tangan Indah dan Lily yang bertengger di bahunya, kemudian beralih memeluk mereka berdua, "Aku takut hiks... dia kejam."

Kedua cewek itu saling pandang lalu menghela napas lelah. "Gue udah peringatin lo sebelumnya," tukas Indah.

"Aku lupa! Huaaa... Ibu!" Bukannya berhenti, tangis Eva malah semakin kencang karena kedua temannya mengingatkan kembali akan kecerobohannya.

Setelah seharian menjadi tawanan seorang petolan sekolah, akhirnya Eva dipulangkan dengan keadaan mengenaskan. Matanya sembab karena kebanyakan menangis.

Padahal Alex tidak menyakitinya sama sekali setelah kejadian di kantin tadi, tapi karena mukanya yang terlihat sangar membuat Eva beberapa kali mewek menahan tangis karena takut.

Beruntung tanpa Alex ketahui Indah dan Lily mengikuti mereka dari belakang saat perjalanan pulang. Bukannya kepo tentang hal romantis apa yang bisa Alex lakukan untuk Eva, tapi ini lebih mengarah pada kekhawatiran mereka jika terjadi sesuatu pada Eva.

Karena gadis lugu itu tak akan mampu melawan Alex, melihat wajahnya saja sudah membuatnya ingin menangis, jadi bisa saja hal yang tidak diinginkan akan Alex raih dengan mudah karena kepolosannya.

"Nyokap lo mana?" Lily mengedarkan pandangannya kesepenjuru rumah sederhana milik Eva. 

Walaupun rumah Indah dan Lily sepuluh kali lipat lebih besar dari rumah Eva, hal itu tidak membuat mereka memilih putar balik saat Alex menurunkan Eva disana. Karena pertemanan bagi mereka tak memiliki alasan.

"Ibu lagi kerja," Eva mengelap ingusnya dengan tissu.

Indah manggut-manggut mengerti, "Nanti kalau Alex----"

"HUAAA.... jangan diingetin lagi!" Tangis Eva kembali pecah membuat Lily yang gemas langsung menjitak kepala Indah.

"Gue kan cuman mau ingetin." Indah mengelus kepalanya yang berdenyut sakit.

"Yaudah deh gini aja. Apa yang buat lo berhenti nangis? Nanti gue sama Lily temenin." Ralat Indah menepuk pundak Eva.

Cewek itu menyeka air matanya kasar lalu nyengir lebar pada Indah dan Lily, "Beneran?"

Mereka mengangguk mantap.

*****

Sore yang hangat. Sehangat wajah seorang laki-laki yang sedang bemain rumah-rumahan diatas pasir disebuah taman. Semua orang yang berlalu-lalang menatapnya jijik, tapi dia mengabaikan akan hal itu.

Diusianya yang menginjak 17 tahun seharusnya digunakan untuk mengejar cita-cita atau setidaknya menikmati masa remaja dengan berkumpul bersama teman-teman, tapi beda halnya dengan dia.

Cowok itu hanya bisa berkumpul dengan benda mati, karena orang sekitar tak menginginkannya. Tidak jauh dari tempat dia berdiri juga ada pria paruhbaya yang berstatus sebagai sopir pribadinya, tapi pria itu hanya menghampirinya saat jam makan ataupun jam pulang sudah tiba.

"BHAA!"

"AAA...... HAHAHA!!!" Vano tertawa senang kala mengetahui bahwa Evalah yang barusan mengejutkannya.

"Cantik, lihatlah aku udah bisa buat rumah-rumahan." Vano memberikan mainan yang dia pegang pada Eva. "Bagus kan?" Tanyanya dengan jemari yang menari tidak beraturan.

"Wah... Vano udah tambah pintar sekarang."

"Hihihi.... tapi Cantik, orang yang dibelakang Cantik itu siapa?" Vano mengerutkan kening kala mendapati ada orang asing yang ikut bergabung bersama mereka.

Lu-Gu (Selesai)Where stories live. Discover now