The (Almost) Unfold Truth.

1.7K 211 35
                                    

Suasana mulai terasa sunyi saat dimana hari mulai memasuki senja, sang surya perlahan menuju tempat peristirahatannya setelah berjam-jam lamanya sudah bertugas dengan baik dengan memberikan sinarnya. Kala itu hanya terdengar sayup-sayup suara peraduan antara kertas dan jemari, gesekan itu menciptakan bunyi yang begitu terdengar memuaskan di telinga beberapa orang.

Keheningan membuat sang adam semakin terlarut dalam bacaannya, tak terusik dengan waktu yang semakin berputar mendekati larut.

Hanya ada dia, buku, hembusan angin dari jendela yang memberi sedikit angin untuk menyejukkan sore yang cukup hangat itu.

Kriiet.

Oh, tampaknya penghuni ruangan itu akan bertambah saat terlihat sebuah kepala menyembul dari lubang atara daun dan kayu penyangga pintu. Sosok baru tersebut tampak kaget menyadari ada penghuni lama di dalam ruangan, sehingga memutuskan untuk masuk perlahan tanpa berniat mengganggu.

Tapi sepertinya gagal, karena kini tatapan bagai elang sudah menangkap pergerakannya yang mendadak membeku.

Entahlah, semenjak kejadian di kantin ia merasa berpuluh kali lipat lebih segan dengan sosok pria di hadapannya.

"Uh, maaf. Aku cuma mau mengecek beberapa dokumen untuk besok," ujarnya pelan sembari memaksakan senyum. Entah kenapa bibirnya seperti engsel pintu yang sudah rusak sehingga susah sekali digerakkan.

"Silahkan saja, toh ruangan ini bukan milikku," ujar sang adam tersebut kembali membaca buku di tangannya.

Mendapat persetujuan seperti itu, membuat gadis yang dipanggil Chaeyeon tersebut langsung duduk di meja tepat di samping lelaki bermarga Kim itu. Ia berusaha keras untuk tidak melakukan hal bodoh yang dapat mempermalukan dirinya, karena suasana sekarang cukup canggung dan dingin.

"Kamu kenapa belum pulang? Masih ada tugas?" tanya Chaeyeon berusaha membuka percakapan.

Mingyu, lelaki yang dikenal irit bicara itu, menggeleng perlahan. Chaeyeon mengira hanya itu jawaban yang ia dapat, dan dalam hati kecilnya ia memutuskan tidak akan membuka suara lagi. Tapi ternyata dia salah, saat pria itu menutup bukunya dan mulai duduk berputar menghadapnya.

Entah kenapa Chaeyeon jadi sedikit berdebar. Ia tidak tahu itu karena takut atau...hal lain. Hal lain? Hah, mikir apa sih aku, batinnya menjawab author.

"Lagi malas pulang aja. Kamu ngecek apa? Mau kubantu?" tawarnya setelah menjawab niat tak niat.

"Eh, dokumen untuk izin perjalanan kita. Friendship Night, ingat? Diadakan setelah kompetisi dance akhir bulan nanti. Tinggal mengecek urutan saja kok, ngga perlu repot membantuku," jelasnya. Memang kampus tidak salah memilih anggota inti.

Mingyu mengangguk, tampak puas dengan kinerja sang sekretaris yang benar-benar membantunya.

"Untuk kompetisi, kita adakan technical meeting D-3 kompetisi saja. Suruh anggota PR memberitahu ke ketua club dance dan anggota kita yang lain. Seluruh anggota club maupun BEM wajib datang," ujar Mingyu yang langsung dicatat Chaeyeon dalam note-nya.

"Oke, ada lagi?" tanyanya.

"Untuk FN, kita bisa rapatkan sehari setelah TM untuk kompetisi. Finalisasi bisa kita jadwalkan setelah kompetisi, yang ini juga sudah bisa diumumkan ke yang lain," tambahnya setelah berpikir jikalau ada yang perlu.

"Apa nanti kita perlu rapat dengan pihak kampus?" Chaeyeon menatap Mingyu yang kini balik menatapnya, membuatnya reflek langsung memutuskan kontak mata mereka.

"Kurasa iya, teknis besarnya saja. Mungkin aku, kau dan Jaehyun cukup," ujarnya yang kembali diangguki Chaeyeon.

"Baik, itu sudah dicatat. Ada lagi?" tanya Chaeyeon kembali memastikan.

La Memóire x 1997 line.Where stories live. Discover now