20| Hope

35 4 0
                                    


MACHELA

"Ayo jadi salah sama-sama."

Napas gue tercekat ketika kalimat itu keluar dari bibir Erza. Sepercik ketakutan sempat menghinggap walau sejenak, namun sorot mata Erza berhasil menghapus semuanya secara perlahan-seakan berusaha meyakinkan kalau nggak ada hal yang perlu ditakutkan selama gue bisa terus melihat sepasang matanya.

"Lo tahu hukum matematika? Minus sama minus jadi plus. Siapa tahu, salah sama salah bisa jadi benar, kan?" Masih teringat dengan jelas hangat jemari Erza menyentuh pipi gue seakan dia tengah menyentuh kaca retak. Salah sedikit, jarinya bisa tergores atau gue yang pecah. "Jadi... ayo salah sama-sama biar kita bisa jadi benar."

Gue nggak menjawab apa-apa.

"Karena gue akan selamanya jadi salah kalau sendirian,"

Hangat jemari Erza ternyata berhasil menyentuh bagian krusial dalam diri gue; hati gue. Lantas seperti diembus kekuatan magis, ketakutan gue menguap.

The power of love... atau the power of Erza?

"Begitu juga elo. Makanya, berhenti berpikir you don't deserve me, karena we do deserve each others. We always do."

"Kenapa harus gue?" Pertanyaan itu relfeks meluncur tanpa diproses dua kali oleh otak gue. Pertanyaan yang kerap menghantui gue sejak kejadian di parkiran Kafe tempo hari. Kalau sedang dalam mode normal, Erza tak ubahnya seperti cowok sempurna yang menjadi idaman semua wanita. Dia hampir mendekati sempurna.

Jadi gue benar, kan? Untuk cowok yang nyaris sempurna seperti Erza, kenapa justru harus gue?

"Gue juga nggak tahu kenapa harus lo. Tapi kalo bukan lo, I think there will be nobody else."

"Konyol,"

"And dumber."

"Sampah lo."

"I am," Erza tersenyum lebar seakan gue baru saja memuji dia, ketika faktanya hanya cercaan yang gue lontarkan. "Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Can I got you back?"

And that was how I got him back.

And that was how I got him back

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Iya, dia.

Cowok yang seharian ini nggak beranjak sedikit pun dari kamar rawat gue. Cowok yang meminta ditemani mengejar revisi bab terakhir proposalnya, tapi malah berujung war bersama pasukan virtual-nya sembari mengemut permen milkita rasa cokelat yang entah dia dapat darimana.

"Mobile Legends-nya udahan dulu, atau gue banting sekalian gadget lo?" Entah sudah berapa kali gue mengulang kalimat serupa yang kemudian hanya dibalas Erza dengan anggukan sambil lalu. Kesal, gue akhirnya berseru, "Erzanio!"

RWhere stories live. Discover now