Bagian Tujuh Belas

2.6K 114 0
                                    

"Setiap masalah yang datang, pasti membawa jalan keluarnya sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Setiap masalah yang datang, pasti membawa jalan keluarnya sendiri."

🍁

"Saya dipecat?"

"Iya, Shila. Maaf, kamu hanya bisa bekerja sampai hari ini," ucap sang owner pada Shila.

Seperti terkena sengatan listrik, Shila menegang. Pikirannya kalut dan semerawut. Jika dirinya tidak bekerja, dari mana dia bisa mendapatkan uang?

"Bos," tahan Shila lagi. "Apa saya punya salah? Saya akui kalo belakangan ini saya emang sering izin. Tapi, saya mohon, Bos. Jangan pecat saya," harapnya.

"Maafkan saya Shila, ini bukan soal kinerja kamu yang buruk. Tapi ada beberapa risiko yang harus saya terima kalo masih memperkerjakan kamu," jelas owner café itu dengan ambigu. Shila masih belum bisa mencerna tujuan dari ucapan itu.

"Kalo gitu, makasih untuk setahun yang bos berikan. Kalo begitu saya permisi." Shila mengambil amplop coklat yang tadi diusungnya oleh bossnya sebagai gaji terakhir. Dengan langkah yang berat, dia meninggalkan ruangan tersebut.

"Wah, dapet bonus ya, Shil?" kelakar mbak Yuli saat melihat Shila kembali dengan amplop cokelat di tangannya.

"Bonus, sekaligus gaji terakhir," pungkas Shila sembari menghela napas gusar.

"Gaji terakhir? Lo resign, Shil?" tanya Aryo yang tiba-tiba datang ke dapur. Keadaan sore yang hampir Magrib memang sudah lengang, membuat para pelayan café biasanya berkumpul.

"Lebih tepatnya di pecat," ralat Shila.

"Di pecat? Kenapa?" tanya mbak Yuli bernada protes.

Shila hanya mengendikan bahunya, gadis itu segara mengambil seragam sekolahnya di loker khusus dan mengganti pakaian.

Selesai mengganti baju, Shila berpamitan dengan mbak Yuli, Aryo dan juga pelayan lainnya. Setahun bekerja di sini, membuat Shila berat meninggalkan tempat ini. Teman-temannya di sini juga sangat ramah dan sering membantu Shila.

"Shila pamit ya, mbak Yuli, bang Aryo."

"Baik, baik Lo Shil, sekolah yang bener," pesen bang Aryo.

"Siap, Bang."

"Shil, sering-sering ke sini ya?"

Shila keluar dari cafe itu dengan perasaan campur aduk. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat, meskipun hatinya merasa kecewa. Gadis berambut hitam itu melihat jam yang melingkar di tangannya, waktu menunjukkan pukul 6 sore.

Dia pun memutuskan untuk memesan Go-jek saja karena bisa dipastikan angkot tidak beroperasi jam segini. Dari atas ojek, dia menikmati hiruk-pikuk kota jakarta membuatnya sadar betapa sibuknya kota ini. Setiap hari bergerak tanpa henti, selalu berwarna. Bukan seperti hidupnya yang monoton dan hanya mengenal panti, sekolah serta café.

Kisah Shila [TAMAT]Where stories live. Discover now