BAB 55: Ancaman baru

121K 8.8K 162
                                    

Eva terkantuk-kantuk saat mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Tini, guru Bahasa Indonesia itu menerangkan pelajaran layaknya sinden yang sedang manggung, sangat halus. Membuat Eva yang sebelumnya memang kurang tidur jadi terasa pulas karenanya.

Alex tersenyum melihat pemandangan yang ada disampingnya itu. Eva nampak menggemaskan saat mengantuk, hingga membuatnya ingin memeluk gadis itu dan ikut tertidur bersamanya.

Namun dia masih cukup waras untuk melihat kondisi. Kalau didalam kelas hanya ada teman-temannya dia masih cukup berani melakukan adegan romantis dengan Eva, tapi kalau ada guru juga disana dia akan menjadi anak kucing yang diam dan penurut.

Perlahan tangan besar Alex menarik buku paket milik Eva. Dia mulai mengerjakan tugas kelompok yang diberikan Bu Tini tanpa melibatkan gadisnya barang sedikitpun.

Alex memang harus tanggung jawab dengan mengantuknya Eva. Cowok itu menelponnya sampai tengah malam tanpa menerima penolakan walaupun Eva sudah bilang kalau dia sangat mengantuk. Dan hasilnya gadis itu benar-benar mengantuk karena suara halus Bu Tini.

Alex mengerjakan soal dengan teliti. Jika biasanya dia sangat malas untuk sekedar memegang buku tapi untuk kali ini dia berusaha menghilangkan rasa malasnya. Apalagi ini tugas kelompoknya bersama Eva, bisa gawat kalau nilainya buruk.

Cowok itu melepaskan bolpoinnya saat mendengar suara bel berbunyi. Dia berjalan maju sambil membawa selembar kertas berisi tugas lalu menaruhnya diatas meja guru, sama seperti teman-temannya yang lain.

"Baik anak-anak. Saya sudahi pelajaran hari ini. Jangan lupa belajar, minggu depan kita ulangan." Ucap Bu Tini sebelum meninggalkan kelas.

Sepeninggalan Bu Tini kelas langsung saja jadi ricuh. Ada yang mengobrol dengan teman sebangkunya, ada yang kejar-kejaran karena ketahuan mencuri bolpoin, ada yang mengeluarkan gitar lalu bernyanyi, ada Eric si ketua kelas yang nampak kualahan menangani teman-temannya agar tetap diam, dan juga Eva yang mulai sadar dari kantuknya kala keramaian terdengar.

Eva menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menatap sekeliling dan mendapati Bu Tini yang sudah tidak ada dibangku guru.

"Bu Tini udah selesai?" Tanya Eva menatap Alex.

"Ya, seperti yang lo lihat. Udah gak ada Bu Tini." Jawab Alex tanpa membalas tatapan Eva, karena dia sudah terlanjur fokus dengan game diponselnya.

Eva mengangguk mengerti, "Mau ke toilet." Eva berdiri menunggu Alex memberikan akses jalan untuknya.

Alex bergerak menyamping memberi jalan pada Eva. Namun sebelum gadis itu pergi Alex sudah mencekal pergelangan tangannya menahan, membuat Eva menoleh dengan kening yang berkerut.

"Jangan lama-lama, jangan coba lirik cowok, kalau disapa cowok abaikan aja, bahkan kalau cowok itu seorang guru lo juga wajib mengabaikannya."

Eva mengangguk mengiyakan. Mendapat balasan memuaskan dari gadisnya akhirnya Alex melepaskan tangannya. Membiarkan gadis itu pergi untuk memenuhi panggilan alam.

Sebenarnya Eva sudah tau larangan-larangan itu, bahkan sampai hafal. Alex tidak pernah absen memperingatinya dengan kata-kata yang sama seperti itu kala Eva pergi tanpa dirinya.

Untung Eva belum pernah bersimpangan dengan Pak Guru saat perjalanan ke kamar mandi. Kalau sampai bersimpangan lalu Pak Guru menyapanya dan dia benar-benar mengabaikan pasti dalam sekejap namanya jadi viral sebagai murid tak punya sopan santun.

Setelah selesai dengan urusannya di toilet, Eva langsung saja berjalan kearah wastafel guna mencuci tangan dan muka. Dia tidak mau jika jam pelajaran selanjutnya mengantuk lagi. Apalagi yang mengajar Pak Rully yang terkenal galak, bisa habis dihukum dia nanti.

Eva melihat pantulan dirinya dikaca lalu mengerutkan kening saat melihat sosok lain dibelakangnya. Lebih tepatnya sedang bersandar pada pintu keluar yang tertutup sempurna.

"Kak Arvin?"

Eva memutar tubuhnya memastikan pantulan itu bukanlah ilusi. Dan benar, Arvin ada disana. Menatapnya dengan senyum miring yang terasa asing dimata Eva.

"Kak Arvin salah masuk toilet. Ini toilet cewek." Ucap Eva melangkah menghampiri Arvin yang bersandar santai dibalik pintu.

Arvin menegakkan tubuhnya kala Eva berada tepat didepannya, "Gue gak salah toilet Al. Emang disini tujuan gue."

Eva memandang kesepenjuru ruangan toilet itu, mencari sesuatu yang menjadi tujuan Arvin.

"Emang tujuan Kak Arvin apa?"

"Mau ketemu lo dan mengatakan siap-siap untuk jadi milik gue." Bisik Arvin diakhir kalimatnya.

Gadis itu menggeleng lalu melangkahkan kakinya mundur satu langkah menjauh dari Arvin.

"Gak usah ngaco deh Kak!"

Arvin menangkap tangan Eva dan menariknya mendekat, membuat jarak diantara mereka berdua hanya terbentang beberapa centi saja.

"Kali ini gue gak main-main Manis. Lo bakal jadi milik gue."

Eva melepas genggaman tangan Arvin kasar dengan mata menyorot pada cowok itu tidak percaya. Dia bukan Arvin yang Eva kenal, dia adalah iblis yang merasuki tubuh cowok itu tanpa mau keluar.

"Kak Arvin, aku gak tau apakah ini nyata atau enggak. Yang pasti Kakak bukan Kak Arvin yang aku kenal." Eva menggelengkan kepala tidak mengerti, "Aku milik Alex, dan selamanya akan jadi milik dia. Karena aku cinta sama dia dan juga sebaliknya. Jadi aku mohon Kak, jangan mencoba hancurin hubungan kami."

Arvin tertawa hambar, "Itu tujuan gue Alexa. Menghancurkan Alex dan dapetin lo."

"Kak---"

"Karena Alex udah merebut kebahagian pertama gue, maka untuk kali ini gue gak akan biarin kebahagiaan kedua gue juga direbut."

Eva menarik tangan Arvin menjauh dari depan pintu, "Aku gak ngerti Kak." Ucapnya sebelum pergi meninggalkan Arvin sendirian di toilet cewek.

Arvin menatap kedepan dengan tatapan kosong, tak berniat menahan Eva untuk kedua kalinya, "Gue sayang lo Al. Apa gue gak patut memiliki apapun di dunia ini?"

Tanpa Arvin sadari Eva ternyata masih berada dibalik pintu bagian luar toilet wanita. Memejamkan mata sambil mengepalkan tangan erat. Dia tau maksud Arvin. Sekeras apapun dia mengelak pada kenyataannya dia sendiri tau tentang kehidupannya.

Dan itu semua ada sangkut pautnya dengan Alex.





_______________

Bersambung....

Lu-Gu (Selesai)Where stories live. Discover now