Bagian 21

9K 1.3K 749
                                    

Dedarah
Bagian 21

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

○●○

Cuaca di daerah kalian saat ini?

Satu kata untuk hari ini!

Pendapat kalian tentang cyberbully? Apakah kalian pernah menjadi korban atau justru pelaku?

Jika kalian dipaksa untuk memilih satu negara selain Indonesia untuk ditinggali, kalian ingin tinggal di mana?

Coba kalian buat pertanyaan seperti yang biasa aku bikin, dan silakan yang lain jawab dengan reply pertanyaan yang muncul ya!

○●○

"Untuk mewujudkan syarat kedua dari Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso memanggil jin dari dalam perut bumi untuk membantunya membuat seribu candi," aku tengah menceritakan dongeng pada adikku karena dia tidak bisa tidur.

Rajo terus saja bertanya tentang dongeng yang sedang aku ceritakan. Bagaimana Bandung Bodowoso mendapatkan kesaktiannya? Bagaimana bisa jin dari dalam perut bumi dibangkitkan? Kenapa Roro Jonggrang tetap memaksakan diri berbuat curang pada Bandung Bondowoso yang sangat sakti itu?

"Banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh akal manusia, Rajo," jawabku. "Aku tidak tahu dari mana kesaktian Bandung Bondowoso dan bagaimana jin-jin dibangkitkan, tetapi Roro Jonggrang hanya berbuat sesuai kehendak hatinya. Dia tidak mau menikah dengan pembunuh orang tuanya. Jadi, dia terus mencari cara agar pernikahan itu gagal."

"Roro Jonggrang berhasil," kata Rajo. "Dia tidak jadi menikah dengan Bandung Bondowoso, tapi sebagai bayaran dia jadi patung."

"Iya, dia dikutuk," kataku.

"Apakah di zaman sekarang ada yang namanya kutukan?" tanya Rajo. "Bagaimana dengan penyihir? Di televisi, penyihir bisa mengutuk. Dari mana kekuatan mereka berasal? Apakah dari iblis?"

"Kenapa kamu menanyakan hal-hal semacam itu?" tanyaku. "Apa kamu ingin bertemu dengan penyihir? Mereka bisa saja mengutukmu menjadi hewan, "lanjutku menakut-nakutinya.

"Tidak," jawab Rajo. "Aku tidak ingin bertemu mereka."

"Jadi, lebih baik sekarang tidur dan mimpi indah," bujukku sembari mengelus-elus rambutnya.

Dia mengangguk. Lalu, aku bangkit dari ranjang Rajo, menyelimutinya dan mengucapkan selamat tidur. Sebelum keluar kamarnya, aku menyuruhnya untuk menutup mata—karena dia memperhatikanku sebelum aku mematikan lampu.

Adikku adalah sosok yang sangat pemberani. Dia tidak takut tidur di tempat gelap. Kadang dia memang datang ke kamarku ketika ada petir. Namun, mengetahui fakta bahwa dia berjalan dari kamarnya melewati lorong ke kamarku tetap menjelaskan bahwa dia anak yang berani. Tidak hanya itu, dia juga ke kamar kecil sendiri jika di tengah malam dia ingin buang air kecil.

Saat aku kecil, aku sangatlah penakut. Apalagi setelah mimpi—yang kurasa bukanlah sebuah mimpi—itu, selama bertahun-tahun aku tidak berani ke kamar kecil di tengah malam. Aku takut dengan sumur itu, tetapi belakangan aku memang sudah mulai berani.


Aku bukan penakut! Aku tidak akan kalah dengan sosok itu. Aku sudah menyiapkan beberapa alat untuk melawan sosok itu. Aku memakai jaket yang ada penutup kepalanya. Aku tarik ritsleting sampai atas—leher—hingga rambutku benar-benar tertutup. Di kantong jaket, aku menyimpan senter, gunting kecil, korek api, dan tentu saja inhalerku.

Dedarah 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang