DUAPULUH DUA

6 1 0
                                    

Jantungku langsung terasa merosot sampai ke perut. Aku menunggu kelanjutan cerita cowok ini sambil berharap-harap cemas. Walau pun aku enggak tahu harus berharap apa. Mungkin, aku berharap dia mau terima cowok itu dan mutusin Arian.

"Siapa?" tanyaku.

Dan cerita Merra dimulai. Cowok itu bukan pemeran utama, juga bukan pemeran antagonis di film, perannya hanya jadi teman si antagonis yang enggak terlalu banyak disorot. Tetapi dia adalah teman masa kecil Merra sewaktu SD. Mereka sama-sama di SD swasta di Jakarta, satu kelas selama 4 tahun, dan di kelas 4 mereka saling naksir tapi Merra harus pindah ke Bandung karena pekerjaan ayahnya. Pada masa itu, mereka malu-malu untuk bilang suka, masih 9 tahun juga.

Tetapi ketika mereka ketemu lagi, benih-benih cinta masa kecil itu kayaknya terpercik lagi. Apalagi mereka menghabiskan waktu sama-sama selama berhari-hari di luar negeri. Dan ternyata cowok itu dengan terang-terangan pedekate sejak mereka ketemu lagi. Dan mereka sudah dekat sejak mereka bertemu lagi, sampai sekarang.

"Kamu suka sama dia?" tanyaku pelan.

"Enggak tahu, Zaaa," jawab Merra.

"Kamu bilang, kalau Arian nemu cewek lebih baik itu..."

"Aku ngerasa dosa aja, aku ngerasa udah selingkuh, padahal aku enggak pacaran kok, sama Endo,"sambar Merra buru-buru. "Cuma kami memang deket banget, Zaa. Dan dia udah ngomong sayang, cuma akunya aja masih gak tau harus jawab apa."

Aku mengurut dadaku. Kalau Merra meninggalkan Arian demi Endo, alias Reinando Mahendra, Arian bisa bersamaku dengan tenang. Tapi, bukan itu masalahnya, kan? Ini masalah pengkhianatan. Aku, Merra, dan Arian telah mengkhianati satu sama lain. Ini enggak semudah aku bilang sama Merra dia harus putusin Arian demi Endo biar aku bisa pacaran sama Arian.

Kenyataannya, Merra selingkuh, Arian selingkuh. Dan aku turut andil dalam perselingkuhan ini. Selain hubungan Arian dan Merra, hubunganku dan Merra juga terancam. Lalu, memangnya kalau Merra putus sama Arian untuk jadian sama Endo aku bisa tenang pacaran sama Arian? Aku bakalan keliatan kayak orang ketiga.

"Kamu... mau putus sama Arian?" tanyaku hati-hati.

"Aku enggak tahu," jawab Merra lagi. "Makanya aku tanya kamu, menurut kamu gimana? Kamu kan sahabatku, juga teman dekat Arian. Menurut kamu gimana?"

Aku pusing sendiri. Pertimbanganku banyak. Mari kita andaikan aku menyuruh Merra putus. Lalu setelah putus aku pacaran dengan Arian, Merra dengan Endo. Lalu kalau Merra tahu aku jadian sama Arian, dia akan menyangka aku menyuruhnya putus karena aku mau merebut Arian darinya.

Tapi mari kita andaikan aku suruh Merra jaga jarak dengan Endo dan fokus pada Arian. Mereka enggak putus-putus, aku yang patah hati.

"Kamu masih suka sama Arian?" tanyaku lagi.

"Masih."Jawab Merra.

"Lalu, kamu suka Endo?" tanyaku lagi.

"Aku enggak tahu, Za. Aku kangen banget sama Arian, dan Endo itu ngebuat aku nyaman di sini."

Aku menghela napas. Mungkin ini hanya efek dari pacaran jarak jauh, kangen tapi gak bisa ketemu membuat Merra mencari kenyamanan di diri orang lain. Dan aku sadar, mungkin sebetulnya Arian juga begitu. Aku seharusnya gak terlalu percaya diri menganggap Arian benar-benar menyukaiku. Mungkin dia sama kayak Merra, kangen tapi gak bisa ketemu.

"Kalau gitu, pertahanin Arian, lepasin Endo. Kamu cuma jadiin Endo pelarian," ujarku akhirnya.

Bodoh? Mungkin. Aku memang tolol.

Pinky PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang