Bagian Dua

4K 170 1
                                    

“Semenarik apakah hidupku, sehingga membuat dia ingin terus mengusiknya

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

“Semenarik apakah hidupku, sehingga membuat dia ingin terus mengusiknya.”

🍁

Shila terlelap selama kurang-lebih tujuh jam. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpulkan, gadis itu berusaha meraih jam berbentuk hati di samping tempat tidurnya. Benda itu sudah berdering dengan sangat kencang sejak tadi.

 “Shila, matiin jam lo woi!” teriakan itu berasal dari saudari angkatnya, Marisha Aurora atau sering dia dipanggil Richa.

 “Iya-iya.”

Setelah merenggangkan ototnya, dia mulai beranjak bangun dari tempat tidur. Shila keluar kamar dan mengecek keadaan di luar yang masih remang-remang. Namun, karena keadaannya sedang datang bulan dan tidak bisa Shalat, dia memutuskan membantu bu Minah di dapur sebelum yang lainnya terbangun.

Sejak pukul enam pagi, dia sudah mondar-mandir mempersiapkan segala kebutuhan adik-adiknya yang masih kecil.

 “Kak Shila, kaos kaki aku mana? Kok tinggal sebelah sih?” Dina, salah-satu adiknya yang baru masuk paud itu. Kini mulai mengekori Shila dengan sebelah kaos kaki di tangannya.

 “Bentar yah, sayang. Kakak cari dulu.” Shila mulai mencari pasangan kaos kaki yang kini berada di tangan Dina. Sebenarnya dia sendiri ingin bersiap-siap ke sekolah. Namun, dia harus menyampingkan segala urusan pribadinya demi adik-adik yang masih kecil.

 “Kak! Aku belum di dapet sarapan!” teriak Adul ujung meja dengan wajah yang tertekuk.

 “Ih lepasin ini punya aku!”

Dan kini giliran adiknya yang masih kecil, mulai saling berebut mainan, berebut tempat duduk atau bahkan berlarian saling mengejar temannya.

BISING

Keadaan itulah yang menggambarkan keadaan panti asuhan di pagi hari. Namun, Shila tidak pernah mengeluh, dan dengan sabar dia memberi pengertian pada satu-persatu adiknya yang rata-rata masih sekolah dasar.

Kini jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh. Adik-adiknya sekarang mulai berangkat dengan di antarkan oleh ayah mereka menggunakan bus. Salah satu fasilitas yang di berikan oleh pihak yayasan.

Shila pun harus berangkat ke sekolah, tentunya setelah berpamitan dan menyalami bu Minah. Dia mulai mengayuh sepedanya di jalanan ibukota yang terbilang macet ini. Tidak apa-apa, dia sudah terbiasa.

 “Huff, untung gerbangnya belum di tutup.” Shila bisa menghela nafas lega sekarang. Pasalnya sejak tadi dia sungguh khawatir jika gerbangnya sudah di tutup. Sebab, Purnama’s high school tidak akan menoleransi siapa saja siswa-siswi yang telat.

Tin, Tin...

Motor dengan kecepatan tinggi melaju di samping Shila. Gadis itu terkejut, membuat sepedanya oleng dan terjatuh di aspal.

Kisah Shila [TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt