23| Vice Versa

47 3 0
                                    

ERZANIO

Ulang tahun merupakan momen yang datang setahun sekali, namun bukan jenis momen yang biasanya akan gue rayakan dengan penuh sukacita. Dibanding sukacita, gue justru selalu merayakan momen itu dengan kesedihan—walaupun keluarga gue rutin menyiapkan pesta ulang tahun, yang kemudian gue anggap sebagai formalitas belaka.

Kenapa begitu?

Ya sekarang logikanya begini: usia kita bertambah setahun, kita jadi semakin tua. Otomatis jatah hidup kita di dunia jadi semakin berkurang. Untuk apa merayakan momen yang justru membuat kita semakin dekat dengan kematian? Kita seharusnya sedih, atau minimal merenungkan banyak hal. Apa saja yang sudah kita lakukan selama hidup. Apakah selama hidup, kita sudah bisa memberikan manfaat kepada orang lain—atau malah kita membuat kesempatan hidup yang diberikan Tuhan sia-sia karena kita menyusahkan orang lain?

Ah, ya. Satu lagi.

Apakah kita masih sempat membahagiakan orang-orang yang kita sayangi dengan umur yang tersisa?

"Cel, lo bahagia, nggak?" Adalah pertanyaan yang refleks terlontar begitu otak gue gagal dalam usahanya merumuskan poin terakhir tersebut.

"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?" Alis Machela saling tertaut—yang mungkin menandakan bahwa dia heran dengan pertanyaan gue yang... ah, sepertinya gue salah bertanya.

"Maksudnya, gue... menurut lo nih ya, udah bisa bikin lo bahagia atau belum?" Gue meralat hati-hati. "Jawab yang jujur ya! Awas aja lo bohong."

Bukannya menjawab, Machela justru melenggang memasuki rumahnya—membiarkan pertanyaan gue lenyap disapu angin malam.

Gue berniat menyusul ke dalam sambil menggerutu karena Machela seenak jidat meninggalkan gue. Namun saat gue hendak bangkit, gerakan itu hanya tertahan sampai pada niat karena tubuh gue terlanjur membeku.

Machela.

Dia kembali menghampiri gue dengan sebuah kue cokelat yang kalau nggak salah lihat, adalah kue yang dia buat bersama Bundanya tadi siang—lengkap dengan cahaya temaram dari lilin-lilin kecil yang tertancap di atasnya.

"I'm happy for you, Erza. Always." Suaranya terdengar lembut ketika dia berbisik. "Now, happiest birthday to you."

Rasanya lebih dari cukup. Pertanyaan terakhir yang sempat berkelebat di benak gue terumuskan dengan sempurna hanya dengan melihat senyum bermain di wajah Machela. She is completely, undoubtly, and beautifully happy.

But I'm the happiest, because I have her by my side.

"Cepat make a wish, terus tiup lilinnya! Gue capek, nih!" Machela merengut dan gue tertawa sejenak, sebelum memejamkan mata dan membiarkan seuntai doa terucap dalam hati.

Gue nggak minta dapat jackpot Ferrari.

Gue nggak minta tiket konser Coldplay gratis seumur hidup.

Apalagi uang sebrangkas besar seperti brangkas yang dirampok dalam film Fast and Furious 5. Gila, itu sih nggak tahu diri namanya.

Hanya satu yang gue minta,

Semoga... gue tetap hidup dengan kehidupan gue.

Karena tanpa si kehidupan, gue nggak akan bisa tetap hidup walaupun Tuhan menggantinya dengan seisi bumi.

Gue hanya membutuhkan Machela, seseorang yang telah menjelma menjadi kehidupan untuk gue. Permintaan gue nggak berlebihan, kan?

"Yeaaaaaaaay!" Sorakan Machela langsung terdengar sedetik setelah semua lilin padam. "Gimana, puas nggak sama jawaban gue?"

RWhere stories live. Discover now