Part 4

267 43 0
                                    

" Apa maksudmu kau menetap disini ? "

" Aku tidak ingin tinggal di kota lagi. "

" . . . "

" Aku akan membeli rumah ini. "

" Kau tidak bisa melakukan hal itu ? "

" Wae ? "

" Aku tidak menjual rumah ini. "

" Aku berikan hak penuh atas rumah ku yang saat ini kau tempati. "

" Sekalipun kau memberikan ku kekayaanmu di setiap musimnya. Aku tidak akan menjualnya. "

Aku meninggalkan namja itu dan meminta Myung Jong untuk meninggalkan koper yang ku bawa di ruang tamu. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengan namja itu sampai dia ingin menetap di rumah ini. Jalan pikirannya benar-benar tidak bisa ditebak sedikitpun.

" Nona. "

" Ye. "

" Sampai kapan tuan Taeyeon akan berada di rumah itu ? "

" Mengapa kau menanyakan hal itu ? "

" Ani. Hanya saja kau sepertinya membawakan dia banyak pakaian. "

" Koper itu bukan berisi pakaian. "

" Lalu ? "

" Itu berisi sejumlah uang miliknya. "

" . . . "

" Besok aku ingin kau mengantarkan sesuatu untuknya. Aku harus pergi Jepang besok. "

" Ne, nona. "

* * *

Taeyeon melipat tangannya dan memandang isi koper yang ada di hadapannya saat ini. Ia mengusap wajahnya dan menghela nafas. Ia berjalan ke teras belakang rumah dan menikmati pemandangan pagi menjelang siang.

" Apakah kau benar-benar peduli dengan ku ? ", batin Taeyeon.

Di sisi lain, Tiffany sedang melayani pasien yang datang ke kliniknya. Kebanyakan pasien adalah orangtua yang sudah lanjut usia dan tinggal seorang diri. Tiffany dengan kerendahan hatinya selalu siap untuk menolong pasien yang datang, bahkan dia memberikan biaya pengobatan gratis. Semua penduduk desa senang dengan kehadiran Tiffany, walaupun awalnya tidak ada seorang pun yang datang karena trauma dengan klinik yang sudah dibuka sebelumnya.

Perjuangan Tiffany untuk menjadi seorang dokter sangat berat, selain ditolak dan diragukan oleh para penduduk, Ia juga harus mencari biaya untuk melanjutkan penelitiannya. Meskipun ayahnya sudah mengatakan padanya untuk meminta bantuan Jessica, namun Ia tidak pernah meminta bantuan pada sepupunya itu.

" Ya, anak muda, apa kau belum punya pasangan ? ", tanya pasien paruh baya.

" Aku belum memikirkan untuk hal itu. ", jawab Tiffany sambil tersenyum.

" Aku mendengar ada seorang namja kaya raya yang tinggal di atas dataran desa ini. Rumahnya sangat besar. ", ucap pasien paruh baya.

Tiffany hanya terdiam dan fokus menulis resep untuk pasien paruh baya itu.

" Namun, entah mengapa aku masih bingung. ". ucap pasien paruh baya.

" Wae ? ", tanya Tiffany.

" Namja itu datang ke desa ini tengah malam dan dia dikawal oleh sejumlah orang dengan seragam yang sangat rapi. Aku melihat wajah namja itu dari kaca mobil yang dibuka setengah. Wajahnya sangat sedih dan ada luka. ", jawab pasien paruh baya.

Tiffany terdiam mendengar jawaban pasien paruh baya itu dan Ia mencoba untuk menyimak.

" Beberapa penduduk membicarakanya kemarin pagi saat namja itu berada di tengah-tengah desa. Wajah namja itu sangat dingin namun aku yakin dia menyimpan rasa cemas. Hal itu tersirat dari matanya. ", ucap pasien paruh baya.

Peek A Boo : To Be HumanWhere stories live. Discover now