Bagian Tiga

3.5K 154 0
                                    

“Jika tidak mampu, ya jangan di paksakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Jika tidak mampu, ya jangan di paksakan. Karena sesuatu yang terpaksa itu, kebanyakan berakhir tidak baik.” 

🍁


 “What? Lo ngedaftar diri jadi perwakilan itu?” Richa tak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah mendengar bahwa Shila akan ikut mendaftarkan diri.

 “Ih, jangan teriak-teriak! Nanti ibu sama yang lain kebangun.” Shila spontan mencubit kaki Richa yang menyila di dekat dengannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tentu saja penghuni panti asuhan yang lain sudah terlelap.

 “Iyah, iyah,” balas Richa dengan jengkel. Dia mengusap kakinya bekas cubitan Shila tadi.

 “Gue ngelakuin ini buat kelas gue,” akunya. “Lagian nih ya, kalo gue menang. Gue bakalan dapat hadiah berupa uang tunai.” Shila bercerita dengan antusias. Ia bahkan ikut menyilang kakinya di atas kasur seperti Richa.

Mata Richa terbelalak, “berapa?” tanyanya yang ikut antusias. Bahkan dia mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Shila.

 “Sepuluh juta,” jawab gadis bersurai hitam itu santai.

 “Bagi ya, duitnya kalo lo menang.” Richa semakin mendekatkan wajahnya dengan Shila yang kebetulan duduk berhadapan.

 “Enggak bisa. Duit itu buat panti sama nambahin tabungan gue,” tolak Shila dengan mentah-mentah.

 “Pelit amat sih lo sama sodara sendiri. Udah ah! Sana lo, kikir, gue mau tidur.” Richa tidak segan-segan mendorong tubuh Shila agar turun dari tempat tidurnya. Dengan kasar, gadis berkulit sawo matang itu menghempaskan tubuhnya atas kasur.

Meski sedikit kesal, Shila tetap turun dari kasur Richa. Gadis itu mulai beralih duduk di meja belajarnya.

 “Oi! matiin lampunya dong,” teriak Richa kembali menyuruh Shila, padahal dia sedang marah.

 “Iya.” Shila hanya menurut saja. Enggan juga bertengkar malam-malam hari seperti ini.

Richa, gadis itu lebih tua tiga bulan dari Shila. Maka dari itu Shila tetap menurut pada Richa. Bahkan gadis itu juga menganggap Richa sebagai kakaknya meskipun tak sebaliknya.

Kini, hanya lampu kecil di meja belajarnya yang masih menyala sebagai penerangan. Dalam keadaan kamar yang remang-remang, Shila duduk di depan meja belajar dan meraih ponselnya yang tergeletak di atas sana. Ponsel ini adalah hadiah ulang tahunnya yang ke-16 dari sahabatnya Eonni.

Dia mulai mencari berita mengenai beasiswa di  universitas Cambridge. Walaupun sekarang dia masih kelas sebelas, tetapi keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi sangatlah besar. Dan alasan utama dia masuk ke Purnama’s high school karena dia mendengar jika sekolah itu mempunyai jalur beasiswa untuk masuk ke universitas impiannya itu.

Kisah Shila [TAMAT]Where stories live. Discover now