30 • Bergerak Maju

2.1K 421 38
                                    

Halo!😊

Happy reading!✨

---

Hari senin ini berlalu seperti biasanya untuk Saga. Hingga ketika bel pulang sekolah berbunyi, Lano yang biasanya selalu kelihatan senang-senang saja tiba-tiba menepuk bahu Saga dengan sebentuk muram di sorot matanya meskipun ada cengiran di wajahnya ketika ia berkata, "Gue main ke rumah lo, ya. Bokap nyokap lagi ngeselin lagi."

Saga mengangguk. Dan hampir setengah jam kemudian, keduanya sudah berada di kamar Saga, sedangkan Key yang pulang bersama Saga sudah berada di kamar gadis itu sendiri.

Lano menghempaskan tubuhnya ke atas kasur dengan seenaknya. "Numpang bentar ya, disini. Males banget gue pulang."

Saga membuka kancing seragamnya, menghembuskan nafas pelan ketika bertanya kepada Lano, "Lo nggak capek kabur-kaburan terus, Lan?"

Lano membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan kedua lengannya di bawah kepala. Cowok itu menatap langit-langit kamar Saga. "Coba tanya ke orang tua gue. Udah capek belum maksa anaknya ngelakuin keinginan mereka?"

Ini jelas bukan pertama kalinya Saga melihat Lano seperti ini—muram, sedih, frustasi. Cowok itu bisa saja selalu terlihat seperti seseorang yang hidup tanpa masalah, namun Saga selalu tahu apa yang dia sebenarnya lalui. "People said, sometimes things don't go the way we want them to. But that's life, isn't it?"

Lano tersenyum. "Maybe it is. Tapi gue nggak mau jadi pecundang yang menyerah begitu aja. Gue nggak bisa melepas kebahagiaan gue hanya untuk memenuhi keinginan seseorang. Gue... Gue nggak sebaik itu. Mungkin kedengarannya egois, tapi gue juga ingin bahagia. Dan memenuhi keinginan orang tua gue sama sekali bukan kebahagiaan yang gue inginkan."

Saga diam sebentar, sebelum lantas berkata, "The choice is in your hands. But remember, some things can't be forced. Dan lo harus tau kapan saatnya untuk berhenti."

Lano mengangguk. "Thanks. Senggaknya gue nggak sia-sia membuang-buang bensin gue kesini." Cowok itu terkekeh, lalu mengubah posisinya menjadi bersila di atas kasur. Rambutnya jadi sedikit berantakan karena berbaring barusan. "Oke, lupain soal orang tua gue dan segala hal tentang kuliah kedokteran yang nggak penting itu. Kita belum sempat ngomongin soal lo yang tiba-tiba kabur pas makan siang hari sabtu kemarin. Lebih tepatnya, gue udah coba ngomongin itu pas di sekolah tadi dan lo malah ngalihin pembicaraan."

Saga mendelik. Lano dan segala keingintahuannya.

"C'mon, Saga. Lo tau gue nggak bakal menyerah sebelum lo kasih tau gue yang sebenarnya." Lano lalu menyeringai, kembali memasang ekspresi tengil setelah beberapa saat terakhir Saga hanya bisa melihat muram di wajahnya. "Nggak usah sok-sok polos, gitu. Gue tau apa aja yang udah pernah lo lakuin."

Saga mendelik. "Lo ngomong kayak gitu seolah-olah gue PK kayak lo."

"Brengsek. Kalau gue PK, maka gue adalah PK tercakep yang pernah ada. Sebening Kila aja luluh, kok."

Saga berdecih. "Itu karena mulut lo yang pinter banget ngerayu anak orang."

"Idih, mana ada? Eh, tunggu, kok jadi ngomongin gue? See? Lo selalu mengalihkan pembicaraan!" Lano mencecar begitu ia menyadari mereka berdua sudah membahas sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang awalnya ingin ia bahas.

Saga mendengus. Ia tahu, saat ini ia tidak lagi bisa menghindar karena Lano tampaknya tidak akan membiarkannya lolos kali ini kalau ia belum memberitahu yang sebenarnya.

"Saga, gue tau apa yang pernah terjadi sama lo di masa lalu. Gue tau apa yang lo takutin. Gue tau hal-hal yang nggak lo inginkan untuk terjadi lagi. Gue tau lo.  But you don't deserve to be hurt, even by yourself like this."

Lacuna [Completed]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin