BAB 44: Psikopat 2

136K 10.7K 1.7K
                                    

"Ini ceritanya ngajak lihat konser gratis gak nih?" Revan memakan snack yang secara ajaib ada didalam tasnya.

Ajaib hanya bagi teman-temannya, sedangkan baginya itu adalah hal yang biasa. Karena Revan tau siapa dalang dari keanehan itu, Indah. Cewek yang telah berstatus menjadi pacarnya itu selalu suka membeli makanan, hanya beli dan setelahnya malas untuk memakannya.

Akhirnya tas milik Revan jadi sasaran empuk mengurangi ke-mubazhir-an semua jenis makanan itu.

"Ya yang ngajak lah!" Teriak Bagas, mengantisipasi uang dalam kantongnya kembali berkurang.

"Pikirannya pengiritan teros!" Tito menabok kepala Bagas dengan snack pemberian Revan, "perasaan rumah gedongan, bokap juga konglomerat. Tapi gak pernah neraktir temen, kalaupun pernah pasti gak iklas."

Bagas membenarkan tatanan rambutnya dengan menyisirnya menggunakan tangan, "Bukannya ngirit. Tapi sedang mencoba gak bergantung sama duit orang tua. Contoh gue dong, anak sholeh."

"Gak bergantung sama duit orang tua tapi bergantung sama duit temen." Ucap Chiko.

Bagas meringis menatap teman-temannya. Dia sudah tidak mampu melawan karena jawaban telak dari Chiko. Sekarang hanya tinggal ada satu keajaiban yang akan menyelamatkan dompetnya.

"Lex, lo yang nanggung tiketnya kan?" Tanya Bagas dengan nada lembut.

Alex yang sedari tadi memusatkan perhatiannya pada Eva yang sedang membeli cilok langanannya disamping gerbang sekolahan hanya mengangguk singkat.

"Yes!"

Tito memutar bola matanya malas, "Seneng banget lo nyet."

"Jelas dong." Bagas mengangkat kerah seragamnya tinggi.

Keseruan obrolan keempat cowok itu tak membuat Alex ikut nimbrung bersama mereka. Perhatiannya hanya tertuju pada Eva seorang.

Gadis itu nampak hanya didampingi oleh Indah, sedangkan Lily tadi berbelok arah menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Walaupun begitu Lily tidak absen untuk membeli cilok sama seperti dua sahabatnya. Bisa dilihat dari Eva yang keluar dari kerumunan membawa dua bungkus plastik cilok.

Dddrrtt...

Ponsel Alex bergetar. Dia melihat sekilas benda pipih yang sedari tadi ada digenggamannya sebelum memberikan ponsel itu pada Revan yang duduk tidak jauh darinya.

Itu adalah telpon dari Sean, salah satu temannya yang mengajak tanding futsal. Alex begitu tidak peduli, dia hanya perlu ikut main lalu pergi ke rumah sakit menjenguk kelima pengawalnya.

Tapi itu niat awalnya. Sedangkan sekarang dia malah sangat ingin berada disamping Eva seharian. Gara-gara adegan ciuman tadi, Alex jadi terhipnotis seakan Eva adalah magnetnya.

Alex melihat Eva dan Indah berjalan dipinggir jalan raya, mereka berniat menunggu Lily di kiri garbang sekolahan karena rumah Lily berada diarah sana.

Tapi tiba-tiba sebuah motor melaju dengan kecepatan penuh dari arah belakang mereka berdua lalu dengan sekali kedipan mata menabrak Eva hingga membuatnya terpental ke trotoar jalan.

"EVA!!!"

Alex loncat dari atas motor dan langsung menghampiri Eva yang sudah dikerumuni oleh banyak orang.

Cowok itu menerobos rerumunan hingga akhirnya berhasil berada didepan gadisnya. Alex berlutut untuk memastikan keadaan Eva. Dia sedikit bernapas lega saat mendapati gadisnya tak sampai pingsan karena tabrakan itu, tapi walaupun begitu dia sangat tidak rela jika Eva tergores sedikitpun.

"Lo gakpapa?"

Eva menggeleng. Gadis itu mencoba untuk duduk dibantu oleh Indah yang sedari tadi masih setia disampingnya. Bahkan gadis itu sampai menangis karena melihat keadaan Eva.

Lu-Gu (Selesai)Where stories live. Discover now