BAB 47: Kejujuran yang terlambat.

131K 10.1K 556
                                    

"Bang es teh saya mana!" Teriak Lily.

"Iya Neng. Sebentar!"

Lily kembali memakan ketopraknya dengan ganas. Gara-gara perdebatannya dengan pelayan Restauran yang tidak mau menurunkan harga terpaksa dia keluar dan mentraktir kedua sahabatnya ketoprak yang ada di pinggir trotoar.

"Jelek banget muka kamu Ly." Kata Eva terkekeh.

"Diem lo Va! Sebel gue kalau inget kejadian di Restauran tadi." Lily menggigit krupuknya keras. "Kalau gue yang punya Restauran, dalam waktu lima bulan bisa naik haji kalau gitu caranya! Ambil untung berlipat-lipat ganda."

Eva dan Indah menggelengkan kepala melihat sikap Lily. Padahal mereka tau kalau cewek itu mempunyai banyak uang dan beberapa kartu ATM dalam dompetnya, tapi bukan Lily namanya kalau tidak perhitungan. Sebelas dua belas dengan Bagas.

"Iya. Kapan-kapan lo buka Restauran kayak gitu aja biar cepat naik haji." Ucap sinis Indah.

"Gak mau gue. Gak berkah."

Indah memutar bola matanya malas. Dia memilih melanjutkan acara makannya yang disusul oleh Eva. Hening, mereka menikmati makanan masing-masing. Walaupun begitu Eva dan Indah sesekali melirik kearah Lily, memastikan cewek itu tidak tesedak karena melahap makanan seperti orang kesurupan.

"Eva, lo berhutang penjelasan." Indah menunjuk Eva menggunakan krupuk.

"Penjelasan apa?" Bukan Eva yang bertanya, tapi Lily.

Ketika di Restauran tadi Indah dan Lily memang seperti orang kesetanan karena hal dan tempat yang berbeda. Hingga akhirnya Lily menghampiri kedua temannya itu lalu menarik tangan mereka keluar dari sana tanpa mempedulikan sedang apa keduanya didepan tiga cewek cabai.

Eva bungkam, dia membolak-balikkan ketopraknya tanpa berniat memakan. Entah kenapa makanan yang tadinya terasa enak menjadi hambar gara-gara pertanyaan dari Indah.

"Kita sahabat Va. Satu sama lain harus saling percaya. Atau sebenarnya hanya gue dan Lily doang yang anggap lo sahabat? Sedangkan lo hanya anggap kami orang yang numpang lewat?"

Eva menggeleng keras, "Bu-bukan begitu."

"Gue emang gak tau ini membahas masalah apa, tapi gue setuju dengan apa yang dibilang Indah tadi. Katakan Va!"

Gadis lugu itu menghela napas panjang. Ini memang sudah saatnya dirinya mengaku. Sepandai-pandainya dia menyembunyikan hal itu pasti akhirnya akan ketahuan juga. Eva tidak mau ditinggal lagi oleh orang yang dia sayang karena merahasiakan sesuatu. Baginya Indah dan Lily sudah seperti keluarga dikehidupannya.

Untuk sesaat Eva memejamkan mata menguatkan diri. Jika nantinya Indah dan Lily akan pergi meninggalkannya sesudah dia mengatakan semuanya, maka itu adalah takdir yang harus dia terima atas keterlambatannya.

"Sebenarnya semua yang kalian lihat ini palsu."

Indah dan Lily saling pandang dengan alis yang berkerut, "Maksudnya?"

Eva kembali menghela napas. "Diluar sana ada yang sedang mengincar nyawaku."

Lily tertawa keras hingga membuat pelanggan lain ikut menoleh kearahnya, "Parah! Drama lo terlalu tragis Va."

"Termasuk orang yang menabrakku dengan sepeda motor beberapa hari yang lalu."

Tawa Lily seketika berhenti. Dia memandang Eva serius, seserius Indah yang sudah mendengarkan dengan seksama sedari tadi.

"Sadewo memang Papaku."

"APA?!" Teriak Lily terkejut.

"Ish ... bisa diem gak sih Ly!" Indah menjitak kepala Lily gemas.

Lu-Gu (Selesai)Where stories live. Discover now