acht

918 157 8
                                    

Mengambil langkah besar dan tercepat mengimbaskan pernapasanku yang tersendat-sendat. Kembang-kempis dadaku bertambah kali lipat melampaui kenormalan. Belum lagi saat seonggok esensi yang dimaksud Seokjin dan terkaanku tertangkap mata. Barangkali detik ini, aku melihat Hoseok seolah bakal menelannya mentah-mentah.

Dengan gesit, kucapai posisi sangat dekat di hadapan Hoseok. Menunduk, tepuki pundak, lalu panggili namanya berulang. Mauku sebetulnya memukul keras-keras saat hidungku diserang bau menyengat alkohol—bisa-bisanya dia minum sebegini banyak, padahal punya kadar toleransi rendah—tetapi tidak kuimplementasikan.

Hanya tidak ingin.

"Hoseok," panggilku. "Hoseok, kenapa kau ada di sini? Mabuk-mabukan lagi. Pulanglah, kupesankan ta—"

Celotehku tidak tuntas sempurna. Hoseok menarikku hingga terjerembab dalam pelukan.

Erat. Saking eratnya, tubuhku mulai berderit sakit.

"Aku merindukanmu ... aku mencintaimu."

Tapi racauan itu, membikinku abai.[]

Meine LuftWhere stories live. Discover now