Bagian 01

20.8K 2.2K 282
                                    

Dedarah
Bagian 01

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

○●○

Kita tidak berpikir dengan cara yang sama. Hidupku bukan hidupmu.

○●○

Aku mengendari sepedaku dengan pelan. Aku melewati jalanan yang cukup terjal untuk sampai ke sekolah, melewati jalan yang samping-sampingnya adalah hutan. Untungnya, sekolahku tidak terlalu jauh. Aku hanya perlu bersepeda selama dua puluh menit. Jika aku bersekolah di kota, aku harus bersepeda lebih dari satu jam.

Saat melewati jalanan hutan, aku selalu merasakan ada yang sedang mengawasiku di balik pepohonan. Sebenarnya ada jalan alternatif selain jalan penuh bebatuan ini. Jalan di pinggir sungai. Namun, aku harus memutar cukup jauh. Aku bisa kehilangan banyak waktu. Lagi pula, merasa diawasi hanyalah pemikiran yang kubuat sendiri, tak ada orang yang bersembunyi di hutan untuk mengintai gadis SMA yang sedang berangkat sekolah. Bagaimana jika yang mengawasiku bukanlah manusia? Aku menggeleng, tertawa kecil karena pikiranku mulai kacau.

Selain suara tasku yang bergoyang-goyang di keranjang depan. Aku bisa mendengar suara-suara serangga di tengah hutan ini. Aku suka mendengar suara serangga. Biasanya, aku akan turun dari sepeda dan menuntunnya agar lebih jelas mendengar suara-suara itu. Aku pun melakukannya lagi sekarang. Aku merasa dapat bernapas dengan begitu normal di pagi hari. Udara di sini sangatlah segar.

"Dua, tiga, empat...," aku mendengar suara perempuan.

Aku diam, tubuhku tiba-tiba merinding saat melihat sosok gadis dengan seragam sama sepertiku sedang berada di dekat pohon. Dia seperti sedang berjaga dalam permainan petak umpet, menutup mata dengan kedua tangan yang ditempelkan ke batang pohon.

"Aku akan menemukan kalian," ujarnya saat selesai menghitung sampai sepuluh.

Dia menyadari kehadiranku. Kami berdua saling bertatapan. Aku tahu dia, Hani, teman kelasku. Memandangnya dengan wajah sedatar mungkin. Aku kembali mendorong sepedaku pergi. Gadis dengan rambut panjang yang tampak kumal itu harus kujauhi, dia sangat aneh.


"Lihat, aku baru saja mendapatkan perangko 20 sen dengan gambar Pak Soekarno," kata Hendra yang masuk ke kelas dengan menunjukkan perangkonya lagi.

"Aku punya setumpuk perangko Pak Soeharto di rumah," sahut Gilang yang sedang duduk dengan kaki di atas meja seperti jagoan.

"Itu baru terbit tahun lalu," ujar Hendra seraya melirik ke arah foto presiden Soeharto yang terpajang di atas papan tulis itu.

Di saat dua laki-laki tidak penting itu berdebat, aku tengah mengerjakan soal-soal di buku. Hampir seluruh soal di buku ini sudah aku kerjakan. Biasanya, aku memang menghabiskan waktu pagiku di kelas sebelum guru datang untuk berlatih soal.

"Hei, Rema," seseorang mendekatiku.

Aku mengangkat wajahku dengan malas. Sari sedang menatapku dengan sikap angkuh. Dia memakai lipstik, dan itu membuatku muak. Dia selalu merasa dirinya paling cantik di sekolah ini. Dengan berdandan seperti itu, tak akan mengubah banyak hal selain dirinya memang gadis bodoh yang hanya ingin memikat laki-laki—yang tentu saja bodoh jika terpikat dengannya.

"Ada sesuatu di loker mejamu," kata dia.

Lagi-lagi soal itu, aku sudah bisa menduga apa yang ada di kepala gadis—aku tidak yakin dia masih, mengingat dia selalu berganti-ganti pacar—ini. Maka dari itu, aku tak mempedulikan kata-kata Sari dan kembali fokus ke soal-soalku.

Dedarah 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang