Bagian Satu

5K 188 1
                                    

“Andai aku bisa melawan, maka akan aku lakukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Andai aku bisa melawan, maka akan aku lakukan. Sayangnya, derajatku selalu di pertanyakan.”

🍁

 
Jakarta, Januari 2017

Jalanan ibukota yang macet dan segala aktivitas warga metropolitan di pagi hari, selalu menjadi pemandangan indah untuk gadis berambut hitam panjang itu. Kayuhan sepedanya semakin ia percepat kala tidak ada mobil atau motor yang menyalib. Tak peduli dengan rambutnya yang menari-nari di bawah helm hitam yang melapisi kepalanya itu. Dia terus saja mengayuh dan mengayuh, sampai gerbang sekolah bertuliskan Purnama's high school di atasnya sudah terlihat.

Gadis pemilik senyuman manis dengan kulit kuning langsat itu bernama Arshila Kanaya. Di rumah—lebih tepatnya panti asuhan—dia dikenal dengan sebutan kakak cantik atau bahkan ibu peri. Namun, di sekolah, dia hanya dikenal sebagai anak kelas buangan yang jutek. Mereka juga mengatakan jika wajah Shila yang terkesan ramah itu, tidak cocok dengan mulutnya yang selalu mengeluarkan kalimat ketus, meski tidak kasar.

Dia tetap mengayuh sepedanya sampai memasuki gerbang sekolah yang merupakan sekolah elite bertaraf internasional di daerahnya. Anak dari panti asuhan, masuk sekolah elite. Tentu saja menjadi pertanyaan setiap orang. Tak mudah bagi Shila untuk masuk ke sekolah ini, dia harus mengikuti serangkaian tes beasiswa. Bahkan tes itu sendiri di laksanakan saat ia masih duduk di kelas delapan, sekolah menengah pertama.

“Selamat pagi, Pak Maman,” sapa Shila setelah memarkirkan sepedanya di tempat khusus. Hanya ada lima sepeda, itu pun semuanya milik teman sekelas Shila.

“Pagi neng Shila, Pr-nya sudah siap belum?” pak Maman yang merupakan security di sekolahnya itu, melemparkan guyonan.

“Hari ini enggak ada Pr, Pak," sahut Shila dibarengi cekikikan. Gadis tak habis pikir apalagi melihat ekspresi kikuk dari pak Maman. Jika ada yang mengatakan Shila itu jutek dan ketus, maka pak Maman adalah orang pertama yang membantah hal itu. Dia sudah mengenal sosok Shila sejak kecil, karena rumahnya dengan panti asuhan—tempat Shila tinggal itu—letaknya satu lahan.

Setelah memarkirkan sepedanya, gadis itu merapikan almamater abu-abu tua dan juga rok lipit yang menjadi kebanggaan sekolah ini.

Baru setelah itu, dia memasuki gedung sekolah dengan melewati koridor kelas satu. Tempat ini sangat ramai karena di penuhi oleh siswa-siswi Purnama's high school yang sedang duduk di bangku depan kelas. Ia harus melewati koridor panjang itu untuk menaiki lift di ujungnya, karena kelasnya terletak di lantai 2.

Dia sangat bersyukur karena kelasnya di gedung A yang dekat dengan gerbang. Sedangkan gedung B, yang berada di tengah diisi oleh siswa jurusan IPS. Ada juga gedung C yang berhadapan langsung dengan gedung A, hanya saja ada lapangan besar di antara dua gedung itu. Gedung C itu sendiri diisi oleh siswa jurusan Bahasa. Dan yang letaknya paling jauh itu gedung D. Di sana terdapat; ruang guru, tata usaha, perpustakaan, lapangan indoor, ruangan musik dan berbagai fasilitas pendukung sekolah lainnya.

Kisah Shila [TAMAT]Where stories live. Discover now