SEMBILANBELAS

6 1 0
                                    

Giliran aku yang ketawa. Arian itu mungkin salah kenal, mungkin amnesia. Mungkin dia memang bukan pacar yang baik. Masa anak sebaik dan sedermawan Merra suka menghina orang? Selama aku bersahabat sama Merra, dia orangnya sering sekali memuji orang, menyemangati orang, tersenyum manis dan menyapa orang-orang dengan ramah. Dia bukan hanya cantik secara fisik, tapi juga cantik dari hati.

"Serius ya, Ar. Kalau kamu jelekin lagi Merra kayak gini aku bakalan marah beneran sama kamu. Aku bakal bilang sama Merra untuk putusin kamu!" ancamku sambil berdiri dari ayunan.

Arian ketawa gak tulus sambil menengadah ke langit.

"Mungkin memang lebih baik gitu, Al. Aku gak usah mencari cara untuk mutusin dia tanpa harus ada yang sakit hati."

Aku terdiam menatap Arian, mencoba mencari sesuatu di matanya. Mungkin dia memang mau mempermainkan aku? Dia sengaja berbuat begini biar aku percaya bahwa dia benar-benar ingin putus sama Merra.

"Kalau kamu enggak bohong, terus, kenapa enggak kamu putusin Merra? Kenapa harus diam dan tiba-tiba cium aku sembarangan?!"

"Aku bingung, Al. Apa yang harus kubilang sama Merra? Aku gak suka sama dia karena dia bilang Magi itu terlalu bawel, jelek, hitam, makanya dia jomblo terus?"

Aku membelalakan mataku. Tidak percaya dengan perkataan Arian. Magi adalah teman sekelas kami yang juga dekat.Kenapa Merra sampai setega itu ngatain Magi? Dan dari mana Arian tahu kalau Magi adalah temanku yang paling bawel, yang paling bisa diajak gila-gilaan di kelas?

"Masih banyak, Al, yang dia bilang sama aku di mobil setiap pulang sekolah kalau kamu gak ikutan pulang bareng," ujar Arian sambil menggaruk-garuk kepalanya yang kelihatannya, sih, enggak gatal dan aku yakin Arian gak ketombean atau kutuan. "Bukti lagi? Aku enggak tahu ini bener apa enggak, yang jelas Merra pernah mengeluh kalau Chacha bau ketek dan dia yakin kalau Chacha gak punya pacar karena baunya yang kebangetan."

Aku menahan napas kaget. Chacha juga kena, padahal Chacha juga salah satu teman dekat kami. Dan memang, waktu dulu sekali Chacha pernah punya masalah bau badan. Dia menyadarinya dan sempat nangis karena ada beberapa anak dari kelas lain, yang memang tukang menghina, manggil-manggil dia si anak bawang karena baunya yang gak ketulungan.

"Jangan bohong, Ar," bantahku lagi. "Aku inget kejadian itu. Chacha nangis dan Merra ngasih pinjem sweaternya biar baunya gak keluar. Bahkan besoknya Merra ngasih deodorant dari luar negeri oleh-oleh sepupunya, dan bau badan Chacha membaik."

"Terus, apa kamu pernah liat Merra pake lagi jaket yang pernah dipinjemin ke Chacha?" tanya Arian sadis. Dan aku menjawab dalam hati, enggak. Semenjak itu memang Merra enggak pernah pakai jaket itu lagi ke sekolah.

Aku menunduk tidak percaya. Selama ini dia selalu manis sama Chacha dan Magi, kami sering kerja kelompok bareng juga. Dan tiba-tiba aku tersentak.

"Dia bilang apa tentang aku?" tanyaku takut-takut. Entah kenapa pikiran itu menggelitikku. Kalau Merra tega mengomentari Magi dan Chacha seperti itu, mungkinkah di belakangku Merra juga menghina-hinaku?

Pinky PromiseNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ