zweiundzwanzig

906 127 14
                                    

Kepala dan tubuhku seakan terhantam beton tatkala mataku hendak menyibak payah. Tulang-tulangku yang patah dan retak pun bertingkah sama. Meski demikian, sensasi yang mendera itu tidak sebanding dengan sakit di hatiku. Seperti ditusuk, dikoyak, kemudian diinjak hingga lebur. Penglihatanku tidak akan berhenti mengabur, karena seluruh rongganya disesaki air mata yang terus melesak lalu merembes di pelipis.

Ketika semua orang diruangan bersorak-sorai gembira akan kesadaranku tidur panjang, aku justru menangisinya. Menangis tersedu-sedu bersama tenggorokan tercekat akibat udaraku yang memang telah mengihilang.

"... Hoseok."

Dia benar-benar menghilang.[]

Meine LuftWhere stories live. Discover now